HYPNO NEWS

Friday, October 23, 2015

Prestasi Vs Prestise

Bagi sebagian orang tua, nilai adalah segala-galanya. Tak heran jika ada orang tua yang mencak-mencak, bahkan mengamuk, ketika mendapati sang anak hanya mendapat nilai di bawah 50, bahkan nilai nol.

Sahabat, prestasi memang patut diperjuangkan dan dikejar. Namun, dalam proses tumbuh kembang anak, cukup banyak aspek yang perlu diketahui. Secara umum, ada banyak aspek kecerdasan berbeda-beda yang dimiliki si anak. Sehingga, setiap anak satu dengan yang lain, jelas berbeda.



Namun tetap saja banyak orang tua yang mengukur kemampuan anaknya dari sisi nilai semata. Sehingga, yang dikejar bukan lagi prestasi, melainkan prestise untuk orang tua.

Jangan heran jika kemudian tak sedikit anak yang pekerjaannya jauh lebih berat dari orang tua. Pulang sekolah, masih harus mengikuti berbagai kursus. Dari mulai menghitung cepat, kursus musik, hingga les ini dan itu. Pendek kata, anak-anak benar-benar terforsir tenaganya.

Sahabat, nilai bukanlah indikator untuk menentukan anak pintar atau bodoh. Nilai hanya menjadi indikator apakah anak sudah mengerti atau tidak terhadap pelajaran yang disampaikan guru. Sekarang, coba sahabat ingat ketika sekolah. Tak sedikit mereka yang di sekolah nilainya biasa-biasa saja, namun kini bisa sukses. Pun sebaliknya, ada yang dulu waktu sekolah nilainya selalu bagus, ternyatanya ngga juga sukses-sukses amat. Bahkan ada yang jadi karyawan di sebuah perusahaan yang pemiliknya tidak lulus sekolah dasar.

Nilai jelek tak membuat hidup anak kiamat. Sukses tidak ditentukan oleh nilai. Buktinya, ketika mengajukan kredit di bank, yang jadi jaminan adalah aset, bukan ijazah yang indeks prestasinya cumlaude.

Thomas J Stanley dalam bukunya The Millionaire Mind merilis hasil survei yang dilakukan di Amerika Serikat dengan 1.001 responden. Dari 1.001 orang ini, 733 adalah miliuner dengan kekayaan di atas 1 juta dolar AS atau sekitar Rp 13 miliar, dengan kurs Rp 13 ribu per dolar AS.

Menurut survei itu, faktor sukses nomor satu adalah bersikap jujur kepada semua orang, disusul dengan disiplin yang baik, dan pintar bergaul. Ada lagi banyak faktor sukses yang sama sekali tak ada kaitannya dengan nilai akademik.

Kecerdasan menjadi faktor di urutan ke-21, kemudian masuk sekolah top di urutan 23. Sedangkan faktor lulus dengan nilai terbaik di urutan 30. Sahabat boleh membantah atau tidak terima, namun inilah fakta yang didapatkan dari survei tersebut.

Beberapa waktu lalu, saya mendapati soal ulangan dari keponakan. Soalnya adalah: “Kambing makan…..” Sang keponakan, karena memang pernah melihat sendiri kambing makan daun-daunan, maka dia pun menjawab “daun”. Nyatanya jawaban ini disalahkan, karena jawaban yang benar adalah “rumput”.

Hal-hal seperti inilah yang kemudian membuat konsep pemahaman anak terhadap sebuah persoalan tidak terbiasa kritis. Harus mengikuti apa maunya guru, tanpa diajak berdiskusi.

Ini pula yang kemudian melahirkan banyak penyakit turunan dalam urusan kreativitas. Coba saja ketika ada pelajaran menggambar, selalu yang digambar adalah dua gunung. Saya dulu juga begitu, anak saya pun begitu. Para orang tua yang lahir lebih dulu, juga menggambar hal yang sama. Satu Indonesia, penyakit ini sudah menular. Begitu pula ketika diminta mengarang, kalimat pertama yang ditulis selalu “Pada suatu hari”. Virus ini juga sudah menyebar, turun-temurun ke seluruh Indonesia.

Sahabat, setiap orang dilahirkan untuk sukses. Bahkan, ketika dia sudah lahir pun sudah termasuk sukses. Kenapa? Karena dia berhasil bersaing dengan jutaan sel sperma lainnya yang mati sebelum berhasil menembus sel telur. Bukankah hanya yang terlahir yang bisa dikatakan sukses?

Lantas apakah pendidikan tidak perlu? Saya tentu tidak mengatakan demikian. Pendidikan sangat diperlukan, namun yang paling penting adalah penanaman pemahaman. Tentu ada siswa yang memang mampu dan bisa mencapai prestasi dengan nilai baik. Namun ada pula yang sukses di bidang olahraga. Sementara siswa lainnya sukses di bidang kesenian. Adalah tugas orang tua dan guru memahami setiap individu, hingga kemudian mengarahkan mana yang terbaik untuk masa depannya, kelak. Bagaimana menurut sahabat semua?

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © 2014 Hipnoterapi Endro S. Efendi, CHt, CT, CPS.. Designed by OddThemes