Alkisah, di sebuah kerajaan, Sang Raja sedang bersiap
untuk pergi berburu. Seperti biasa, semua perbekalan disiapkan oleh seluruh
pasukan. Dari mulai bekal makanan, sampai peralatan hingga untuk keperluan
beristirahat lainnya. Pendek kata, dari urusan A sampai Z, semua sudah
disiapkan.
Tiba saatnya, perburuan mulai dilakukan di sebuah
belantara yang selama ini belum pernah dijamah pasukan kerajaan. Dengan penuh
hati-hati, proses berburu berlangsung. Pasukan pendahulu ada di bagian
terdepan, Baginda Raja di bagian tengah, diiringi para pengawal dan tak lupa seorang
penasihat kerajaan.
Perjalanan rombongan terhenti. Tiba-tiba dari kejauhan
terlintas hewan buruan seekor rusa yang cukup besar. Segera Sang Raja mengambil
anak panah, membidiknya dengan tepat. Rusa ini langsung tumbang, namun masih
berusaha meronta. Sang Raja sigap menuju lokasi tumbangnya rusa. Dengan senjata
tajam terhunus, Raja ingin menuntaskan perjuangannya. Ketika senjata tajam itu
hendak mengarah ke leher si rusa, tiba-tiba energi sang rusa memuncak dan
berontak. Hentakan kaki rusa itu mengenai senjata tajam yang sedang dipegang Sang
Raja. Akibatnya, salah satu jari Sang Raja putus terkena senjata tajamnya
sendiri.
Melihat kejadian ini, Sang Penasihat kerajaan mencoba
menenangkan Raja yang terlanjur marah. “Sabar tuan raja. Harap tenang. Lagi
pula, hanya satu jari yang putus, beruntung tidak semuanya,” kata Penasihat
kerajaan ini mencoba bijak.
Namun apa lacur, perkataan Sang Penasihat ini justru
membuat Sang Raja semakin meradang. Raja sangat tersinggung dengan ucapan
penasihatnya ini. Meski Si Penasihat meminta maaf dan berusaha menarik kembali
kata-katanya, tetap tidak bisa. Raja tetap tak bisa menahan amarah, dan bersiap
menjatuhkan hukuman pada Penasihat Kerajaan yang sudah mengabdi puluhan tahun itu.
Akibat kejadian tersebut, perburuan dihentikan dan
pasukan kembali ke kerajaan. Para tabib yang ikut serta dalam rombongan sudah
sempat memberikan pengobatan awal pada Raja, dan harus dilanjutkan sesampainya
di kerajaan.
Dalam kondisi masih kesakitan, Raja menggelar rapat
dengan para petinggi istana. Keputusan sudah bulat, Penasihat akan dihukum
yakni dimasukkan ke ruang bawah tanah yang banyak berisi anjing liar kelaparan.
Meski Sang Penasihat mencoba memohon keringanan
hukuman, namun vonis sudah terlanjur dijatuhkan. Palu keputusan sudah diketok. Walau
demikian, sebelum dimasukkan ke ruang bawah tanah, Sang Penasihat kembali memohon
pengunduran eksekusi.
“Hamba memohon waktu 7 hari saja, sebelum menjalani
hukuman itu,” pinta Sang Penasihat. Kali ini, Sang Raja menerima usulan itu. Raja
tentu tahu, Sang Penasihat perlu waktu untuk berkumpul bersama keluarganya
untuk terakhir kalinya.
Lepas dari perkiraan, ternyata waktu selama 7 hari itu
bukan dimanfaatkan untuk keluarganya. Sang Penasihat justru setiap hari
berkunjung ke ruang bawah tanah, membawakan makanan untuk para anjing liar yang
kelaparan itu. Hari pertama, jelas anjing itu sangat liar. Hari kedua dan
seterusnya, anjing kelaparan itu mulai bisa dikendalikan. Hingga hari keenam,
semua anjing liar itu berhasil dijinakkan dan dikendalikan oleh Penasihat
Kerajaan. Tepat di hari ketujuh, barulah Penasihat Kerajaan ini pulang dan
meminta kerelaan keluarganya agar dia menjalani hukuman dengan tenang.
“Saya sudah siap baginda Raja,” sebut Penasihat ini
menghadap Sang Raja. Raja pun segera membawa Si Penasihat ini ke penjara bawah
tanah. Begitu Si Penasihat masuk ruangan bawah tanah tersebut, para anjing liar
itu langsung mengerubuti, menjilati dan terlihat sangat akrab. Penasihat ini
tampak kewalahan menerima sambutan hangat dari para anjing itu.
Sontak pemandangan itu membuat Sang Raja kaget bukan
kepalang. “Wahai Penasihat, apa yang sebenarnya terjadi dengan ajing-anjing
ini? Kenapa mereka semua begitu jinak?”
“Mohon ampun Baginda Raja. Anjing ini selama enam hari
saya urus, dan selalu saya beri makan. Baginda Raja bisa melihat sendiri. Anjing
saja yang diurusi selama enam hari, tahu caranya berterima kasih dan tahu
membalas budi. Sementara saya, sudah puluhan tahun mengabdi dengan baginda. Tapi
hanya karena satu kesalahan saja, sudah membuat raja murka,” jawab Sang
Penasihat.
Penjelasan itu membuat Sang Raja sadar, dan segera
menganulir keputusan tersebut. Sang Penasihat pun batal menjalani hukuman yang
sudah dijatuhkan.
Pembaca yang budiman, mari mengambil hikmah dari kisah
tersebut. Sering kali sebagai manusia, enggan memaafkan kesalahan yang
dilakukan orang terdekat. Padahal sosok itulah yang selama ini menyayangi dan
mencintai diri Anda. Termasuk siapa saja yang selama ini mendukung dan membantu
semua aktivitas dan pekerjaan Anda. Haruskan semua kebenarannya langsung sirna,
digantikan setitik kesalahan yang diperbuat orang terdekat Anda itu?
Kata maaf dan memaafkan tidak akan membuat harga diri
Anda jatuh. Sebaliknya, membuat diri Anda menjadi pribadi yang semakin berharga
dan bijaksana.
Bagaimana menurut Anda? (*)
Post a Comment