Sudah
hampir beberapa pekan, belum sempat sharing soal kasus di ruang terapi. Maklum,
aktivitas di kantor membuat waktu menulis kisah terapi sangat terbatas.
Alhamdulillah, bisa menuliskan kembali kisah dari ruang terapi, yang sebenarnya
sudah berlangsung bulan lalu.
Mawar,
bukan nama sebenarnya, ketika itu datang atas rekomendasi salah satu
sahabatnya. Dia sudah beberapa kali berobat ke dokter, namun sakit asam
lambungnya tak kunjung sembuh.
“Paling
hanya stabil sebentar, habis itu kambuh lagi. Akhirnya ya ke dokter lagi, minum
obat lagi,” ujar Mawar.
Kalau
sudah kambuh, semangat kerjanya jauh berkurang. Dia hanya bisa berbaring di
ranjang dan malas melakukan apa pun. Bahkan untuk sekadar minum pun, malas dan
tak ingin berbuat apa-apa. “Teman saya menyarankan hipnoterapi, karena katanya
pernah baca artikel soal asam lambung, yang katanya disebabkan oleh pikiran,”
kata Mawar kemudian.
Penjelasan
temannya itu, diaminkan oleh Mawar. Apalagi beberapa kali dokter mengingatkan
dirinya agar tidak stress. “Saya sendiri ngga tahu, stress karena apa. Yang jelas,
saya orangnya santai aja kok pak,” tutur wanita berusia 52 tahun ini.
Yang
jelas, dari formulir yang dia isi sebelum menjalani hipnoterapi, ada perasaan
kecewa, sedih, kesepian, sakit hati, dendam, dan beberapa emosi lain yang cukup
intens.
Seperti
biasa, saya memberikan penjelasan tentang metode hipnoterapi yang akan
berlangsung. Apalagi, dia mengaku baru kali ini mengetahui dan mengenal soal
hipnoterapi. Setelah merasa yakin dan mantap, Mawar kemudian bersedia menjalani
sesi tersebut dengan pasrah dan yakin.
Dengan
mudah, Mawar dibimbing masuk ke kondisi kedalaman pikiran yang dalam dan
menyenangkan. Setelah pada kedalaman yang presisi dan tepat untuk melakukan
terapi, proses analisa masalah pun dilakukan. Dengan teknik khusus, Mawar
dibimbing menjangkau akar masalah yang menjadi penyebab rasa cemas berlebihan
selalu muncul, sehingga menyebabkan asam lambungnya selalu berlebihan.
Ternyata,
pikiran bawah sadar Mawar mendarat pada kejadian lima tahun lalu ketika
mendapat tugas dari kantornya ke Bandung. Ketika itu, perusahaan tempatnya
bekerja, menugaskan dirinya untuk mengikuti pelatihan khusus selama sepekan.
Selama
pelatihan itulah, ada pria yang sepuluh tahun lebih muda dari dirinya, selalu
bersedia diminta menemaninya sekadar belanja atau jalan-jalan. Di awal, Mawar
mengaku tidak ada perasaan khusus. Hingga akhirnya, ketika sedang makan
bersama, pria tersebut sempat menyuapkan sesendok makanan ke Mawar.
“Dia
menyuruh saya mencoba makanan khas Bandung. Saya ngga suka, tapi dipaksa dia
untuk mencoba,” tutur Mawar.
Saat
itulah, Mawar mulai merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam dirinya. Sejak
itulah, Mawar mengaku suka memikirkan pria tersebut, hingga akhirnya sering
berkirim kabar dan pesan.
Hingga
suatu saat, pesan pendek yang dikirimkan pemuda itu terbaca oleh suaminya.
Mawar berhasil meyakinkan tidak ada apa-apa, dan suaminya pun percaya. Namun
sejak kejadian itu, Mawar selalu cemas dan was-was. Hal itulah yang menyebabkan
produksi asam lambungnya selalu berlebihan.
Atas
persetujuan Mawar, saya pun membimbingnya untuk menetralisir perasaan dengan
pria tersebut. Dengan teknik tertentu, memori terkait kejadian tersebut pun
direkonstruksi. Hasilnya, Mawar mengaku lega dan nyaman.
Pengecekan
akhir terapi dilakukan, klien tetap merasa nyaman dan bahagia. Bahkan dia
merasakan sensasi di tubuhnya sangat nyaman dan ringan. Usai terapi, Mawar
berkali-kali menyampaikan terima kasihnya karena merasa hilang semua beban di
kepalanya.
“Terima
kasih pak, saya sekarang jauh lebih bersemangat lagi. Lebih nyaman menjalani
hidup, dan sudah ngga pernah ke dokter lagi,” ucapnya ketika menghubungi saya
dua minggu setelah terapi.
Demikianlah
kenyataannya. (*)
Post a Comment