Saat membantu klien dengan teknik hipnoterapi, cukup banyak
fakta yang muncul sebagai penyebab atau akar masalah yang menyebabkan klien
merasa sakit hati, dendam, hingga luka batin dan trauma. Terutama untuk klien
anak-anak, sering kali perilaku orang tua justru yang menjadi penyebab utama.
Marah
terhadap anak yang merusak sebuah benda, beberapa kali saya temukan menjadi
penyebab utama anak menjadi mudah cemas, tidak percaya diri, hingga rasa takut
yang berlebihan. Reaksi orang tua boleh jadi memang spontan dan tidak bermaksud
membuat anak trauma. Namun, reaksi spontan itulah yang justru menjadi sumber
masalah.
Reaksi
spontan itu juga muncul dari kebiasaan. Kalau memang orang tuanya mudah emosi
dan mudah marah, maka reaksi spontan yang muncul jelas akan marah dan emosi
jika melihat kejadian tertentu. Sebaliknya, jika terbiasa sabar dan tenang
dalam menghadapi masalah, maka sikap orang tua pasti juga tidak langsung marah
ketika mendapati anak merusak sesuatu.
Seorang
mahasiswi, datang dengan keluhan tidak percaya diri. Dia bahkan berusaha
bergabung dengan beberapa unit kegiatan mahasiswa (UKM), untuk mengatasi rasa
tidak percaya diri yang sangat mengganggu. Mahasiswi perguruan tinggi negeri di
Kaltim ini mengaku tidak berani terlalu menatap mata lawan bicaranya. Kecuali
dengan temannya yang sudah sangat akrab, barulah dia berani.
Untuk
bertemu dengan dosen, adalah hal yang menurutnya paling mengerikan. Beruntung,
ada sahabatnya yang selalu menemani. Yang kerap menermani adalah sahabatnya
sejak di bangku SMA. Namun dia menyadari, terkadang ada satu waktu, sahabatnya
tadi tidak bisa menemani, dan mahasiswi ini lebih memilih mengurungkan bertemu
dosennya sampai sahabatnya bisa menemaninya.
Dalam
formulir yang dia isi sebelum sesi hipnoterapi, rasa malu, cemas, dan takut,
berada di level tertinggi, yakni di angka 10. Dari data ini sudah jelas,
mahasiswi tersebut memang sangat krisis rasa percaya diri. Padahal gadis ini tergolong
sangat cerdas, terbukti dia bisa lulus tes masuk perguruan tinggi negeri dan
masuk jurusan favorit di kampus tersebut.
Saat
sesi hipnoterapi, ternyata ada beberapa kejadian yang menjadi penyebab
mahasiswi ini tidak percaya diri. Namun, akar masalah paling utama adalah
ketika dia berusia 4 tahun. Ketika itu, dia memecahkan hiasan kristal berbentuk
naga milik mamanya, oleh-oleh dari papanya ketika pulang dari Hongkong.
“Saya
dihukum mama, disiram air berkali-kali di kamar mandi. Katanya barang itu
mahal, makanya mama marah,” begitu kata mahasiswi tersebut dalam sesi
hipnoterapi. Padahal, dia melakukan itu tidak sengaja. “Patungnya bagus, unik.
Makanya saya ambil. Saya pengen lihat lebih jelas,” kata dia. Patung kristal
itu sebelumnya disimpan dalam sebuah rak khusus. Saat berusia 4 tahun, dia
harus menjangkau benda itu dengan memanjat kursi.
Sahabat.
Benda semahal apa pun, masih bisa dibeli lagi. Bahkan benda dari negara sejauh
mana pun, masih bisa dijangkau. Namun, perasaan luka batin anak, bisakah dengan
mudah disembuhkan? Anda bisa membeli barang semahal apa pun. Tapi coba dijawab,
bisakah Anda membeli keceriaan anak? Bisakah Anda menunjukkan, toko mana yang
menjual keceriaan. Tolong tunjukkan, di toko mana bisa membeli percaya diri
untuk anak? Haruskah rasa ingin tahu anak terhenti hanya karena hukuman dari
orang tua. Haruslah eksplorasi kecerdasan anak terhambat karena sudah berganti
dengan perasaan cemas dan rasa takut yang berlebihan?
Ingat,
benda yang rusak bisa dibeli lagi. Tapi kalau hati anak yang rusak, perlu waktu
untuk memperbaiki. Bahkan terkadang hati yang rusak benar-benar sulit
dipulihkan, jika luka hatinya sudah terlanjur sangat dalam.
Terhadap
anak-anak, saya kerap menyampaikan bahwa, benda yang rusak karena dipakai, jauh
lebih baik ketimbang rusak karena kelamaan disimpan. Itu sebabnya, anak-anak
menjadi berani melakukan eksplorasi dan bereksperimen terhadap benda baru yang
dijumpai. Kalau pun kemudian ada yang rusak, ya itulah ongkos belajar yang
harus dibayar. Karena itu, saat memberikan anak-anak mainan, sebaiknya siapkan
diri dan mental Anda, bahwa mainan itu akan rusak dan harus siap menghadapi
kenyataan tersebut. Bagaimana menurut Anda?
Post a Comment