Di antara sesama hipnoterapis lulusan Adi W. Gunawan
Institute of Mind Technology, ada salah satu orang yang selalu memandang rendah
orang lain. Dia adalah Kristin Liu, CCH, hipnoterapis sekaligus penulis buku
dan penemu metode diet Quantum Slimming. Akan tetapi jangan salah paham. Memandang
rendah yang saya maksud di sini adalah dalam arti yang sesungguhnya. Postur
tubuh beliau sangat tinggi alias jangkung dan langsing. Sehingga dia memang
selalu memandang orang lain lebih rendah alias lebih pendek. Mohon maaf ya bu
Kristin, ini hanya sekadar bercanda dan intermeso.
Sahabat. Di sekeliling kita, terkadang ada hal yang sangat
mengganggu. Apa itu? Ya pandangan orang lain. “Kenapa ya orang selalu memandang
status sosial lebih dulu. Saya yang karyawan biasa dan ngga punya jabatan
apa-apa, terkadang disepelekan orang,” begitu ungkap salah satu sahabat dengan
kesal.
Yang menyakitkan, pandangan remeh itu justru datang dari
teman sendiri. Suatu ketika, ada sahabat bercerita soal teman sekolahnya yang
sudah sukses. Sahabat saya ini, juga bekerja di perusahaan yang sama dengan
teman sekolahnya itu. Bedanya, sahabat saya ini hanya sebagai sopir. Sementara temannya
menduduki jabatan sekelas manajer.
“Sehari-hari, saya yang kadang mengantarkan teman saya itu
kalau mau ke mana-mana,” ujarnya. Lalu di mana letak masalahnya? “Saya sih ngga
masalah, memang kerjaan saya cuma sopir. Yang bikin jengkel, teman saya ini
seperti ngga mau dan ngga rela kalau saya panggil namanya. Dia baru mau noleh
kalau dipanggil ‘PAK’,” ujarnya.
Padahal, sahabat saya melanjutkan, selama di sekolah ya
cukup kenal akrab. Sehingga dia merasa wajar jika cukup memanggil nama. Apalagi
faktanya mereka berdua sudah saling kenal dan sudah berteman cukup lama.
Jabatan, memang terkadang membutakan segalanya. Kenapa ada
orang yang merasa direndahkan? Karena memang ada orang yang lebih suka berapa dalam
posisi lebih tinggi atau ingin dianggap lebih mumpuni. Padahal sejatinya, saat
memandang rendah orang lain, maka energinya akan kembali kepada diri sendiri. Yakni
orang lain akan memandang rendah dirinya.
Dalam kasus sahabat saya tadi, coba seandainya sang manajer
justru sangat akrab dengan temannya, meski hanya sebatas sopir, tentu membuat
hubungan kerja lebih nyaman. Selain itu, sahabat saya yang berprofesi sebagai
sopir, tentu akan lebih hormat dengan temannya itu. Tapi kini yang terjadi
sebaliknya, sahabat saya yang sopir tadi, menjadi kurang respek dengan atasan
sekaligus temannya sendiri.
Suatu ketika, saya bersiap memarkirkan mobil di sebuah pusat
perbelanjaan di Samarinda. Ternyata, saya merasa tidak asing dengan petugas
parkir yang membantu mengarahkan kendaraan yang saya tumpangi. Meski tidak
akrab, saya mengenali petugas parkir ini. Dia adalah teman saya satu sekolah.
Segera saya turun dan saya hampiri. Dia merasa terkejut,
apalagi kami memang sudah belasan tahun tidak pernah bertemu. Sempat beberapa
menit saya luangkan waktu berbincang dengannya. Bertanya kabar keluarganya sekaligus
bertanya soal teman lain, yang mungkin pernah ia ketahui keberadaannya.
“Itulah Ndro. Aku sering lihat ada teman kita satu sekolah
yang jalan-jalan ke mal ini. Aku yakin, mereka itu kenal dan tahu sama aku. Wajahku
kan ngga berubah sama sekali. Tapi mereka cuek aja. Aku kan malu kalau mau
negur duluan,” ujarnya.
“Ya mungkin mereka lupa. Sudah, santai aja. Kenapa harus
malu? Kamu kan ngga ngapa-ngapain?” kata saya memberikan semangat. Dulu yang awalnya
saya kurang akrab ketika di sekolah, kini pun jadi lebih akrab. Yang lebih enak
lagi, sahabat saya ini pasti akan membantu mencarikan tempat parkir, jika kondisi
mal sedang padat.
Tentu saya tidak bermaksud memanfaatkan keberadaan dia. Yang
ingin saya sampaikan adalah, tidak pernah ada ruginya berteman dengan siapa
pun. Karena Anda tidak akan pernah tahu, kapan Anda membutuhkan jasa mereka.
Sebagai makhuk sosial, hidup kita sangat bergantung dengan
orang lain. Saya pun sebagai wartawan atau hipnoterapis, tak akan berguna tanpa
orang lain. Karena itu, mari buka hati dan buka diri. Bersikap rendah hati tak
akan merendahkan diri Anda sendiri. Sebaliknya, semakin rendah hati, maka
energi yang ada di dalam diri akan semakin meningkat tajam.
Sahabat, seorang peneliti David R Hawkins MD PhD dalam bukunya
Power vs Force membeberkan bagaimana hubungan energi seseorang dengan level
kesadaran setiap individu. Orang yang memiliki sifat suka merendahkan orang
lain diiringi dengan sikap bangga pada dirinya sendiri serta sombong, energinya
hanya 10 pangkat 175. Bandingkan dengan orang yang mengutamakan perasaan cinta
kasih terhadap sesama, memiliki rasa hormat yang mendalam terhadap orang lain,
energinya sebesar 10 pangkat 500.
Hasil penelitian David adalah penjelasan ilmiah, kenapa
orang yang punya toleransi tinggi, cenderung memiliki aura yang sangat kuat dan
sangat disegani. Bisa dibayangkan, betapa besar energi yang dimiliki seorang
Rasulullah SAW, yang bahkan mau memaafkan orang yang menghinanya. Levelnya menurut
David di posisi paling tinggi, yakni pencerahan dengan energi 10 pangkat 1.000
bahkan tak terhingga.
Karena itu, jika sahabat ingin memiliki energi yang lebih
tinggi, mari menghormati dan menghargai orang lain. Dengan bekal energi yang berlimpah
inilah yang nanti bisa lebih mudah digunakan untuk meraih semua impian dan
cita-cita yang diharapkan. Semoga bermanfaat. (*)
Post a Comment