“Masa lalu… biarlah masa lalu…, jangan kau ungkit, jangan
ingatkan aku…” Demikian kata Inul Daratista dalam lagunya berjudul Masa Lalu. Setiap orang tentu memiliki
masa lalu. Baik atau buruk, masa lalu telah memberikan banyak makna dalam
kehidupan sekarang dan yang akan datang. Bagi sebagian orang, ada saja yang
sulit melepas masa lalunya. Apalagi jika kejadian di masa lalu itu berisi emosi
dengan intensitas yang sangat tinggi. Otomatis, masa lalu yang seperti ini
hanya akan menjadi beban dan membuat seseorang sulit memikirkan masa depan.
Apakah tidak boleh mengingat masa lalu? Tentu saja bukan
tidak boleh. Namun, jika terlalu sering melihat masa lalu, otomatis masa depan
tidak kebagian energi sama sekali. Ini ibarat mengemudi mobil. Bayangkan jika
saat mengemudi mobil, yang lebih banyak dilihat adalah spion, bukan kaca utama
bagian depan. Tentu saja risiko mengalami kecelakaan, sangat tinggi. Kaca utama
di depan ibaratnya adalah masa depan. Sementara kaca spion baik di sebelah kiri
maupun kanan serta tengah, adalah gambaran dari masa lalu.
Saat mengemudi, tentu sesekali perlu juga melihat kaca
spion, untuk mengantisipasi ada atau tidaknya hambatan dari bagian belakang
mobil. Begitu pula saat merancang masa depan, sesekali juga diperlukan untuk
melihat masa lalu, hanya sebagai pengalaman berharga dan sekadar untuk diambil
hikmahnya. Sehingga jika di masa lalu pernah mengalami kegagalan atau kesalahan
dalam melakukan sesuatu, maka di masa depan tidak akan terjadi lagi.
Sahabat, di ruang praktik hipnoterapi, saya cukup banyak
menemukan masalah yang berhubungan dengan masa lalu. Begitu banyak klien
menyimpan emosi yang sangat tinggi dengan masa lalunya. Dendam, sakit hati,
trauma, kecewa, adalah emosi yang kerap menyertai masa lalu dari klien saat
menjalani sesi hipnoterapi.
Disadari atau tidak, energi masa lalu yang terlampau besar
hanya akan menguras energi kita setiap hari. Seseorang menjadi malas memikirkan
masa depan, bahkan malas memikirkan diri sendiri. Hidup dengan masa lalu, sama
halnya memikul beras satu karung di pundak. Bisa dibayangkan, beratnya hidup
jika harus memikul beban yang cukup berat seperti itu.
Lantas, kalau beban itu bisa dibuang atau dilepaskan, kenapa
harus terus dibawa? Tentu keputusan untuk melepas atau terus membawa beban itu,
ada di tangan masing-masing klien. Karena faktanya, bagi sebagian orang, tak
mudah untuk melepas masa lalu, walau sangat membebani.
“Enak saja disuruh melupakan. Sakit banget rasanya. Saya ngga
rela, ngga ikhlas,” begitu kira-kira kata mereka yang enggan ‘move on’ dari
masa lalu. Sementara Anda menyimpan masa lalu yang menyakitkan, boleh jadi
orang yang menjadi menyakitkan itu tetap hidup tenang dan bahagia. Sementara
Anda tersiksa dengan masa lalu, orang ini bahkan belum tentu ingat dengan Anda,
dan mungkin sudah melupakan kejadiannya. Lalu, siapa sebenarnya yang mengalami
kerugian?
Jadi, pilihannya sudah jelas. Buang masa lalu Anda, dan
mulailah menata masa depan. Bagaimana menurut Anda?
Post a Comment