Semua orang tua di muka bumi ini pasti menginginkan
anak yang baik, penurut, cerdas, mudah disuruh, baik hati, tidak sombong, rajin
menabung, dan masih banyak lagi keinginan lainnya.
Nyatanya, untuk bisa menciptakan anak yang seperti di
atas, tidak semudah membalik telapak tangan. Buktinya, biar Anda bolak-balik
tangan Anda berkali-kali, anak akan tetap seperti itu, he he he. Maaf, urusan
membalikkan tangan ini hanya bercanda.
Poinnya adalah, untuk mendidik anak, Sahabat harus tahu
kapan saat yang tepat untuk memasukkan program baru terhadap anak. Ibarat
komputer, harus tahu kapan waktu yang pas melakukan instalasi perangkat lunak
yang baru.
Cara yang paling pas agar anak berperilaku baik adalah,
dengan keteladanan. Keteladanan atau contoh dari figur otoritas, sangat
berpengaruh besar. Dalam hal ini, figur yang paling tinggi peranannya adalah
ayah dan ibu. Ketika ayah dan ibu berperilaku sopan, santun, jujur, bersuara
lembut, menyayangi penuh kasih, dan selalu berbuat hal-hal yang baik, maka
otomatis anak akan mengikuti kebiasaan baik kedua orang tuanya. Bahkan untuk
urusan makan sekali pun. Ketika kedua orang tua berperilaku hidup sehat, makan
sayur, banyak mengonsumsi air putih, tidak merokok, maka dengan mudah anak pun
memiliki model untuk diikuti.
Yang umum terjadi adalah, sang ibu stres dan panik
mendapati anaknya merokok. Padahal dia lupa, suaminya merokok. Kalau sudah
seperti ini, larangan sekeras apa pun, tidak akan mempan. Bukankah ayahnya juga
perokok, dan sejauh ini tidak ada masalah?
Begitu pula ketika ada anak berperilaku kasar, suka
bersuara keras bahkan membentak. Coba dicek, pasti di lingkungannya ada contoh
yang dia tiru. Entah itu ayahnya, ibunya, kakeknya, neneknya, paman, tante,
atau siapa pun yang dalam kesehariannya selalu berinteraksi dengan anak. Bahkan
boleh jadi, sang anak sendiri yang selama ini jadi korban sering dimarahi
dengan kasar dan sering dibentak. Otomatis, anak pun akan berperilaku sama.
Sahabat, dulu saya termasuk ayah yang betul-betul tidak
dekat dengan anak-anak. Kesibukan sebagai wartawan membuat intensitas bertemu
anak sangat terbatas. Bangun pagi, anak-anak sudah berangkat sekolah. Pulang
kerja, anak-anak sudah tidur. Sudah bisa dipastikan, kedekatan emosional tidak
terjalin dengan baik. Ada jarak yang terpaut sangat jauh untuk bisa menjangkau
hati anak-anak.
Terkadang, air mata tak terasa menetes, ketika melihat
kenyataan bahwa anak sendiri tidak mau disentuh. Jangankan dicium, dipeluk, atau
digendong lama, disentuh sedikit saja langsung menghindar.
Beruntung, saya segera menyadari kondisi itu. Beruntung
pula saya punya kesempatan belajar di Adi W. Gunawan Institute of Mind
Technology. Di lembaga ini, tak sekadar belajar tentang hipnoterapi, tapi juga
ada materi tentang Hypnotherapy for
Children, teknik hipnoterapi anak. Lisensi untuk menjadi trainer materi ini
pun berhasil saya kantongi.
Sebelum digunakan untuk orang lain, tentu diaplikasikan
dahulu ke anak sendiri. Hasilnya memang luar biasa. Hasilnya saya kembali memperpendek
jarak yang tadinya sudah sangat jauh dengan anak-anak. Meski kesibukan saya
saat ini cukup tinggi, namun secara emosi, sudah tidak ada masalah lagi.
Kuncinya adalah ketenangan, keyakinan dan selalu
menyebarkan vibrasi positif ke lingkungan sekeliling. Hal ini tentu tidak bisa
dilakukan sambil lalu. Perlu keseriusan untuk memperbaiki hubungan yang sudah
terlanjur mengalami gangguan.
Tak perlu waktu lama untuk memperbaiki semua keadaan. Betul
kata orang bijak, tak ada kata terlambat. Begitu pula saya sampaikan kepada
sahabat semua. Tak ada kata terlambat untuk memperbaiki keadaan. Mari mulai
mendidik anak dengan keteladanan.
Kelola emosi dengan baik. Yakinkan diri bahwa anak yang
dibesarkan dengan amarah, hanya akan menghasilkan anak yang pemarah. Anak yang
dibesarkan dengan kecemasan, hanya akan menghasilkan anak yang kurang percaya
diri. Anak yang dibesarkan dengan larangan-larangan, hanya akan menghasilkan
anak yang penakut dan tidak berani berbuat apa pun.
Ingat, Anda juga pernah menjadi anak-anak. Coba
diingat, ketika Anda menjadi anak-anak, sikap orang tua yang mana saja yang
tidak Anda sukai. Nah, mumpung Anda jadi orang tua, jangan ulangi lagi
kesalahan orang tua di masa lalu saat mendidik anak sendiri.
Yang lalu sudah berlalu, dan mari membuka lembaran baru
untuk mendidik anak dengan penuh kasih, kesabaran, dan kasih sayang yang tulus.
Jangan lupa, meminta maaf kepada anak-anak atas semua sikap, perbuatan,
perkataan yang sudah pernah terlontar dari mulut kepada anak Anda. Lakukan permohonan
maaf dengan tulus, bukan meminta maaf seperti saat Lebaran yang sambil lalu. Ketulusan
itu akan menjadi pintu gerbang utama membawa anak ke perilaku yang lebih santun
dan penurut.
Bagaimana menurut Anda?
Post a Comment