Minggu
(6/12/2015) pagi, sembari mengawal proses uji kompetensi wartawan (UKW) di
Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim, Samarinda, saya sempat
berselancar di belantara maya, menyimak apa yang sedang jadi perbincangan
hangat media tanpa batas itu. Salah satu yang sangat menarik perhatian adalah
obrolan di grup E100, berbasis di Surabaya, menceritakan tentang pengabdian
seorang polisi lalu lintas di kawasan Wiyung – Surabaya.
Meski
saya tidak mengenal sosok polisi ini, namun dari postingan setiap anggota grup,
bisa tergambar dengan jelas betapa petugas yang satu ini memang sangat
bersahaja.
“Setiap pagi saya selalu merasa
bangga sekali dengan Pak Polisi satu ini. Beliau setiap pagi bertugas di daerah
Wiyung, dan beliau tidak hanya berdiri di satu tempat. Sebentar beliau ada di
pertigaan Babatan, lalu berpindah ke depan Babatan Pratama. Jika sudah mulai
padat beliau pindah lagi ke pasar Wiyung, dan juga pindah ke tol Gunung Sari. Beliau
tidak hanya terlihat di pagi hari, bahkan sore hari pun saya sering melihat
beliau. Di saat kebanyakan polisi hanya berdiri di satu tempat melihat yang
melanggar marka atau arah jalan. Pak Polisi ini sangat berbeda! Terima kasih
Pak Polisi AH Rusianto aka pak agus (maaf jika ada kesalahan nama, karena saya
mencoba membaca dari tag nama di seragam beliau).” Demikian tulis Mery
Dharmawan sebagai pengunggah foto pertama kali di grup E100 itu.
Bak bola salju, foto ini langsung
disukai
netizen hingga 7 ribu orang lebih, dengan lebih dari seribu komentar dan lebih dari
3 ribu kali dibagikan ulang.
“Josss.... lanjutkan pak, jadilah polisi yg bisa
diteladani,” tulis Lukman Milanisti, netizen lainnya.
“Saya kerja di Babatan Pratama tiap hari
ketemu. Pagi di pasar Wiyung, agak siang di depan rumah sakit. Tidak menilang
namun justru membantu. Kadang mendorong dan membantu mengangkat, bahkan yang
pakai sepeda biasa. Ngga sadar kalau bapak polisi ini emang baik. Moga diganjar
kesehatan dan keselamatan bapak polisi,” tulis AyLa Budi Ava.
“Bener..
Setiap hari pak polisi ini selalu ada. Pagi dan sore. Tiap berangkat dan pulang
kerja mesti ketemu pak polisi ini. Ramah pula. Salut,” komentar Liana Lestari.
Ada
ribuan komentar lain, yang hampir dipastikan 100 persen memberikan dukungan
termasuk menunjukkan kekaguman terhadap polisi ini.
Dari
sudut pandang sebagai seorang hipnoterapis berbasis teknologi pikiran, apa yang
dilakukan polisi ini benar-benar memberikan vibrasi sangat positif. Sikapnya
yang tulus ikhlas membantu masyarakat, secara tidak langsung dengan mudah bisa
mengubah perilaku masyarakat di kawasan tersebut.
Tak
perlu menunggu negara ini berubah, atau bahkan presidennya berubah. Sebab, mau
seribu kali pun berganti presiden, akan tetap ada yang menyanjung, ada pula
yang tidak menyukai bahkan membenci. Melakukan perbaikan dari sendiri, itu yang
paling utama.
Orang
terkadang berharap, bahkan memaksa, supaya orang lain berubah untuk dirinya.
“Coba kamu mengerti aku, pahami aku. Aku ngga suka dengan caramu seperti itu.
Seharusnya kamu jangan begini, begitu. Jangan melakukan ini dan itu.”
Sahabat,
sampai Facebook bisa diakses di surga pun, seseorang tidak akan bisa memaksakan
orang lain berubah sesuai kehendak dan keinginan yang diharapkan.
Masih
ingatkah dengan pelajaran di sekolah, ketika dua magnet yang kutubnya sama-sama
Utara, atau sama-sama Selatan, bisakah saling menempel? Tentu tidak bisa.
Lantas umumnya yang dilakukan orang adalah, memaksa magnet yang lain berputar,
supaya kemudian bisa saling menempel. Itu sama saja, Anda memaksa orang lain
berubah, sesuai keinginan Anda. Sekali lagi, ini sama saja menegakkan benang
basah. Yang bisa dilakukan adalah, Anda
yang harus berubah. Jika Anda berubah, maka lingkungan pun akan ikut berubah.
Coba
tiru polisi ini. Tak perlu menunggu Kapolda atau bahkan Kapolri berganti, atau
bahkan menunggu presiden mengundurkan diri. Yang penting, terus lakukan
perbaikan dan melakukan perubahan dari diri sendiri.
Terbukti,
jika umumnya masyarakat benci atau bahkan apriori dengan polisi yang sedang
berdiri, nyatanya polisi yang satu ini banjir simpati dan empati.
Ini
semua berkaitan dengan energi. Polisi tersebut kenapa tidak kenal lelah bekerja
tanpa henti? Karena energi yang dimiliki cukup besar sekali.
Dalam
buku Quantum Life Transformation karya pakar teknologi pikiran Adi W. Gunawan,
terdapat skala energi berdasarkan masing-masing emosi. Skala energi ini
sebelumnya ditemukan oleh David Hawkins.
Peneliti David Hawkins ini berhasil menarik benang merah antara dunia spiritual
dan materi. Dalam penelitiannya dijelaskan sangat gamblang berbagai level
kesadaran berkaitan dengan level energi spikis.
Apa
yang dilakukan polisi ini, masuk kategori menyebarkan kedamaian, suka cita dan
cinta kasih. Energinya adalah 10 pangkat 500 sampai 10 pangkat 600. Karena itu,
tak perlu berpangkat tinggi untuk bisa punya energi seperti ini. Sebab energi
berlimpah dari Ilahi akan datang sendiri.
Bandingkan
dengan polisi yang berperilaku kurang baik, energinya sangat rendah hanya 10
pangkat 35. Ini karena perilaku atau ulah polisi yang menghancurkan sesuatu,
dalam hal ini tatanan pada kehidupan bermasyarakat. Ini yang membuat, berapa
pun uang yang dimiliki, tetap merasa kurang dan harus cari dari sumber lain
lagi.
Karena
itu, untuk membenahi negeri ini, tak perlu susah payah menghujat dan mencaci
sana sini. Mari berubah mulai dari diri sendiri. Lakukan dari sekarang dan
mulai saat ini. Kalau setiap orang benar-benar sadar diri dan bisa memperbaiki
diri, bahkan tak perlu lagi seorang presiden untuk mengatur bangsa ini.
Bagaimana menurut Anda?
Post a Comment