SEJAK
kecil sebaiknya anak harus diajarkan mandiri dan paham aturan. Dengan cara itu
pembinaan kejiwaan dan tingkah laku pada anak akan semakin mudah dikembangkan
hingga dewasa nanti. Bila kemandirian itu dibiasakan sejak kecil, tidak akan
sulit membiasakan hidup mandiri pada anak meski sudah berumur dewasa. Sebab
pada dasarnya, perilaku anak akan terbentuk melalui dua hal yakni akibat pembiaran
atau pembiasaan.
Pernah
ada sahabat yang mengeluh soal anaknya. “Mas anak saya itu kok susah ya
diajarkan disiplin. Setiap kali pulang sekolah, baju, tas sekolah, sepatunya
dibiarkan berhamburan,” tanyanya. Saya lantas bertanya, apakah itu berlangsung
setiap hari? “Ya, setiap hari,” katanya.
Nah,
kalau itu berlangsung setiap hari, itu artinya anak sudah disiplin. Disiplin dalam
melakukan hal yang kurang teratur. Ini berarti anak disiplin akibat proses dari
pembiaran. Karena sejak awal anak dibiarkan melakukan hal ini, maka lama-lama
menjadi pembiasaan, dan anak pun menganggap hal ini sebagai sesuatu yang
lumrah.
Karena
itu, yang perlu dilakukan adalah pembiasaan. Setiap kali anak melakukan sesuatu
yang kurang pas, tegur, diluruskan. Tidak perlu marah bahkan sampai urat leher
keluar. Cukup diberi tahu bagaimana sebaiknya tindakan yang tepat. Kalau besok
masih melakukan hal yang kurang pas, tegur lagi, koreksi lagi. Dengan pembiasaan
seperti itu, anak tentu akan menjadi lebih disiplin positif.
Harus
diakui, mengajarkan anak tahu aturan agar dia mandiri, membuat orang tua
sedikit repot. Namun, bukankah sudah menjadi kewajiban orang tua untuk dengan
sepenuh hati mendidik anak?
Lantas
kapan waktu yang tepat melatih pembiasaan? Jelas sejak sedini mungkin. Ketika
masih bayi, 100 persen memang masih tergantung pada orang terdekatnya, dalam
hal ini orang tuanya. Pada masa-masa ini, belum bisa diajarkan aturan dan kemandirian
karena semuanya masih tergantung dengan orang tua dan belum bisa bergerak
sendiri.
Saat
sudah mulai memasuki usia 2 tahun, si
kecil biasanya sudah mulai belajar makan
sendiri atau melakukan aktivitas lainnya. Jika sudah usia seperti itu, orang
tua harus mau repot. Meski apa yang dilakukan si buah hati itu pada akhirnya
membuat semuanya berantakan, tapi hal itu harus dianggap sebagai sesuatu yang
wajar dan jadikan itu sebagai proses belajar. Misalnya saja ada perabotan atau
peralatan makan pecah, orang tua harus
memakluminya. Anggap saja perabotan yang pecah itu sebagai ongkos belajar. Lagi
pula, mahal mana perabot yang pecah dengan harga anak? He he he.
Ada
baiknya anak disediakan tempat makan dari plastik yang tidak mudah pecah. Anak
usia seperti ini biasanya ingin makan sendiri tanpa bantuan orang lain, itu
adalah hal yang bagus. Tapi yang penting harus terus diawasi. Sebab ada
kecenderungan si kecil tidak akan
menghabiskan makanannya. Kalau memang
tidak dihabiskan, sebaiknya agak sedikit dipaksakan, supaya anak tidak terbiasa
menyisakan makanannya. Misalnya anak yang tidak menghabiskan makanan bubur
kacang hijau padahal sesuai takarannya, maka sebaiknya dibantu dengan cara
disuapin sambil dibujuk sampai mau.
Namun
juga harus dipastikan, jangan sampai memaksakan makanan justru akan menjadi
trauma tersendiri ketika ia dewasa nanti. Terbukti, saya pernah melakukan
terapi pada anak yang takut nasi sejak usia 6 tahun sampai usia 17 tahun, hanya
karena ada trauma saat masih kecil.
Perilaku
lain misalnya anak belajar menyapu lantai, sebaiknya dibiarkan saja, jangan
dimarahi meski hasilnya berantakan. Untuk mengatasi hal itu, orang tua harus
peka atau sensitif melihat perkembangan anak. Contoh lain ketika si kecil
terjatuh, diupayakan agar anak bisa bangun sendiri dari jatuhnya, dengan
dorongan sugesti atau support yang menyenangkan hati si anak.
Misalnya
dengan ucapan lembut, tidak terkesan memarahi atau menghakimi. Meski begitu,
bila kondisi anak memang benar-benar memerlukan bantuan, ya harus dibantu tanpa
meninggalkan kesan sayang pada anak.
Bila
tiba-tiba anak mencoba naik tangga sendiri, sebaiknya dibiarkan saja sebagai
bentuk melatih kemandiriannya. Tapi ya harus tetap diawasi.
Saat
anak mulai berumur 4 tahun, sebaiknya
diajarkan memakai sendiri sepatu serta bajunya. Sebab usia seperti itu biasanya
sudah mulai lebih berkembang. Dengan dorongan semangat yang positif, si kecil
biasanya akan bersemangat dan senang hati memakai pakaiannya sendiri.
Begitu
juga ketika buah hati sudah mulai berumur 5 tahun, sebaiknya diajarkan mandi
sendiri. Meski agak sulit, orang tua harus terus-menerus tanpa henti
mengajarkan si kecil melakukannya. Dengan cara itu anak akan melakukannya dan
menyadari bahwa dirinya ternyata bisa melakukannya sendiri.
Tahapan-tahapan
ini harus dilakukan secara terus-menerus tanpa henti. Meski demikian, biasanya
ada fase yang terhenti ketika anak sudah mulai kelas 3 SD hingga remaja. Sebab
masa seperti itu biasanya jarang ada masalah.
Ketika
menginjak masa remaja itulah baru akan timbul permasalahan baru. Sebab remaja
biasanya identik dengan masalah yang cukup banyak dan komplek.
Untuk
mencegahnya timbulnya permasalahan itu, diperlukan interaksi dengan keluarga
dengan baik di rumah. Selain itu pemberian pendidikan anak sebagai individu
dalam bersikap dan bersopan santun juga sangat diperlukan. (*)
Post a Comment