Benarkah
kebersihan sebuah sungai bisa menjadi indikator untuk menentukan kecerdasan
masyarakat di suatu tempat? Ini tentu bisa menimbulkan pro dan kontra. Sangat
mudah diperdebatkan. Namun pada kenyataannya, di negara maju yang tingkat
kecerdasannya terbukti mumpuni, sungai yang mereka miliki terlihat cantik dan
indah, bahkan menjadi objek wisata yang mendunia.
Tengok
saja di Jepang, Inggris, Belanda, Turki, bahkan negara terdekat, Malaysia atau Singapura.
Aliran air di tengah kota yang mereka miliki benar-benar nyaman dipandang mata.
Sungai bersih yang kemudian menjadi objek wisata juga menjadi bukti bahwa
sejatinya setiap manusia suka dengan kebersihan dan keindahan. Lantas, kenapa
banyak sungai di Tanah Air yang tidak mudah dibersihkan?
Ini
karena perilaku membuang sampah di sungai dianggap lumrah dan dianggap sesuatu
yang biasa oleh pikiran bawah sadar. Karena itu, meskipun banyak sekali spanduk
atau papan larangan membuang sampah dipasang, tetap saja perilaku ini masih
ada. Kenapa? Karena perubahan perilaku harus dilakukan dengan menembus pikiran
bawah sadar.
Tengok
di negara maju, tak ada papan larangan. Namun ketertiban dan keindahan sudah
menjadi kebutuhan mereka.
Namun
demikian, tidak ada kata terlambat untuk mengubah perilaku ini. Sebenarnya,
ingin rasanya saya melakukan hipnoterapi kepada semua warga yang suka membuang
sampah sembarangan. Jika mereka bersedia, saya yakin perilakunya
pasti akan berubah. Sebab, dengan hipnoterapi maka pikiran bawah sadar akan
dengan mudah menerima bahwa membuang sampah di sungai adalah sebuah kesalahan.
Sebagai gantinya, akan timbul perasaan tidak nyaman bagi warga yang kemudian
membuang sampah di sungai.
Masalahnya
ya itu tadi, mau kah warga menjalani hipnoterapi hanya untuk urusan sampah?
Atau, maukah pemerintah memfasilitasi hipnoterapi massal untuk mengubah
perilaku ini?
Salah
satu jalan yang bisa dilakukan untuk menembus pikiran bawah sadar adalah,
repetisi ide, alias terus mengulang gagasan yang ingin dicapai. Jika setiap
orang peduli dan menyampaikan keinginannya agar sungai bisa bersih, maka ini
seperti efek bola salju yang terus membesar, dan dengan leluasa ide ini akan
masuk ke pikiran bawah sadar.
Gerakan
membersihkan sungai harus dilakukan terus-menerus, ini agar pikiran bawah sadar
tahu, bahwa saat ini yang diinginkan adalah sebuah kebersihan. Jika tidak terus
dilakukan, maka ide membersihkan sungai ini akan diblok atau ditolak pikiran
bawah sadar.
Tak
usah mencontoh negara tetangga. Banyak sekali sungai di Indonesia yang tadinya
kotor, kini menjadi objek wisata yang bersih. Tengok saja Sungai Kalimas
Surabaya yang dulu menjadi sumber kekumuhan yang sangat luar biasa. Namun kini
bisa disulap menjadi alur sungai yang bisa menjadi objek wisata.
Syarat
lain agar ide membersihkan sungai ini bisa diterima oleh pikiran bawah sadar
adalah, ada contoh dari seseorang yang memiliki figur otoritas sangat tinggi.
Saya ambil contoh lagi di Surabaya, ketika Sungai Kalimas dibersihkan, figur
otoritas yang muncul adalah Bu Risma, yang kembali terpilih menjadi Wali Kota
Surabaya.
Keberadaan
figur otoritas seperti ini, akan memudahkan informasi bisa diterima oleh
pikiran bawah sadar setiap warga. Karena itu, jika pemimpin atau figur otoritas
yang ada di daerah tidak peduli dengan kebersihan sungai, otomatis upaya untuk
membuat sungai semakin bersih juga akan semakin sulit.
Untuk
itu, sudah sepatutnya para pejabat, tokoh masyarakat, tokoh agama, guru, hingga
para orangtua, memberikan contoh dan keteladanan untuk ikut serta menjaga
kebersihan sungai. Ini merupakan cara yang mudah dan efektif sehingga warga
yang saat ini, termasuk generasi yang akan datang, senantiasa bisa menjaga
kebersihan lingkungannya.
Teknik
lain agar warga berhenti membuang sampah sembarangan adalah, dengan menunjukkan
gambaran kebahagiaan. Maksudnya seperti apa? Semakin banyak orang yang datang
dan berekreasi di sungai, bahkan mandi dan berenang di tempat itu, maka akan
semakin cepat informasi diserap pikiran bawah sadar. Saat seseorang merasa
bahagia atau senang, maka saat itulah pintu gerbang pikiran bawah sadar terbuka
lebar. Semakin banyak yang senang dengan kebersihan sungai, maka semakin mudah
pula mewujudkan kebersihan sungai tersebut.
Adalah
benar jika sang bijak berkata, tidak hanya kecerdasan intelektual yang
diperlukan dalam meraih kesuksesan. Kecerdasan spiritual dan emosional juga
sangat menentukan. Dari sisi kecerdasan spiritual, tidak ada satu pun agama
yang mengajarkan umatnya hidup kotor. Itu artinya, dari sisi ini semua manusia
sudah tahu bahwa kebersihan itu penting.
Nah,
kecerdasan emosional inilah yang memegang peranan penting. Ini yang
menyebabkan, meski sudah tahu bahwa membuang sampah di sungai tidak baik, tapi
tetap saja dilakukan. Ini karena kecerdasan emosional yang belum diasah lebih
optimal. Kecerdasan emosional ini juga letaknya didominasi pikiran bawah sadar.
Karena
itu, coba perhatikan. Mereka yang tinggal di daerah kumuh dan kurang tertata,
intensitas emosinya pun mudah terpancing. Gampang stres dan mudah marah.
Berbeda dengan mereka yang tinggal di lokasi yang bersih, rapi dan tertata,
tentu perasaan pun menjadi lebih tenang, aman, dan nyaman.
Ini
sekaligus jawaban, kenapa saat ini semakin banyak turis yang betah berkunjung
ke Bandung? Karena kotanya semakin indah dan nyaman. Sungai dipercantik, taman
kota pun semakin indah dipandang. Semua fasilitas publik dipastikan selalu
bersih. Otomatis, ini akan berpengaruh pada kecerdasan emosional warganya.
Terbukti
pula, ketika dalam putaran Liga Indonesia tim Persib Bandung menjadi juara,
para Bobotoh tak lagi merayakannya dengan hura-hura. Ridwan Kamil sudah menjadi
figur otoritas yang idenya mudah masuk ke pikiran bawah sadar warganya.
Sehingga apa pun yang disampaikan, akan diikuti. Mereka pun mampu menekan
emosinya, sehingga tetap santun dalam merayakan kemenangan.
Karena
itu, jangan pernah lelah menyuarakan kebaikan. Kebaikan yang dilakukan secara
terus-menerus, akan lebih mudah mewujudkan apa yang dicita-citakan. Mari
bersihkan lingkungan. Mulailah dari diri sendiri, dan mulailah dari sekarang.
Bagaimana
menurut Anda?
Post a Comment