foto ilustrasi, sumber: wisata sidoarjo.com |
Sore
itu, tak seperti biasanya, saya duduk santai di teras rumah. Biasanya, sore
seperti itu sudah mulai sibuk di depan laptop, menjalankan tugas memantau lalu
lintas berita di Portal Kalimantan Prokal.Co.
Saat
sedang santai di teras itulah, seorang pedagang sandal dan sepatu yang sedang
jalan kaki sembari membawa tas penuh barang dagangan, langsung masuk rumah.
Maklum, pagar rumah sedang terbuka lebar. Dengan wajah tampak kelelahan dan
tubuh nyaris terhuyung, dia buru-buru menaruh barangnya di teras rumah, dan
memohon izin untuk numpang duduk istirahat.
Melihat
kondisi itu, jelas saya persilakan duduk di sebelah saya, sama-sama di teras,
melantai. Saya minta istri membuatkan segelas kopi, serta membawa air mineral.
Sembari duduk santai, pria asal Pelabuhan Ratu – Jawa Barat, belakangan dia
menyebut namanya, Farid, sama sekali tidak menawarkan barang dagangannya.
Dia
hanya mengeluh panasnya cuaca, dan menyampaikan baru berjualan dari kawasan Pasar
Pagi, ke arah Proklamasi. Ini sangat jauh, apalagi dia berjalan kaki. Farid
jelas tidak berbohong. Dari nafasnya yang masih tersengal dan tidak teratur,
menunjukkan dirinya memang sangat lelah.
“Punggung
saya kadang sampai berdarah pak,” ucapnya sembari menunjukkan bagian
punggungnya. Jelas saja, tas penuh dagangan itu beratnya saya taksir lebih dari
30 kg. Penuh sandal dan sepatu.
Sebelum
sampai di rumah saya, dia mengaku baru laku satu pasang. Jujur, saya memang
sering mendengar keluhan pedagang sepatu seperti ini. Baru laku satu, atau
bahkan belum ada laku. Ini biasanya kalau ada yang mampir di kantor. Namun,
entah sore itu, saya merasakan vibrasi yang beda. Saya merasa Farid memang
jujur, dan saya benar-benar nyaman diskusi dan ngobrol dengan Farid. Padahal, 10
menit sebelumnya juga ada sales yang menawarkan sesuatu, namun saya merasa
kurang nyaman.
Laki-laki
yang bahasa Sundanya cukup kental ini kemudian bercerita, terpaksa keluar dari
pondok pesantren di Gentur – Cianjur, karena ayahnya meninggal. Padahal, sudah
10 tahun dia mondok di tempat itu. Ingin kerja, belum ada pengalaman. Mau tidak
mau, mencoba mengadu peruntungan dengan berjualan sandal sepatu.
Usai
dia menceritakan semua latar belakangnya, termasuk keluarganya, saya pun
menyampaikan kepada Farid, bahwa saya dulu juga pernah berdagang asongan.
Keliling jualan koran di Surabaya, termasuk pernah berjualan alat pijat dari
kayu, serta jualan air PDAM menggunakan jeriken dan gerobak. Semua juga saya
lakoni karena bapak saya juga meninggal sejak saya baru masuk SMP kelas 1.
Farid menyimak apa yang saya sampaikan. Saya sampaikan kepada Farid, berdagang
apa pun tak masalah, yang penting dia harus tetap memiliki impian untuk sukses
dan berhasil.
Dengan
nyaman, saya sampaikan materi-materi penting tentang teknologi pikiran serta prinsip
sukses Quantum Life Transformation (QLT).
“Beneran
pak, baru kali ini saya bisa dengar ilmu begini. Jarang-jarang saya diajak
orang ngobrol seperti ini,” tuturnya sembari terus menyimak.
Saya
sampaikan, bahwa apa yang ia lakukan adalah bekerja keras. Saya kemudian
menyarankan pria berusia 23 tahun ini untuk mulai bergeser ke bekerja cerdas,
serta mulai menggunakan kekuatan pikiran. Kekuatan Allah, jelas sudah pasti.
Sebagai alumni pesantren, dia mengaku tak pernah meninggalkan salat. Karena itu,
tinggal bagian diri Farid dan pola pikirnya yang ditingkatkan.
Dengan
singkat, saya berikan teknik law of attraction (LoA), bagaimana cara menarik
impian. Farid merasa nyaman, dan dia pun yakin bisa mencapai impiannya itu.
Banyak
sekali obrolan yang terjadi, hingga tak terasa waktu menjelang maghrib. Tak
lupa, saya membeli sepasang sandal, mengingat sandal yang saya pakai memang
sudah tipis.
Terima
kasih ya Farid, saya juga bisa belajar dari kerja keras yang sudah kamu
lakukan. Saya juga mendapat pelajaran betapa pentingnya bersyukur atas apa yang
sudah diraih selama ini.
Semoga
kelak, bisa bertemu kembali dengan Farid yang berbeda. Farid yang sudah
mencapai impiannya, dan sudah menjalani pekerjaan dengan pola bekerja cerdas.
Aamiin. (*)
Post a Comment