Berharap
kenyamanan ketika naik taksi, yang ada malah semakin kurang nyaman karena
disuguhi beragam keluhan. Pernahkah Anda merasakan hal yang sama? Padahal, keluhan
inilah yang secara tidak sadar menjadikan taksi semakin lama semakin
ditinggalkan.
Keluhan
apa yang kini sering disampaikan pengemudi taksi? Apalagi kalau bukan persoalan
persaingan dengan jasa layanan online seperti Go Car, Grab Car atau Uber.
Belum
lama ini, ketika mendapat tugas ke Jakarta, saya sempat beberapa kali naik
taksi. Tujuannya hanya satu, untuk mengecek soal keluhan ini. Sebab, beberapa
kawan dan sahabat, kerap mengeluhkan hal ini.
“Sekarang
ngga nyaman naik taksi, isinya keluhan melulu,” ucap seorang kawan.
Ternyata
benar saja, tiga kali saya naik taksi, ketiganya mengeluhkan soal sulitnya
bersaing dengan layanan taksi online. “Makin sepi pak. Beberapa teman malah
berhenti jadi sopir taksi, memilih jadi sopir online,” ucap salah satu
pengemudi.
Disadari
atau tidak, keluhan yang dilontarkan pengemudi ini tak ubahnya energi negatif
yang akan berpengaruh pada kenyamanan penumpang. Ingat, tidak ada hak dari
sopir untuk menumpahkan ‘sampah’ berupa keluhan itu kepada penumpang yang
nyata-nyata membutuhkan jasa dan kenyamanan. Beda halnya jika obrolan itu
dimulai oleh sang penumpang, misalnya dengan sengaja bertanya soal dampaknya
setelah muncul layanan online. Jika itu yang terjadi, silakan saja sampaikan
semua unek-uneknya. Kenapa? Karena penumpang mengizinkan menerima ‘sampah’
keluhan tersebut.
Jika
keluhan ini terus-menerus disampaikan sang pengemudi taksi, sudah pasti yang
didapatkan adalah penumpang yang semakin merosot tajam. Energi negatif itulah
yang membuat penumpang tidak nyaman. Apalagi, dari sisi armada, ada saja
pengemudi yang cuek dengan membiarkan mobilnya kotor dan bau kurang sedap. Jadilah
energi negatif itu bertumpuk menjadi satu.
Persaingan
jelas tidak bisa dihindari. Pilihannya hanya dua, bertempur habis-habisan, atau
mati digilas perubahan. Bagi pengemudi yang berani menghadapi tantangan, musim
layanan online ini jelas menjadi peluang tersendiri. Saya menemukan fakta salah
satu pengemudi mobil online, berani keluar dari pekerjaannya sebagai sopir.
Hasil menguras tabungannya, serta menjual beberapa barang berharganya, digunakan
untuk uang muka membeli sebuah mobil bekas yang masih bagus. Mobil inilah yang
kemudian dijadikan layanan taksi online. Hasilnya jelas lebih besar. Selain
bisa membayar cicilan mobil, uang yang dibawa pulang lebih menjanjikan.
“Biasanya,
sehari paling besar bawa pulang uang 80 ribu. Sekarang sehari bisa 200 ribu
sampai 300 ribu. Itu sudah bersih. Lagi pula nanti mobil ini bisa jadi punya
sendiri. Bertahun-tahun saya jadi sopir taksi, ngga pernah punya mobil,”
tuturnya.
Jawaban
yang diberikan pengemudi layanan mobil online ini jelas lebih positif. Mendengar
kisahnya jelas lebih bersemangat dan memberikan inspirasi ketimbang mendengar
keluhan.
Kembali
ke layanan taksi argo, tidak ada pilihan lain untuk bersaing dengan lebih
maksimal. Kenapa konsumen banyak beralih ke jasa mobil online? Karena faktanya
lebih nyaman dan tidak ada keluhan. Sopir taksi harus menghentikan keluhan ini
dan mulai berpikir lebih positif, dan meningkatkan layanan. Dalam kondisi apa
pun, tetap gunakan argo resmi dan standar senyum, sapa, dan salam perlu
ditingkatkan. Sebab yang terjadi kadang sebaliknya. Saat kondisi tertentu, tak
sedikit sopir taksi yang menolak pakai argo dan minta sistem borongan. Kalau
sudah begini, bukankah lebih mudah mencari jasa layanan mobil online.
Soal
kenyamanan, layanan mobil online juga tidak diragukan. Kenapa? Begitu konsumen
memesan layanan dan mendapat pengemudi, secara otomatis konsumen mendapat nama
dan nomor telepon sang pengemudi. Jika terjadi sesuatu, seperti barang
tertinggal, maka tinggal menghubungi sopir yang bersangkutan.
Bandingkan
dengan taksi, yang kadang konsumen lupa dengan nama pengemudinya. Begitu juga kode
armada yang menggunakan kombinasi huruf dan angka, jelas sangat sulit diingat.
Jika terjadi sesuatu, sangat sulit melacak pengemudi yang bersangkutan.
Hal
lain, layanan mobil online tarifnya lebih murah. Ketika kondisi macet, argometer
pada taksi akan terus menyala dan tagihan akan semakin bengkak. Bandingkan
dengan layanan mobil online. Yang dihitung hanya jaraknya. Tak peduli macet
atau tidak, yang dibayarkan tetap sama. Kalau pun pada jam tertentu ada tambahan
biaya, tetap lebih kompetitif ketimbang taksi argo. Bukankah ketentuan tarif
ini sebenarnya masih bisa direvisi? Jika tidak, jangan salahkan konsumen jika
keberadaan taksi akan semakin dilupakan.
Bagaimana
menurut Anda?
Post a Comment