Tentu semua sudah tahu, bahwa urusan rezeki, jodoh,
apalagi maut, adalah hak veto Yang Maha Kuasa. Apa pun yang terjadi, harus
sesuai keputusan dan kehendak-NYA. Namun, apakah keputusan itu sudah mutlak dan
tidak bisa berubah?
Nah, dalam Alquran disebutkan, Allah tidak akan
mengubah nasib suatu kaum, sebelum mereka sendiri mengubah apa yang ada di
dalam dirinya. Ini membuktikan, bahwa keputusan Sang Maha Adil masih bisa
diutak-atik, bergantung pada niat dan tekad dari umatnya
Semua memang terserah Sang Maha Pencipta. Sebagai
manusia, hanya bisa menerima kondisi apa adanya. Semua terjadi selalu atas ketetapan
dari Sang Maha Kuasa. Tapi ingat, bukankah manusia juga harus tetap berikhtiar?
Ilustrasi sederhana, ada seorang karyawan baru,
tugasnya sebagai pesuruh. Maklum, dia hanya lulusan sekolah dasar (SD).
Setidaknya dia masih bisa baca tulis. Kantor tempatnya bekerja, tentu
mensyaratkan ijazah tertentu bagi yang menduduki salah satu jabatan atau posisi
khusus.
Lantas, apakah karyawan yang lulusan SD itu hanya akan
menjadi pesuruh selamanya? Jawabannya, bisa iya bisa tidak. Kalau hanya pasrah,
ya otomatis tidak akan ada perubahan. Bukankah di atas tulisan ini sudah
dituliskan, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum mereka sendiri
mengubah apa yang ada di dalam dirinya.
Jika pesuruh ini sangat rajin mengerjakan tugasnya,
hasil kerjanya maksimal dan bersih, tentu atasannya akan sangat puas. Boleh
jadi, gajinya akan lebih besar dari karyawan lainnya yang levelnya sama. Belum
lagi jika karyawan ini kemudian selalu membaca buku di sela waktu senggangnya.
Kemudian mengikuti program paket B, paket C, hingga kemudian kuliah di
Universitas Terbuka.
Jika itu dilakukan oleh sang karyawan, apakah nasibnya
akan sama? Bukankah
dia sudah benar-benar berikhtiar dan berusaha untuk
mengubah nasibnya. Kalau sudah seperti ini, bukankah atasannya juga bisa
berubah pikiran? Setidaknya, jika atasannya tetap mempekerjakan dia sebagai
pesuruh, tentu karyawan ini dengan leluasa bisa keluar dan mencari pekerjaan
lain yang lebih baik, toh dia sudah mengantongi ijazah.
Bagaimana jika dia tetap lulusan SD, tidak sekolah
lagi, tapi meningkatkan kemampuannya dalam hal lain? Ya tetap akan ada
perubahan. Kenapa? Karena dia memiliki kemauan untuk berusaha, meningkatkan
kapasitas dan pengetahuannya.
Saat saya mendapat amanah mendirikan sebuah perusahaan
media cetak baru di Berau, Kalimantan Timur, ada satu karyawati yang cukup lama
bertahan hingga sekarang. Tugasnya menjaga kebersihan kantor. Karena memang
hasil kerjanya baik dan maksimal, bahkan para direksi yang datang kerap memuji
kebersihan kantor, wajar jika kemudian karyawan ini diberikan penghargaan. Akhir
Oktober ini, diajak nonton bareng Moto GP di Sepang – Malaysia. Bagi karyawan
ini, awalnya merasa tidak yakin dan tidak mungkin. Namun, dia tidak sadar sudah
melakukan ikhtiar dengan bekerja baik, sehingga ‘proposal’ itu diterima dan
disetujui dalam bentuk penghargaan tadi.
Mungkin bagi sebagian orang, nonton Moto GP di Sepang
bukan hal yang istimewa. Namun bagi sebagian yang lain, mimpi ke luar negeri
saja sama sekali tidak berani.
Di kantor tempat saya bekerja, tak sedikit karyawan
yang awalnya tugasnya sebagai cleaning service, atau sekuriti, namun karena keinginan
belajarnya sangat kuat, kemudian bisa dimutasi ke posisi lain. Ada yang menjadi
desainer, marketing, bahkan ada yang jadi kepala divisi. Kenapa bisa terjadi?
Karena secara sadar dia memang berniat meningkatkan kapasitasnya. Ada lagi yang
memanfaatkan waktunya untuk kuliah lagi, hingga lulus sarjana, bahkan kini
melanjutkan lagi ke jenjang pascasarjana.
Apa yang disampaikan di atas, adalah upaya sadar untuk
meningkatkan kemampuan dan kapasitas. Namun jangan lupa, semua upaya itu tentu
harus mendapat persetujuan Yang Maha Kuasa. Itulah pentingnya mengirim ‘proposal’
kepada Sang Maha Pemberi Hidup. Bagaimana caranya? Di antaranya adalah dengan
menulis impian. Menulis impian jangka pendek satu tahunan dan jangka panjang di
atas lima tahunan, adalah salah satu upaya mengirim proposal kepada Sang Maha
Kuasa.
Agar proposal itu disetujui, ya harus diikuti upaya
yang sudah disebutkan di atas, meningkatkan kemampuan, wawasan, dan terus
belajar dan belajar. Jangankan kepada Sang Khalik, mengirim proposal kepada
perusahaan pun harus dilampirkan seberapa kapasitas dan kemampuan yang
dimiliki. Jika tidak, bagaimana mungkin proposal bisnis yang diajukan bisa
disetujui?
Maka dari itu, tunggu apa lagi? Yuk, tulis proposal sekarang
juga. Ambil kertas putih polos, kemudian tuliskan dengan tangan. Proses
penulisan dengan tangan ini agar semua bagian tubuh meresponse apa yang sedang
dituliskan dan masuk ke pikiran bawah sadar. Sehingga semua bagian diri ikut
mendukung impian yang dituliskan.
Lembaran 2016 akan berakhir dalam hitungan bulan. Tidak
ada salahnya mulai melakukan evaluasi terhadap apa yang sudah terjadi sepanjang
tahun ini. Hasil evaluasi itu akan menjadi bahan kajian untuk menyusun proposal
impian 2017 mendatang.
Mari menyusun impian, semoga masa depan bisa diraih
dengan mudah dan nyaman. Demikianlah kenyataannya. (*)
Post a Comment