“Ayo, targetnya tinggal sedikit lagi. Kalau bisa
mencapai ini, kita semua bisa lebih bahagia. Bisa menyenangkan keluarga,” kata
seorang leader sebuah multilevel marketing (MLM). Sekilas, kalimat ini memang
sangat membakar semangat dan sungguh memotivasi. Namun ada satu hal yang
terlewatkan. Apa itu? Ya, leader ini secara tidak sadar sudah mematok syarat
agar bisa bahagia, agar bisa sukses. Sukses dan bahagia, menurut dia, harus ada
syaratnya yaitu mencapai target dan mendapat penghasilan tertentu.
Padahal, bahagia itu seharusnya tanpa syarat apa pun.
Anda bisa bahagia kapan pun, di manapun, bersama siapa pun. Karena bahagia itu
diciptakan, dan tidak perlu pakai syarat apa pun. Jika sudah terbiasa mematok
syarat untuk bahagia, maka selama syarat itu tidak terpenuhi, maka bahagia
tidak akan pernah didapatkan.
Bagi yang sudah akrab dengan bisnis MLM atau berada di
sebuah tim jaringan bisnis, memang seringkali harus dikejar target dan
terus-menerus dipacu agar bisa mencapai poin yang diinginkan. Ibarat mobil,
motivasi tadi adalah gasnya. Downline atau anggota jaringan terus menerus digas
dengan harapan agar timnya bisa melesat seperti mobil balap.
Umumnya, ada yang dilupakan dalam proses memotivasi
ini. Leader terus mendorong dan mendorong jaringannya terus-menerus dengan
mengabaikan perasaan downline-nya. Leader mengabaikan hambatan dalam diri
masing-masing downline-nya. Alih-alih
ingin membuat jaringannya jalan, akhirnya malah terhambat dan macet. Kenapa
bisa seperti ini? Ibarat mobil, biasanya yang dilupakan adalah melepas rem
tangan (handbrake) yang harus dinetralkan dulu sebelum mobil dijalankan.
Bagaimana mungkin mobil bisa digas dan melaju kencang selama rem tangan ini
belum dilepas?
Nah, umumnya bisnis berjaringan ini mandek atau
tersendat justru gara-gara sikap leader-nya
sendiri yang membuat tidak nyaman. Leader
hanya memotivasi tapi tidak membantu jaringannya untuk mengatasi hambatan atau
melepas rem tangan tadi. Belum lagi cara memotivasi leader yang kurang tepat,
misalnya lebih banyak pamer harta benda yang sudah didapatkan, tanpa
memperdulikan perasaan jaringannya.
“Dasar orangnya aja yang malas. Sudah dimotivasi tetap
juga ngga jalan,” begitu salah satu leader
menyampaikan alasannya.
Coba cek apa jawaban jaringannya? “Malas dengerin
omongannya, ngga enak banget. Bukan memotivasi malah sering menjatuhkan, suka
membanding-bandingkan. Setiap orang kan punya harga diri juga. Mana ada yang
suka dibanding-bandingkan. Kemampuan setiap orang beda-beda,” jelas salah satu
peserta bisnis berjaringan.
Dari dua pernyataan di atas, jelas sudah ada miskomunikasi.
Sudah ada perasaan tidak nyaman yang akhirnya membuat bisnis jaringan
tersendat. Hambatan inilah yang patut dibereskan dulu. Jika sudah dibereskan,
yakinlan bisnis akan berjalan nyaman. Kenapa? Karena leader sudah tahu
bagaimana cara membimbing jaringannya dengan nyaman, sementara donwline juga
tidak lagi merasa jengkel dengan leadernya.
Bagaimana menurut Anda?
Post a Comment