Di
antara banyaknya berita yang bertebaran, saya sangat tertarik dengan mahalnya
harga cabai. Bahan baku pemberi rasa pedas ini memang sudah sangat akrab dan
lekat bagi rakyat Indonesia. Bahkan, tak sedikit daerah di Indonesia yang
dikenal memiliki keunggulan kuliner dengan rasa pedas.
Bahkan,
ada pula warung atau rumah makan yang memiliki keunggulan juga dari sisi pedas.
Hingga dalam mengukur pedasnya makanan, diberi level tertentu. Ini membuktikan,
penggemar rasa pedas di Tanah Air memang seabrek.
Lantas,
bagaimana dengan harga cabe yang mahal? Tiba-tiba saja rasa pedas seolah
menghilang di lidah. Warung menjadi ‘pelit’ memberikan sambal. Bahkan pedagang
kaki lima dengan berani memohon penggemar pedas untuk mengurangi konsumsi
sambal yang disiapkan, karena mahalnya benda yang satu ini.
Saya
mencoba mengulas hal ini dari sisi teknologi pikiran. Benarkah selera makan
hilang hanya karena kurang pedas? Sahabat, enak tidaknya makanan, bergantung
pada emosi yang disematkan pada setiap makanan. Bagi Anda yang penggemar rasa
pedas, coba diingat, kapan pertama kali makan pedas? Adakah bayi yang baru
lahir langsung makan makanan yang pedas? Tentu tidak. Seseorang suka dengan
makanan pedas tentu melalui proses. Termasuk level kepedasan yang disukai pun
pasti tumbuh bertahap.
Nah,
ketika menjalani proses menikmati sensasi rasa pedas inilah, pikiran bawah
sadar menyimpan emosi muncul. Ketika Anda sangat suka dan menikmati rasa pedas
ini, maka pikiran bawah sadar akan mengunci rasa itu, dan akan ‘menagih’
perasaan yang sama ketika sedang makan.
Sebaliknya,
ketika makan pedas kemudian terjadi sesuatu yang negatif pada tubuh dan
mengatakan kapok, maka pikiran bawah sadar pun akan dengan tegas meminta
berhenti mengonsumsi cabai secara berlebihan.
Kebetulan,
saya meletakkan rasa pedas ini pada posisi netral. Jika pedas, ya dimakan saja.
Sebaliknya, jika tidak ada rasa sama sekali, jika tidak masalah. Ini sama
dengan dahulu yang suka minum minuman manis. Setelah dibiasakan meminum air
mineral serta minuman yang tidak manis, juga biasa saja.
Di
awal, ketika rasa pedas hilang karena cabai mahal, pikiran bawah sadar tentu
akan ‘menagih’ dan menuntut agar kebutuhannya akan rasa pedas dipenuhi. Namun,
jika Anda biarkan dan tanamkan bahwa makanan tidak pedas pun tetap nikmat, maka
pikiran bawah sadar pun perlahan pasti melakukan perintah itu.
Semua
rasa, sejatinya netral. Emosi yang tersemat di setiap rasa itulah yang
membuatnya berbeda. Semua bergantung dari diri Anda sendiri untuk memutuskan
emosi apa yang ingin disematkan pada setiap rasa. Termasuk
di antaranya, rasa “yang dulu pernah ada”. He he he.
Bagaimana
menurut Anda?
Post a Comment