Kalangan
pengusaha, masih dibuat pusing dengan ketentuan tax amnesty alias pengampunan
pajak. Alih-alih memberikan kelonggaran, justru pengampunan pajak ini dianggap
sesuatu yang memusingkan di tengah kondisi ekonomi yang sedang galau berat.
Sementara
itu, pemerintah pun mau tidak mau tetap harus menjalankan amanah undang-undang
yang kadung ditetapkan. Isu awal tax amnesty untuk menarik dana dari luar,
malah berkembang liar menjadi upaya menjerat semua warga negara untuk membayar
pajak.
Namun,
bukan kapasitas saya mengomentari dan mencermati persoalan pajak ini. Biarlah
ini menjadi domain para petugas pajak dan para pengusaha. Sebab, dari sisi
teknologi pikiran yang sedang saya dalami dan pelajari hingga saat ini, tax
amnesty sepertinya akan gagal total selama setiap individu di negara ini belum
melakukan personal amnesty, alias pengampunan terhadap diri sendiri.
Lantas,
apa sebenarnya personal amnesty? Ya, kalau dalam agama, personal amnesty ibaratnya
adalah pengakuan dosa alias pertaubatan. Bukankah selama berusaha, mungkin ada
saja kesalahan yang dilakukan kalangan pengusaha, atau para wajib pajak, baik
disengaja maupun tidak disengaja.
Harus
diakui, di setiap diri para pengusaha maupun wajib pajak, saat ini sedang
terjadi konflik diri. Di satu sisi, ada bagian diri yang ingin patuh dan
membayar semua kewajiban pajak, dan ingin mengikuti tax amnesty. Namun
ternyata, ada bagian diri yang lain, tidak rela dan tidak bersedia mengikuti
tax amnesty ini.
“Ngapain
bayar pajak, nanti uangnya dikorupsi sama Gayus.” Atau ada bagian diri lain
yang mengatakan, “kenapa harus aku. Itu para pengusaha yang lebih besar, kenapa
tidak ditagih pajaknya?”
Banyak
lagi kalimat lain yang muncul, yang intinya merupakan protes dari bagian diri
yang enggan membayar pajak. Tidak diketahui, apakah bagian diri yang protes ini
adalah bagian yang memegang sikap rakus, atau yang memegang perasaan apatis terhadap
negara. Sehingga, tidak rela membayar pajak atau mengikuti tax amnesty.
Padahal,
sekali lagi, pasti ada bagian diri lain, yang berkata dengan lirih dan lemah
lembut, mengajak diri untuk ikut program ini, demi kebaikan dan masa depan.
Nah,
itulah kenapa setiap orang perlu melakukan personal amnesty. Setiap orang,
terutama para wajib pajak, harus berdamai dengan dirinya sendiri terlebih
dahulu. Semua bagian diri dari para wajib pajak, harus bulat dan utuh mengikuti
proses pengampunan pajak ini. Jika tidak, konflik batin yang terjadi membuat
para pengusaha semakin tidak nyaman, dan akibatnya bisnisnya pun terganggu.
Tanyakan
kepada bagian diri yang enggan membayar pajak atau enggan ikut tax amnesty,
bukankah tidak patuh dengan negara sama halnya dengan mencuri hak negara? Kalau
sudah begitu, apa bedanya diri yang enggan membayar pajak ini dengan mereka
yang korupsi uang pajak? Tentu tidak ada bedanya, kecuali soal berapa besaran
uang yang menjadi objeknya.
Maka,
sekali lagi, sebagai warga negara Indonesia yang baik, mari ajak semua bagian
diri Anda untuk menyatu dan bersedia mendukung program ini. Jika semua sudah
sepakat dan mendukung, rasakanlah, Anda pun bisa mengikuti program pengampunan
pajak ini dengan lega.
Sebab,
jargon “ungkap, tebus, dan lega” tidak akan terwujud jika masih ada bagian diri
yang tidak mendukung program ini. Satu saja bagian diri tidak mendukung, yang
ada hanya perasaan ‘dongkol’, bukan lega. Karena lega, hanya bisa dirasakan jika semua
bagian diri bersedia mendukung dan menjalankan sepenuhnya program pemerintah
tersebut.
Bagaimana
menurut Anda? (*)
Post a Comment