Berapa
usia Anda saat ini? Lalu, sepanjang berada di dunia ini, sudah berapa kali Anda
berterima kasih kepada tubuh Anda sendiri? Kedengarannya memang aneh. Tapi,
tentu tidak ada salahnya jika berterima kasih kepada tubuh Anda yang sudah melakukan
banyak hal. Inilah salah satu wujud syukur nyata atas kehidupan yang sedang
Anda jalani.
Coba
dibayangkan, sejak berada di dalam rahim ibu, semua organ tubuh yang tumbuh dan
terbentuk, terus-menerus bekerja tanpa henti. Jam dinding masih ada macetnya,
Anda pun masih ada tidurnya. Namun organ tubuh Anda terus-menerus melakukan
aktivitasnya secara otomatis.
Bisa
dipastikan, jika ada organ yang berhenti sekejap saja melakukan aktivitasnya,
maka semua sistem tubuh akan terganggu. Maka, sangat tidak elok jika membiarkan
tubuh sampai ngambek alias sakit.
Sekadar
mengingat masa lalu. Dulu, di awal-awal menjadi wartawan, saya sangat produktif
sekali. Liputan apa pun saya sambar. Merasa muda dan enerjik, semua saya
kerjakan. Saya pun bangga dengan kondisi itu, dan tentu perusahaan tempat saya
bekerja sangat menyukainya.
Bahkan
suatu ketika, staf penarik berita bertanya kepada saya. “Kamu ngetik berita pakai
tangan kan?” tanyanya. Saya pun kaget dengan maksud pertanyaannya itu. Saya jawab,
sudah tentu pakai tangan. Saya sendiri tidak menyangka, ternyata ketika itu,
dalam satu hari, saya sudah membuat dan mengirimkan 13 berita. Dari mulai
berita olahraga, politik, pemerintahan, hingga berita kriminal.
Ya,
namanya juga sedang semangat, terus-menerus bekerja, tak peduli pagi, siang,
malam, bahkan dini hari. Sampai-sampai, tetangga pun bertanya-tanya, apa yang
saya kerjakan, karena jarang berada di rumah.
Jujur, ketika itu sejatinya tubuh saya sering ngambek.
Punggung terasa sakit, bahkan mudah terkena flu. Hingga puncaknya, mata pun tak
bisa diajak kompromi ketika saya masih dalam perjalanan dari Tenggarong ke
Samarinda menggunakan motor. Mata sempat menutup beberapa detik, hingga membuat
motor yang saya kendarai menabrak tumpukan material batu yang sedianya untuk
perbaikan jalan di kawasan Desa Bukit Pinang.
Saya
terpental. Entah bagaimana kejadiannya. Sebab saya tidak sadarkan diri. Begitu
sadar, kepala saya sudah berada di pangkuan seorang ibu. Usianya sedikit lebih
tua dibanding ibu kandung saya. Berkali-kali dia menepuk pipi saya agar segera
sadar.
Tubuh
saya pun dikerumuni banyak orang. Mata saya tak bisa melihat dengan jelas.
Rupanya, kaca mata saya pecah, sehingga sengaja dilepas. Beruntung, ketika itu
saya sudah mengenakan film full face, walau saat itu belum ada ketentuan untuk
mengenakan helm standar seperti sekarang ini.
Tidak
ada cedera yang mengkhawatirkan di bagian kepala. Namun, setelah di rumah
sakit, tulang selangka sebelah kiri saya retak, akibat terkena benturan stang
motor. Tak ingin dioperasi, saya memilih penyembuhan alternatif yakni diurut di
Berau. Hanya satu minggu, tulang retak itu bisa kembali normal.
Bagi
saya, itu merupakan teguran keras dari tubuh agar tidak menzalimi mereka. Sejak
kejadian itu, saya bekerja sesuai kemampuan. Setiap kali ingin mengerjakan
sesuatu, selalu saya izin dengan tubuh saya sendiri. Ketika perasaan nyaman,
maka saya pun mengerjakannya. Jika tidak, maka saya biasanya mengatur jadwal
untuk diundur atau meminta bantuan rekan lain untuk mengerjakannya. Yang penting,
tugas pokok saya tetap terpenuhi.
Setelahnya,
tak lupa selalu menyampaikan ucapan terima kasih kepada tubuh yang selalu
berfungsi dengan sehat. Karena itu, tidak ada salahnya, sebelum beristirahat
pada malam hari, ucapkan terima kasih kepada triliunan sel di dalam tubuh yang
sudah bekerja tanpa henti sejak kita terlahir di dunia ini.
Alhamdulillah
atas semua organ tubuh yang memelihara hidup, menyaring, membersihkan, hingga
memperbaharui segala hal yang ada di dalam tubuh. Semua bekerja tanpa henti dan
tanpa menunggu perintah. Yakinlah, saat berterima kasih kepada mereka semua,
maka sejatinya mereka akan senang dan akan melakukan aktivitasnya lebih baik
lagi.
Demikianlah
kenyataannya. (*)
Post a Comment