Endro (kiri) dan Ediyar Miharja (kanan) |
Berprofesi di bidang medis atau kesehatan memang gampang-gampang
mudah. Apalagi dalam hal berhadapan dengan pasien atau masyarakat awam, memerlukan
kesabaran ekstra. Jika tidak, urusannya bahkan bisa sampai meja hijau.
Hal itu disampaikan dr H Andi Sofyan Hasdam SpS, dokter
spesialis syaraf yang juga mantan wali kota Bontang. Ia berbicara dalam Seminar
Hukum Kesehatan di Pendopo Bupati Kutai Kartanegara, Tenggarong, Kutai
Kartanegara - Kalimantan Timur, Sabtu (23/3/2019) tadi.
Sofyan Hasdam yang kini juga dikenal sebagai politisi dari
Partai NasDem ini menyampaikan, banyak hukum kesehatan yang perlu direvisi. “Persoalannya,
tidak banyak dokter atau ahli medis yang duduk di parlemen. Itulah yang
mendorong saya ikut maju dan berharap bisa memberikan penekanan pada bidang
hukum kesehatan,” sebutnya.
dr H Andi Sofyan Hasdam SpS |
Salah satu jebakan yang kerap menakutkan tenaga medis dan
tenaga kesehatan adalah pasal 359 KUHP. Dalam pasal itu disebutkan, “Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan
matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan
selama-lamanya satu tahun”.
“Padahal sudah ada hukum kesehatan yang melindungi profesi
tenaga medis dan tenaga kesehatan. Tapi karena pasal KUHP ini, bisa menyebabkan
profesi tenaga medis dan tenaga kesehatan terjerat hukum,” bebernya.
Sofyan Hasdam menyampaikan, hal paling utama perlu diperhatikan
para tenaga medis dan kesehatan adalah, komunikasi dengan baik terhadap pasien.
“Sampaikan semua dengan detail dan jelas. Jangan sampai di kemudian hari muncul
tuntutan dari pasien,” ujarnya.
Sebagai contoh, terkadang ada pasien yang ingin tahu hasil
pengukuran laboratorium atau pengobatan. Tenaga medis terkadang enggan
menyebutkan isi rekam medis tersebut. “Rekam medis memang milik rumah sakit,
tapi isinya milik pasien. Pasien berhak tahu apa isi rekam medis itu,”
pesannya.
Dalam seminar hukum kesehatan itu, dihadirkan pula pembicara
nasional DR dr M Nasser SpKK FINSDV.D.Law, yang juga anggota Komisi Polisi
Nasional (Kompolnas). M Nasser menyampaikan beberapa contoh kasus yang menjerat
para tenaga medis maupun tenaga kesehatan.
“Semoga hal tersebut tidak terjadi lagi. Semua seharusnya
berhati-hati,” sebutnya. Untuk itu, ia mengingatkan agar semua kembali pada
kode etik profesi, dan selalu mengedepankan standar layanan di fasilitas
kesehatan.
Dua pembicara lain yang juga dihadirkan adalah praktisi
akademisi Universitas Mulawarman Samarinda, Ns Ediyar Miharja, Skep SH MH serta
ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Timur, Endro S Efendi, SE,
CHt, CT, CPS yang juga seorang praktisi hipnoterapis klinis.
Ediyar berbicara banyak tentang kiat tenaga kesehatan dan
tenaga medis menghindari sanksi etik dan hukum. Sementara Endro berbicara
mewakili pandangan masyarakat terhadap hukum kesehatan di fasilitas kesehatan.
Seminar hukum kesehatan yang berlangsung sehari penuh itu
diikuti ratusan tenaga medis dan tenaga kesehatan. Dari mulai dokter, perawat,
bidan, apoteker, ahli farmasi, ahli kesehatan masyarakat, ahli laboratorium
hingga hipnoterapis. (*)
Post a Comment