Setiap 17 Agustus adalah momen istimewa bagi
bangsa Indonesia. Sebab pada tanggal itulah, 74 tahun lalu, bangsa ini
menegaskan lepas dari segala bentuk penjajahan dan menginjak era kemerdekaan. Lantas
apa makna kemerdekaan tersebut bagi diri sendiri?
Jika boleh berpendapat, momen inilah saat
tepat untuk segera merdeka juga dari masa lalu. Kenapa? Karena masa lalu adalah
salah satu bentuk penjajahan bagi diri sendiri yang sangat merusak pikiran, dan
berpotensi menghambat kemajuan setiap individu.
Penyanyi Idul Daratista pun sudah
mengingatkan. “Masa lalu… biarlah masa lalu…, jangan kau ungkit, jangan
ingatkan aku…” Demikian lirik lagunya berjudul Masa Lalu.
Masa lalu adalah beban berat yang harus
segera dilepas. Jika tidak, jangan heran jika perjalanan hidup seolah tersendat
dan sulit meraih impian yang diharapkan.
Setiap orang tentu memiliki masa lalu.
Baik atau buruk, masa lalu telah memberikan banyak makna dalam kehidupan
sekarang dan yang akan datang. Bagi sebagian orang, ada saja yang sulit melepas
masa lalunya. Apalagi jika kejadian di masa lalu itu berisi emosi dengan
intensitas yang sangat tinggi. Otomatis, masa lalu yang seperti ini hanya akan
menjadi beban dan membuat seseorang sulit memikirkan masa depan.
Apakah tidak boleh mengingat masa lalu?
Tentu saja bukan tidak boleh. Namun, jika terlalu sering melihat masa lalu,
otomatis masa depan tidak kebagian energi sama sekali. Ini ibarat mengemudi
mobil. Bayangkan jika saat mengemudi mobil, yang lebih banyak dilihat adalah
spion, bukan kaca utama bagian depan. Tentu saja risiko mengalami kecelakaan,
sangat tinggi.
Kaca utama di depan ibaratnya adalah masa
depan. Sementara kaca spion baik di sebelah kiri maupun kanan serta tengah,
adalah gambaran dari masa lalu.
Saat mengemudi, tentu sesekali perlu juga
melihat kaca spion, untuk mengantisipasi ada atau tidaknya hambatan dari bagian
belakang mobil.
Begitu pula saat merancang masa depan,
sesekali juga diperlukan untuk melihat masa lalu, hanya sebagai pengalaman
berharga dan sekadar untuk diambil hikmahnya. Sehingga jika di masa lalu pernah
mengalami kegagalan atau kesalahan dalam melakukan sesuatu, maka di masa depan
tidak akan terjadi lagi.
Fakta nyata, di ruang praktik hipnoterapi,
saya cukup banyak menemukan masalah yang berhubungan dengan masa lalu. Begitu
banyak klien menyimpan emosi yang sangat tinggi dengan masa lalunya. Dendam,
sakit hati, trauma, kecewa, adalah emosi yang kerap menyertai masa lalu dari
klien saat menjalani sesi hipnoterapi.
Disadari atau tidak, energi masa lalu yang
terlampau besar hanya akan menguras energi kita setiap hari. Seseorang menjadi
malas memikirkan masa depan, bahkan malas memikirkan diri sendiri. Hidup dengan
masa lalu, sama halnya memikul beras satu karung di pundak. Bisa dibayangkan,
beratnya hidup jika harus memikul beban yang cukup berat seperti itu.
Lantas, kalau beban itu bisa dibuang atau
dilepaskan, kenapa harus terus dibawa? Tentu keputusan untuk melepas atau terus
membawa beban itu, ada di tangan masing-masing. Karena faktanya, bagi sebagian
orang, tak mudah untuk melepas masa lalu, walau sangat membebani.
“Enak saja disuruh melupakan. Sakit banget
rasanya. Saya ngga rela, ngga ikhlas,” begitu kira-kira kata mereka yang enggan
‘move on’ dari masa lalu. Sementara Anda menyimpan masa lalu yang menyakitkan,
boleh jadi orang yang menjadi menyakitkan itu tetap hidup tenang dan bahagia.
Sementara Anda tersiksa dengan masa lalu,
orang ini bahkan belum tentu ingat dengan Anda, dan mungkin sudah melupakan
kejadiannya. Lalu, siapa sebenarnya yang mengalami kerugian?
Jadi, pilihannya sudah jelas. Buang masa
lalu Anda, dan mulailah menata masa depan.
Presiden Jokowi pun di momen spesial ini,
baru saja menegaskan akan menjadikan ibu kota Jakarta sebagai masa lalu.
Sebagai gantinya, Kalimantan akan dijadikan masa depan.
Bagaimana menurut Anda?
Post a Comment