Judul di atas sengaja saya gunakan untuk mengabadikan
perkataan salah satu sahabat saya. Dia memang seorang pengusaha sukses. Karena
itu, dengan tegas dia menyampaikan, semua yang dikatakan motivator adalah omong
kosong. Sama sekali tidak ada gunanya. Sebab sukses ditentukan oleh dirinya
sendiri, tanpa campur tangan orang lain.
Saya tentu tidak harus marah atau tersinggung mendengar kalimatnya
itu. Kenapa? Karena saya memang bukan motivator. Saya hanyalah seorang
hipnoterapis klinis yang sering diminta untuk berbagi ilmu tentang teknologi
pikiran.
Nah terkait apa yang disampaikan sahabat saya tadi di atas,
dia memang benar. Karena saya tahu, selama ini memang dia tidak pernah
mengundang trainer atau pembicara untuk berbagi ilmu di kantornya.
Baginya semua itu tidak penting, buang-buang uang. Saya pun
mendengar semua alasannya itu dengan penuh takzim. Sama sekali tidak menyela atau
membantah. Apa yang mau dibantah? Wong nyatanya usahanya maju pesat. Uang
datang sendirinya dengan mudah.
Namun ada yang belum disadari oleh sahabat saya ini. Ada
emosi meledak yang terkadang sulit dikontrol. Beberapa kali ketika saya berada
di tempat usahanya, dengan mudah dia memarahi bahkan membentak anak buahnya.
Tentu saja semua tidak ada yang berani melawan. Demikian pula saya. Hanya
menyimak dan tidak berhak ikut campur melihat pemandangan itu.
Saya hanya mencoba menenangkan dirinya ketika anak buahnya
sudah tidak ada di hadapannya.
“Sabar bro. Namanya anak buah ya kemampuan dan
pengetahuannya hanya sebatas itu. Kalau dia pintar dan jago menjalankan
semuanya, ya dia lah yang jadi bos. Ngapain dia kerja di tempat ini, he he,”
kata saya sembari bercanda.
Dia hanya tersenyum. Tidak langsung memberikan tanggapan.
“Almarhum bapakku mengajarkan aku seperti itu. Tidak boleh kalah dan
dikendalikan anak buah,” ujarnya kemudian.
Akhirnya sepintas bisa diketahui, ada pola menurun yang
dilakukan sahabat saya ini. Dia keras dengan anak buahnya karena memang meniru
apa yang dilakukan ayahnya.
Sahabat semua, para pembaca yang luar biasa, dalam contoh
kasus di atas, tentu ada pilihan. Mau jadi bos, atau pemimpin? Sebab pemimpin
yang baik justru akan selalu siap memberikan dukungan kepada timnya untuk
kemajuan bersama. Bukan malah menjatuhkan.
Kenapa dalam setiap organisasi, baik itu yang dimiliki orang
lain atau milik sendiri, harus ada seorang pemimpin? Keberadaan pemimpin inilah
yang diperlukan untuk memperlihatkan blind
spot alias titik buta yang tidak mampu dilihat oleh anak buah. Bagaimana
mungkin anak buah atau anggota tim bisa langsung hebat tanpa dukungan pemimpinnya
yang welas asih.
Itulah kenapa, atlet yang hebat pun tetap perlu dukungan pelatih.
Pengusaha sehebat apa pun, tetap perlu ada penasihat. Perlu ada pengarah. Atau
sesekali perlu kehadiran trainer atau motivator. Tugasnya, untuk menunjukkan
sesuatu yang kadang tidak terlihat.
Bahkan pemilik mobil mewah pun terkadang memerlukan tukang
parkir untuk membantu memperlihatkan kondisi sekeliling sehingga mobil mewahnya
tetap aman.
Di alam nyata ini, semua berjalan sesuai dengan fungsinya
masing-masing. Kalau semua dosen atau pengajar juga jadi pengusaha, lantas
siapa nanti yang mengajar? Bukankah menyampaikan ilmu memang ranahnya para pengajar?
Maka Anda yang pengusaha, bersyukurlah masih ada orang yang
mau jadi pengajar, dosen, jadi pelatih atau bahkan motivator. Karena boleh
jadi, berkat keberadaan merekalah, para pengusaha memiliki karyawan atau tim
yang hebat.
Boleh jadi pengusahanya memang tidak kuliah atau tidak
belajar. Tapi karyawannya bisa menjadi hebat salah satunya merupakan hasil
kerja para pengajar.
Jadi, andai diberikan kesempatan memimpin sebuah
organisasi atau usaha, Anda ingin jadi bos atau pemimpin? (*)
Post a Comment