HYPNO NEWS

Saturday, February 2, 2019

Wahai Ayah - Bunda, Jangan Cintai Anak Anda




Memanfaatkan waktu di Samarinda, sebelum kembali beraktivitas di Berau, hari ini saya menerima dua klien. Keduanya anak-anak. Satu usia SLTA dan satu lagi usia SLTP. Dua-duanya memiliki persoalan yang sama, takut ke sekolah.

Saya coba sampaikan kasus pertama dulu. Sebut saja namanya Beben. Tentu ini bukan sama sebenarnya. Beben yang berusia 13 tahun ini seharusnya duduk di bangku SLTP. Namun nyatanya, sudah hampir 4 bulan terakhir tidak mau kembali bersekolah.


Segala upaya sudah dilakukan, termasuk beberapa kali dijemput guru. Namun Beben tetap kukuh pada pendiriannya, enggan kembali ke sekolah. Meski pernah diantar sampai ke sekolah, dia memilih pulang.

Kedua orang tuanya pun tak putus harapan. Beben sempat diajak untuk mondok, di salah satu pondok pesantren di salah satu daerah di Kalimantan. Namun itu pun tak bertahan lama, Beben kembali minta dijemput.

Orang tua Beben menceritakan, ada beberapa kejadian di sekolah yang membuatnya malu dan takut. Lantas, benarkah kejadian itu yang menjadi penyebab utamanya Beben tak mau sekolah?

Kasus kedua, siswi yang seharusnya duduk di bangku SLTA. Sebut saja namanya Intan. Tentu juga bukan nama sebenaranya. Intan sebelumnya menempuh pendidikan di salah satu pondok pesantren yang ada di Kalimantan.

Beberapa waktu belakangan ini, Intan selalu merasa sakit sesak nafas. Dari sisi medis, tidak ada yang bermasalah. Rasa sesak nafas dialami Intan setiap kali menghadapi persoalan dengan rekannya di pondok pesantren.

Ada endapan emosi dan amarah yang disimpan Intan hingga membuatnya selalu merasa sesak nafas. Selama ini, Intan lebih memilih diam, dan tidak berani menyampaikan apa pun yang dia alami. Hingga akhirnya kondisinya semakin drop dan sudah beberapa hari pulang dari pondok pesantren.

Konon, di pondok pesantren, Intan merasa mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari kakak kelasnya. Awalnya dianggap biasa, namun lama-lama perasaan tidak nyaman itu menumpuk hingga akhirnya menimbulkan sesak nafas yang sangat mengganggu.

Lantas, benarkah perlakuan dari kakak kelasnya itu yang menjadi penyebab utamanya?

Ada dua pertanyaan yang saya sampaikan, masing-masing dari kasus pertama dan kasus kedua. Benarkah kedua anak tersebut tidak mau sekolah dan merasa sesak nafas karena kejadian di sekolah atau di pondok pesantren?

Melalui teknik hipnoterapi klinis, penyebab utama atas kasus yang menimpa kedua anak ini akhirnya bisa ditelusuri. Pada kedalaman pikiran bawah sadar yang tepat dan presisi, didapatkan data penting bahwa penyebab utama munculnya kedua kasus itu justru dari pola asuh orang tuanya.

Pola asuh apa yang menyebabkan kedua anak tadi bermasalah? Kedua anak tersebut sama-sama kekurangan kasih sayang. Lho kok bisa?

Sahabat pembaca yang selalu dimuliakan Allah, saya yakin sebagai orang tua, pasti semua mengaku sudah menyayangi dan mencintai anak secara maksimal.

Coba saya tanya, apakah Anda sebagai orang tua, cinta dan sayang pada anak-anak Anda? Saya yakin, jawabannya pasti cinta dan pasti sayang. Sekarang izinkan saya sedikit mengubah pertanyaan tersebut. Apakah sebagai orang tua, sudah yakin bahwa anak Anda merasa dicintai dan disayangi?  

Anda pasti tidak bisa langsung menjawabnya? Kenapa? Karena untuk tahu, tentu harus bertanya dulu kepada sang buah hati. Sudahkah anak merasa dicintai dan disayangi? Jawaban atas pertanyaan ini jauh lebih penting, ketimbang sebagai orang tua sok pede dan sudah merasa yakin menyayangi dan mencintai anak.

Terkadang, para orang tua memang sedikit egois, bahkan bisa dikatakan sangat egois. Mereka bekerja pagi siang malam tanpa kenal lelah, dengan alasan demi masa depan anak-anaknya. Tapi coba tanyakan kepada anak-anak, apakah mereka merasakan itu semua?

Tahukah wahai ayah dan bunda, anak-anak itu ibarat handphone (HP) yang harus selalu diisi dayanya. Begitu juga anak-anak, yang harus diisi kasih sayangnya. Nah, yang wajib mengisi kasih sayang pada anak – anak tentu kedua orang tuanya. Ayah dan bunda, keduanya harus bekerja sama, agar selalu mengisi kasih sayang pada anak.

Ingat, memberikan kasih sayang bukan hanya tugas bunda. Ayah pun punya tugas yang sama, harus punya momen rutin mengisi kasih sayang pada anak. Sayangnya, yang terjadi adalah, salah satu orang tua sangat sibuk bekerja, sehingga anak kekurangan momen mendapatkan kasih sayangnya.

Saat kekurangan kasih sayang, anak mudah drop dan muncul berbagai persoalan. Dari mulai tidak nyaman dengan orang tuanya sendiri, termasuk timbulnya rasa tidak percaya diri, merasa tidak diharapkan, atau merasa terbuang. Juga persoalan lain yang kompleks.

Hal tersebut semakin parah ketika pola asuh orang tua selalu disertai dengan amarah, ancaman, dan larangan. Jadilah kondisi anak semakin merasa tak berguna. Anak dengan kasih sayang yang tidak utuh ini tentu akan memiliki konsep diri kurang positif. Inilah yang menyebabkan anak kemudian tidak memiliki kemampuan ketika menghadapi persoalan di sekolah.

Maka, ketika mendapati anak yang kurang percaya diri, penakut, dan pemalu, hampir bisa dipastikan, anak ini tumbuh dari pola asuh orang tua yang selalu melarang anaknya melakukan segala sesuatu. Bahkan tak sedikit larangan itu disertai dengan amarah. Selain itu, anak yang kurang percaya diri, penakut, dan pemalu, biasanya juga kerap mendapatkan amarah saat apa yang dilakukannya dianggap salah.

Wahai Ayah Bunda yang bijaksana, mari bertanya pada diri sendiri. Haruskah selalu memarahi anak? Benarkah membentuk karakter disiplin harus dengan amarah atau emosi berlebihan? Apakah Ayah dan Bunda ingin anak mengikuti orang tuanya karena takut? Bukankah lebih baik anak hormat dan patuh pada orang tuanya, karena si anak merasa bahwa kedua orang tuanya memang patut diteladani? Hanya Anda yang mampu menjawab pertanyaan tersebut.

Untuk menetralisir itu semua, cobalah mulai mendidik anak tanpa amarah, ancaman dan larangan. Pahamilah bahasa cinta anak, sehingga anak benar-benar merasa dicintai dan disayangi. Silakan cari artikel tentang 5 bahasa cinta untuk memahaminya. Perbaiki semua dengan meminta maaf pada anak. Tentu meminta maaf dengan cara yang tulus, personal, dan muncul dari lubuk hati paling dalam.

Tak usah malu atau gengsi meminta maaf pada anak. Bahkan ketika anak Anda sudah dewasa sekali pun, termasuk ketika anak Anda sudah berkeluarga. Anak tetaplah anak, sampai kapan pun. Meminta maaf pada anak, akan membuat hati dan perasaan semakin nyaman. Dan anak akan merasa bahwa dirinya benar-benar dicintai dan disayangi.
  
Jadi mulai sekarang, janganlah mencintai dan menyayangi anak-anak Anda. Tapi pastikan mereka merasa dicintai dan disayangi. Itu yang paling penting.
    
Bagaimana menurut sahabat?  

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © 2014 Hipnoterapi Endro S. Efendi, CHt, CT, CPS.. Designed by OddThemes