Artikel soal cara belajar anak yang saya tulis sebelumnya,
membuat salah satu sahabat akhirnya paham kenapa anaknya selama ini dianggap ‘nakal’.
Padahal ternyata, anaknya sangat cerdas dan sangat pandai. Sahabat ini pun
menyampaikan kegembiraan setelah dia tahu bahwa anaknya ternyata luar biasa.
Sahabat ini awalnya jujur mengakui selama ini merasa kemampuan
intelektual anaknya pas-pasan. Bahkan dia menganggap anaknya belum bisa
bertanggung jawab dan jauh dari kata disiplin.
Beberapa hari lalu, di buku agenda anaknya tertulis bahwa akan
ada ujian salah satu mata pelajaran. Karena itu, malam sebelumnya, si anak
diingatkan untuk membawa buku dan materi pelajaran untuk dibawa pulang,
sehingga bisa belajar.
Sahabat saya ini, anaknya sekolah di salah satu sekolah swasta
cukup bonafide di Surabaya. Di sekolah ini tersedia loker khusus siswa. Sehingga
siswa bisa menyimpan semua buku dan peralatan sekolahnya di loker tersebut. Saat
ada pekerjaan rumah atau ujian, barulah buku dan materi pelajaran dibawa
pulang.
“Ternyata saat itu, anak saya lupa membawa buku dan materi
pelajaran yang akan diujikan. Jelas saja sebagai orang tua, saya jadi
kebingungan dan ngga tahu harus membantu belajar dengan cara apa,” kata sahabat
saya ini.
Sahabat saya ini akhirnya ingat dengan apa yang pernah saya tulis
di salah satu artikel tentang menenangkan diri dan tetap berpikir positif.
“Ketimbang anak dimarahin,
saya kemudian ambil nafas panjang sambil menenangkan diri. Dengan tenang, saya
tanya ke anak saya. Masih ingat ngga
dengan materi pelajarannya saat diterangkan guru di sekolah?” tanya dia.
Ternyata anaknya menjawab, masih ingat semua dengan materi yang
diajarkan gurunya di sekolah.
“Kira-kira kalau besok ujian, bisa ngga menjawab soalnya?” tanya
sahabat saya lagi pada anaknya. Anaknya dengan tenang menjawab, bahwa dia akan
bisa menjawab semua soal ujian keesokan harinya.
Si anak kemudian dibimbing untuk tidur agar besok bisa bangun
pagi dengan fit saat berangkat sekolah. Sahabat saya ini pun pasrah, dan membuang
semua perasaan cemas yang selama ini kerap muncul setiap kali menyangkut
pendidikan anaknya.
“Ternyata efeknya memang lebih bagus ketika kita lebih tenang. Seolah
saya percaya dia bisa, padahal saya jujur agak sedikit ragu,” ucap sahabat saya
lagi.
Namun keraguannya itu akhirnya bisa terjawab. Saat hasil ujian
itu dibagikan, anaknya mendapat nilai sempurna alias 100 “Betul-betul saya
tidak menyangka hasilnya seperti itu,” ujarnya dengan nada sumringah.
Sahabat saya ini juga baru tahu, setelah ujian tersebut,
ternyata banyak teman dari anaknya yang harus mengulang alias remidi. “Ternyata
anak saya tidak ada yang remidi sama sekali. Saya baru sadar ternyata anak saya
juga punya kemampuan luar biasa,” katanya.
Selama ini, anak dari sahabat tersebut kerap dianggap trouble maker di sekolah. Duduknya di deretan
bangku paling belakang, dan kerap membuat keributan. Bagi guru dan orang tua
pada umumnya, inilah yang dianggap nakal. Padahal, tidak selamanya ini nakal. Ini
adalah tipe anak kinestetik, alias cara belajarnya harus bergerak.
Terbukti, meski dia duduk paling belakang dan dianggap pembuat
onar, nyatanya dia mampu menjawab pertanyaan saat ujian, tanpa belajar. Jelas dia
hanya menjawab berdasarkan data yang tersimpan di pikiran bawah sadarnya.
Justru, anak jenis ini tidak akan bisa diajak belajar dengan cara
duduk diam dan anteng. Pikiran bawah sadarnya tidak akan menerima semua
informasi yang masuk, karena tidak dalam kondisi bahagia. Kebahagiaannya adalah
ketika dia bergerak dan bisa melakukan semua hal yang diinginkan, sembari dia
tetap menyimak dan belajar.
Karena itu, di sekolah khusus yang memahami konsep ini, anak kinestetik
tidak memerlukan bangku di ruang kelas. Dia bisa belajar sambil lesehan, atau
tengkurap. Yang penting fisiknya tidak benar-benar duduk diam sama sekali.
Sahabat, seringkali orang tua memang tidak sadar memberikan ‘label’
negatif pada anaknya sendiri. Label nakal, bodoh, bandel, dan sejenisnya,
dengan terang-terangan diberikan kepada anak. Kalau pun tidak disampaikan
kepada anaknya, tetapi disampaikan kepada teman atau keluarganya. Padahal label
ini akan menjadi sinyal negatif yang membahayakan tumbuh kembang anak. Kenapa,
vibrasi energi orang tua yang cemas atas kondisi anaknya, akan membuat anak
merasa tidak nyaman dan tidak dihargai sepenuhnya oleh orang tuanya.
Masih ingat dengan teman waktu di sekolah dulu? Ada kah teman
yang ‘nakal’ namun kini justru menjadi pengusaha sukses? Hal itu setidaknya
juga bisa menjadi salah satu jawaban agar para orang tua tidak buru-buru cemas
ketika mendapat anaknya dianggap nakal. Yang penting, tetap tenang dan dampingi
dengan segenap kasih sayang.
Bagaimana
menurut Anda?
Post a Comment