Seorang sahabat, mengadu ke saya. Intinya, dia tidak mengira
jika apa yang dia lakukan ternyata ditiru oleh anaknya. Saat anaknya pulang
sekolah, seperti biasa, dia membantu melakukan evaluasi kepada anaknya.
Hari itu, anaknya membawa hasil ujian pelajaran Bahasa Indonesia.
Hasilnya, si anak mendapat nilai 93. Sebuah nilai yang juga tidak bisa dianggap
rendah. Akan tetapi yang membuat sahabat saya ini menyanyikan lagu Cita Citata adalah,
sebetulnya nilai anaknya bisa lebih tinggi? Lah kenapa? Karena kesalahan yang
dilakukan anaknya sangat sepele.
“Anak saya disuruh membuat kalimat berdasarkan gambar. Ejaannya
sudah betul semua, tapi sayang, ada beberapa kata yang disingkat sama dia,” ujarnya
melalui pesan pendek.
Sahabat saya ini pun tidak menyadari, ketika dia berkirim pesan ke
saya kata-katanya juga sebagian besar disingkat. Tentu apa yang dia sampaikan
sudah saya editing supaya lebih sempurna. Beberapa kata yang disingkat misalnya
sudah menjadi ‘sdh’, hukuman menjadi ‘hkmn’, dan ada beberapa singkatan kata
lainnya. Andai tidak disingkat, karena hal ini dianggap salah oleh guru,
anaknya bisa mendapat nilai sempurna.
Sahabat saya ini mengaku sempat mau marah. Untung dia segera
ingat, beberapa hari sebelumnya, anaknya sempat membaca pesan pendek yang dia
kirimkan untuk suaminya.
Anaknya ketika itu sempat bertanya, “Ma, ‘sdh’ itu apa? ‘Yg’ itu
apa?” tanya si anak. Sahabat saya ini kemudian menjelaskan, bahwa itu adalah
singkatan. Salahnya adalah, tidak dijelaskan bahwa singkatan seperti itu tidak
boleh digunakan untuk menjawab soal ujian.
Karena itu, sahabat saya ini akhirnya menyadari kesalahannya. “Saya
tidak mengira dia menulis dengan cara disingkat karena meniru cara menulis saya
ketika berkirim pesan,” katanya.
Si anak memang sempat ditegur agar tidak melakukan penulisan
dengan cara menyingkat seperti itu. “Aku kan
ikut sama mama. Mama juga kalau BBM sama papa juga gitu,” ucap sahabat saya
menirukan jawaban anaknya.
Sahabat semua, itulah luar biasanya anak. Anak selalu belajar
dari lingkungannya. Apa yang dilakukan orang tua, umumnya akan ditiru dan
diduplikasi oleh anak. Bahkan urusan yang mungkin dianggap sepele, seperti menulis
dengan cara menyingkat seperti di atas, nyatanya mudah diserap oleh pikiran
bawah sadar.
Informasi yang diberikan terus-menerus, akan mudah masuk dan
melekat di pikiran bawah sadar. Tak heran jika prinsip mendidik yang terbaik
hingga saat ini adalah, beri keteladanan. Percuma melarang anak melakukan ini
dan itu, atau mengajak anak melakukan ini dan itu, tapi nyatanya orang tuanya
tidak memberikan contoh.
Bagaimana menurut Anda?
Post a Comment