"Mas
Endro sakit kah?" begitu pertanyaan yang akhir-akhir ini langsung
dilontarkan teman atau sahabat, terutama oleh mereka yang jarang
bertemu. Biasanya saya hanya menggeleng sembari tersenyum, sekaligus memastikan
bahwa saya baik-baik saja. "Sengaja diet? Bagi dong resepnya,"
demikian response selanjutnya, ketika saya menjawab sengaja menurunkan
berat badan demi kesehatan.
Ya,
medio 2 Mei 2015 lalu, iseng saya menimbang badan di arena wisata belanja,
Lapangan Pemuda Tanjung Redeb. Stan yang menawarkan produk nutrisi itu memang
memberikan layanan memeriksa berat badan secara cuma-cuma. Tak hanya berat
badan, melalui timbangan digital khusus itu juga bisa mengetahui lemak tubuh,
kadar air, massa otot, lemak perut, laju metabolisme, kepadatan tulang, hingga
ideal atau tidaknya berat badan seseorang. Bahkan usia sel juga bisa diketahui.
Setelah
tinggi badan saya diukur, termasuk ditanya soal umur, saya pun naik ke atas
timbangan tersebut. Timbangan digital itu menunjukkan angka pas 70
kilogram yang menjadi berat badan saya. Yang mengejutkan adalah kadar
lemak tubuh saat itu muncul angka 26,3 persen, melebihi batas maksimal
20 persen.Lemak perut juga berada di skala 13. Angka ini
termasuk cukup tinggi, di luar batas sehat dan berisiko terkena
penyakit diabetes, jantung, dan teman-temannya. Lemak perut yang bisa
dikatakan sehat maksimal di skala 5.
Sementara
kadar air juga kurang, hanya 54 persen, dari angka seharusnya minimal 60
persen. Itu menunjukkan saya memang kurang mengonsumsi air
putih. Skala fisik ketika itu juga di angka 3, yang artinya masuk kategori
gemuk berotot.Selanjutnya, kebutuhan kalori harian tercatat 1.943
kalori. Agar bisa menurunkan berat badan, maka saya harus mengurangi
asupan kalori, agar tidak lebih dari angka tersebut.
Yang
lebih mengejutkan lagi, usia sel saya tercatat 48 tahun,
alias lebih tua 12 tahun dari usia saya sebenarnya, 36 tahun. Pendek kata,
hasil penimbangan itu betul-betul membuat saya langsung sadar, ada yang salah
dalam pola hidup saya selama ini.
Tak
puas dengan kadar lemak, saya pun sengaja tes kadar kolesterol dalam darah.
Hasilnya juga setali tiga uang, kadar kolesterol melebihi batas normal, di atas
angka 200. Berapa lebihnya? Pokoknya di atas normal lah, malu saya menyebut
angkanya, he he he.
Ya
selama lebih dari 15 tahun menjalani profesi sebagai wartawan, harus diakui
sangat abai dalam hal pola makan. Prinsipnya, apa saja dimakan yang penting nikmat
di mulut. Apalagi kalau sudah mendapat undangan liputan di hotel atau restoran,
bisa dipastikan makanan nikmat selalu tersaji setiap saat. Begadang adalah
rutinitas yang dianggap sangat lumrah. Kerja dari pagi sampai larut malam, tak
kenal waktu. Masih untung manajemen Kaltim Post melarang wartawannya merokok,
sehingga setidaknya saluran pernafasan saya tidak ikutan terancam.
Tahu
campur, soto makassar, soto kikil, soto madura, kambing guling, sate kambing,
gule kambing, adalah sebagian dari banyak makanan nikmat yang selalu saya
santap. Pendek kata, tak ada pantangan . Mumpung masih muda, hidup harus
dinikmati. Begitu kata hawa nafsu seolah berhasil memenangkan diri.
Saat
ditugaskan manajemen Kaltim Post Group mendirikan Berau Post hingga saat ini, godaannya
berbeda lagi. Apalagi kalau bukan penjual gorengan
yang selalumenggoda selera. Di rumah sewa di kawasan Durian III
Tanjung Redeb, yang menjadi kantor pertama Berau Post, di depannya selalu ada
pedagang gorengan.
Setiap sore, gorengan seolah menjadi menu wajib. Begitu juga
setiap kali melintasi kawasan Lapangan Pemuda Tanjung Redeb,
rem mobil seperti terinjak otomatis. Mobil seketika berhenti dan
selalu mampir menikmati gorengan yang ada di kawasan itu. Ada sosis, telur
puyuh, cireng, hati dan ampela ayam, hingga nugget ayam. Pokoknya kalau sudah
makan gorengan ini, lupa diri. Enaknya maknyus.
Tak
mau larut dalam kebiasaan yang merusak tubuh sendiri, saat itu juga saya
memutuskan untuk diet, memperbaiki pola makan yang sudah berlangsung puluhan
tahun itu. Minggu pertama, hanya sarapan pagi dengan oat. Begitu pula
saat makan malam. Sementara saat siang, tetap makan seperti biasa. Sepekan
berselang, coba lagi menimbang berat badan. Hasilnya menggembirakan, turun 3
kilogram. Hasil ini membuat diri semakin semangat memperbaiki
kondisi badan yang selama ini selalu diisi ‘sampah’ demi memenuhi kebutuhan
mulut, bukan kebutuhan tubuh.
Saya
pun mencoba variasi dengan minum nutrisi pagi dan malam hari. Tapi ini tidak
rutin, sebagai variasi saja. Sebab saya tahu, salah satu yang menyebabkan diet
gagal adalah rasa bosan. Karena itu saya tidak mau fokus pada satu
cara, sengajasaya kombinasikan agar lebih variatif. Sesekali saya
juga sengaja puasa. Apalagi saat Ramadan tadi, sengaja saya hanya makan satu
kali, saat malam hari. Saat sahur, cukup segelas teh dan tiga butir kurma.
Ternyata juga bisa bertahan sampai buka puasa.
Yang
paling utama, saya menggunakan teknik hipno-EFT, teknik gabungan
hipnoterapi dengan emotional freedom technique. Ya teknik melepas
emosi dengan gabungan hipnoterapi itu saya dapat ketika mengikuti
pelatihan Quantum Life Transformation (QLT) di Tretes, Pasuruan - Jawa Timur.
Teknik itu sebenarnya diajarkan untuk menghilangkan phobia atau rasa takut
terhadap sesuatu, juga untuk melepas emosi negatif.
Nah, teknik ini pula yang
saya pakai untuk menghilangkan rasa suka terhadap makanan-makanan penyebab
lemak. Hasilnya memang luar biasa. Seketika saya tidak lagi suka terhadap
gorengan seperti sosis dan sejenisnya. Rasa suka terhadap makanan berlemak lainnya
pun saya turunkan ke level rendah. Sebaliknya, jika dulu tidak suka makan
sayuran, kini saya tingkatkan angkanya hingga level tertinggi.
Dua
bulan berselang, Juli tadi, saya kembali menimbang di salah satu gerai nutrisi
yang ada di Kota Sanggam ini. Berat badan saya kini hanya 58 kilogram. Praktis
rontok sebanyak 12 kilogram, dibandingkan Mei lalu. Kadar lemak pun kini hanya
16,2 persen, di bawah dari angka maksimal 20 persen. Menurut beberapa kawan,
menurunkan kadar lemak sebanyak 10 persen bukanlah perkara mudah. Kadar air
juga sudah normal, di atas 60 persen.
Rating
fisik kini juga berada di skala 5, alias berada di posisi standar atau normal.
Kebutuhan kalori harian saya juga turun menjadi 1.342 kalori. Yang
menggembirakan adalah usia sel saya kini 24 tahun, padahal usia sesungguhnya
saat ini 36 tahun. Terakhir, skala perut yang sebelumnya cukup tinggi di angka
13, kini berada di skala 7. Masih perlu usaha sedikit lagi agar berada di skala
normal 5. Begitu juga saat mengukur kadar kolesterol, sudah turun drastis,
berada di kisaran normal.
Akibatnya,
saya pun harus ke penjahit mengecilkan semua celana panjang yang saya miliki,
karena lingkar perutnya sudah menyusut. Ya walau ada yang mengatakan saya
seperti orang yang baru sembuh dari sakit, justru saat ini saya merasa sangat
sehat. Jika dulu terasa mudah lelah, kini jadi lebih semangat dan terasa
semakin bugar. Apa pun, ideal memang lebih nyaman dibandingkan dengan
berlebihan.
Mengubah
pola makan didahului dengan mengubah pola pikir memang sangat efektif
dalam menjalani diet. Tidak ada perasaan terpaksa atau tertekan. Semua dijalani
dengan menyenangkan dan nyaman. Umumnya diet gagal, karena sulit
mengendalikan nafsu suka terhadap makanan tertentu.
Karena itu izinkan saya
mengambil kesimpulan, silakan diet memakai metode apa pun, tapi benahi dulu
pola pikirnya. Sebab, kalau rasa suka terhadap makanan tertentu sudah
berkurang, bahkan bisa dihilangkan, maka diet pun lancar tanpa ada godaan. (*)
Setuju banget, diawali dari mengubah pola pikir supaya bisa mengubah pola makan ya mas:)
ReplyDelete