Beberapa
waktu lalu, seorang sahabat mengaku pusing dengan pekerjaannya. Kenapa? Secara
tiba-tiba, atasannya meminta dia untuk membuat konsep surat dalam bahasa
Inggris. Sesuatu yang sama sekali tidak pernah dia lakukan, meski tercatat
sudah 10 tahun bekerja di perusahaan tersebut.
Sahabat
saya ini mengakui, dulu nyalinya sempat ciut sebelum melamar kerja di tempatnya
mengais rezeki sekarang. Sebab, ada poin khusus yang menjadi syarat utama yakni
menguasai bahasa Inggris baik lisan maupun tulisan. Syarat itu, seolah menjadi
momok tersendiri. Sebab dia sangat menyadari bahwa kemampuannya berbahasa asing
itu masih sangat terbatas.
Sahabat
ini tetap berani melamar kerja di kantor tersebut, karena ada informasi dari
orang dalam, bahwa selama ini yang membuat surat-menyurat dalam bahasa Inggris
adalah pemilik perusahaan itu sendiri.
Ternyata
benar adanya. Selama dia bekerja di perusahaan itu, tidak pernah membuat surat
dalam bahasa Inggris. Urusan menulis surat dalam bahasa internasional itu
dilakukan oleh atasannya sendiri. Sahabat saya ini tinggal mengetik ulang dan
mengirimkannya kembali melalui surat elektronik kepada klien perusahaan.
“Selama
ini aku hanya mengetik ulang konsep surat dari bos, diperiksa, dan aku kirim ke
mitra perusahaan di luar negeri melalui e-mail,”
terangnya. Begitu nyamannya, sehingga kemampuannya dalam korespondensi berbahasa
Inggris tak semakin berkembang.
Pernah
suatu ketika, pikiran bawah sadar (PBS) – nya melakukan unjuk rasa. PBS mengaku
jenuh karena kemampuannya berbahasa Inggris sama sekali tidak digunakan.
PBS-nya
sempat berkata, “coba bayangkan kalau ternyata kamu harus keluar dari zona
nyaman ini! Bayangkan kalau mendadak bos harus keluar negeri seperti Minggu
lalu dan kamu harus menjawab semua koresponden dalam Bahasa Inggris!”
Sahabat
saya ini seolah tersentak, meski tetap enggan dipaksa keluar dari zona nyaman
ini. Dan
ternyata benar, beberapa hari kemudian atasannya memanggil untuk meminta
bantuan dibuatkan konsep surat.
“Wajahnya
lusuh seperti lelah, dan sepertinya juga menahan emosi. Kemudian bos saya bilang
kalau dia capek sekali dan dia sudah tidak sanggup memikirkan jawaban untuk
koleganya di Itali,” ucapnya menggambarkan kondisi pimpinannya saat itu.
Permintaan
itu bak sambaran petir di siang bolong. Belum lagi sempat menolak atau menerima
permintaan tersebut, sang bigbos langsung bercerita dalam bahasa Indonesia soal
konsep surat yang harus ditulis. Sementara sahabat saya ini harus menuliskannya
kembali nanti dalam bahasa Inggris.
“Yang
tadinya mata ngantuk, langsung mendadak melek
beneran,” ujarnya.
Si
bos pun bicara panjang lebar, dari A ke H, terus ke Z balik C, B, K, dan
seterusnya. Otaknya pun seolah seketika berdansa di dalam rongga kepala, mencoba
mencerna setiap kata yang sedang disampaikan pimpinannya itu.
“Sudah,
sekarang kamu buatkan suratnya dalam Bahasa Inggris yang runtut,” ia menirukan
perintah bosnya.
Melalui
telepon seluler, sahabat saya ini pun saya bantu untuk mengaktifkan kembali
kemampuannya berbahasa Inggris. Terlebih dahulu dia saya bimbing untuk
melakukan relaksasi yang dalam dan menyenangkan. Saya kemudian mengajak PBS-nya
untuk berkomunikasi, sekaligus meminta agar kemampuan dalam menulis berbahasa
Inggris diaktifkan kembali.
Setelah
itu, saya bimbing untuk membuka matanya kembali, dan menulis surat berbahasa
Inggris itu dengan tenang dan fokus.
Hasilnya
memang dahsyat. Saat itu juga, PBS-nya langsung bekerja secara otomatis. Secara
menakjubkan, PBS mampu mengingat setiap detil pembicaraan dan menerjemahkan
dengan sangat teliti dan presisi.
“Bahkan
cara kerja otak itu lebih cepat dari tanganku,” ujarnya. Tangannya tak mampu
mengimbangi kecepatan PBS, sehingga beberapa kali hasil ketikannya mengalami
kesalahan.
“Ketika
selesai, aku print untuk aku serahkan
ke pimpinan. Mungkin perlu ada koreksi atau tambahan sebelum aku kirimkan via e-mail. Tapi belum sempat print, telpon
di mejaku bunyi. Suara pimpinanku terdengar lebih sumringah ketimbang tadi aku
ketemu langsung,” katanya.
“Bahasa
korespondensi kamu dalam Bahasa Inggris sangat bagus, lebih bagus dari dugaanku.
Gaya bahasamu lebih bagus dari gayaku. Lain kali kamu sendiri yang susun, aku
hanya buatkan draft dalam Bahasa Indonesia,” begitu dia menirukan reaksi
bosnya.
Terbukti,
cara kerja pikiran bawah sadar memang sangat dahsyat. Asalkan, Anda memang
mampu membangkitkannya. Bagaimana menurut Anda?
Post a Comment