Pagi
itu, saat hujan sedang riang membasahi setiap jengkal tanah Kota Tepian,
seorang sahabat menghubungi saya. Dia tertarik menghubungi saya setelah membaca
salah satu artikel yang dimuat di Kaltim Post terkait dengan lintah energi yang
bisa membuat bisnis lesu.
Sahabat
saya ini seorang pengusaha, suplier barang yang cukup langka. Di Kaltim ini,
tercatat tak lebih dari 5 pengusaha yang menjadi suplier barang sejenis. Saya
tak akan menyebutkan barang yang dimaksud karena menyangkut kerahasiaan klien.
Namun kisah ini sudah mendapat izin dari sahabat saya untuk menjadi bahan
pembelajaran bersama.
Singkat
cerita, sahabat saya ini banyak mempunyai rekanan yang sangat loyal. Bisnisnya
pun sangat sukses dan maju pesat. Dibanding suplier lainnya, dia lah yang
terbaik. Branding yang cukup kuat membuat bisnis yang dijalankan seolah sebagai
pemain tunggal tanpa pesaing.
Meski
beberapa kali pesaingnya berupaya untuk merebut 'kue' bisnisnya, namun dengan
lihai sahabat saya ini tetap tak terkalahkan. Namun entah kenapa, energi
positif dari optimisme yang sangat luar biasa itu, tiba-tiba jebol dan hancur
berantakan.
Kenapa?
Karena diam diam ada energi negatif yang awalnya sangat kecil tiba-tiba
menggelinding hebat dan menjadi bola salju yang sangat besar. Apa itu? Energi
yang dimaksud adalah SERAKAH.
Rupanya,
bagian diri sahabat saya yang bijaksana, sebenarnya sudah lama memberikan
peringatan, agar tidak terlena dan serakah. Bukti keserakahan itu adalah,
sahabat ini sempat menaikkan harga barang suka-suka hati. Sebagai kompensasi,
dia memang selalu memberi reward
kepada koleganya yang menyetujui setiap kenaikan harga yang ia tawarkan.
Meski
sangat dekat dengan relasi, hubungan bisnis tetap harus dijalin dengan perasaan
nyaman. Sebab hubungan sebaik apa pun tetap ada batasan dan tatanannya. Justru
sifat serakah ini yang merusak.
Andai
rencana kenaikan harga itu didiskusikan dulu dengan relasi, jelas tidak
bermasalah.
“Memang
ada di dalam hati yang mengingatkan. Jangan terus naikkan harga,” kata sahabat
saya ini menirukan apa yang terbersit di hatinya. Itulah cara Sang Bijaksana
memberikan peringatan.
Namun
rupanya, bagian diri sahabat saya yang SERAKAH, enggan mendengarkan peringatan
dari sang bijaksana. Akibatnya, ada konflik internal yang berlangsung. Kali
ini, Sang Bijaksana tak mau tunduk begitu saja.
Rupanya,
Sang Bijaksana langsung melakukan blok dan melakukan sabotase besar-besaran. Akhirnya
omzet bisnis menurun drastis. Bahkan tahun ini terancam tidak bisa membagikan bonus
akhir tahun untuk karyawannya, sebagaimana tradisi yang sudah ia lakukan bertahun-tahun
sebelumnya.
Alih-alih
ingin menaikkan omzet dengan menaikkan harga, nyatanya pendapatannya langsung
terjun bebas. Efisiensi pun dilakukan dengan luar biasa.
Sahabat
saya memang belum mau menjalani sesi hipnoterapi. Dia merasa sementara cukup untuk
konsultasi saja. Satu hal yang saya ingatkan kepada dia adalah, menaikkan
pendapatan bukanlah hal yang salah.
Namun
kali ini disarankan, setiap ingin menaikkan target, sebaiknya melakukan
konfirmasi dulu ke pikiran bawah sadar. Jika pikiran bawah sadar menerima, maka
jalankan. Jika tidak, bisa dinegosiasi atau targetnya yang diturunkan.
Sebab,
menaikkan target pendapatan juga harus dilakukan dengan perasaan nyaman. Ambisi
boleh, asal tidak ambisius. Sebab, ambisi masih nyaman, sementara ambisius
cenderung sangat tidak nyaman. Perasaan tidak nyaman inilah yang bisa menghambat
bisnis yang sedang dilakoni.
Bagaimana
menurut Anda?
Post a Comment