Pendidikan memang menjadi komoditas yang menggiurkan. Tengok
saja soal buku yang selalu berganti setiap tahun. Setiap tahun pula orang tua
harus membeli buku untuk anak-anaknya. Belum lagi untuk urusan akademik, setiap
orang tua berlomba-lomba agar anaknya berprestasi maksimal. Untuk bisa
menghitung cepat, misalnya, anak diikutkan kursus berbagai macam. Selain
menguras banyak biaya, juga sudah pasti membuat ‘masa kecil’ anak terampas.
Waktu anak yang seharusnya lebih banyak bermain dan belajar
membentuk karakter, tersandera dengan berbagai aktivitas les dan kursus.
Berbagai aktivitas itu mau tidak mau menggerogoti sebagian usia kanak-kanaknya.
Toh nyatanya di dunia kerja, apakah metode hitung cepat itu digunakan? Untuk
sekadar menghitung cepat, tinggal pakai kalkulator, selesai.
Belakangan muncul lagi metode tes karakter dan kepribadian
anak dengan analisa sidik jari menggunakan alat tertentu. Alatnya diklaim
sangat canggih dan hasil tesnya sangat presisi. Dengan tingkat keakuratan
maksimal, hasil tesnya dipastikan bisa menjadi rujukan bagi para orang tua yang
anaknya menjalani tes ini.
Sebagai orang awam soal sidik jari, saya akan sangat percaya
hasil uji tes mesin sidik jari tersebut. Namun dalam pemahaman saya sebagai
hipnoterapis saat ini, apakah mungkin sesuatu yang sudah jelas tidak berubah
dari kecil hingga dewasa, bisa dijadikan rujukan yang tepat? Bukankah sidik
jari seseorang tidak akan bisa diubah? Bukankah kita tidak bisa pesan sidik
jari khusus kepada Tuhan sebelum dilahirkan? Seandainya sebelum lahir sudah
bisa pesan sidik jari dengan model terbaik, saya pun mau pesan jauh-jauh hari.
Namun, inilah komoditas. Para orang tua pun
berbondong-bondong mengajak anaknya melakukan tes sidik jari ini. Pertanyaannya
setelah hasil tes itu diketahui, anak mau diapakan lagi? Jika kemudian
diketahui anaknya bermasalah, bukankah tetap harus membawa ke psikiater,
psikolog, atau dokter? Membawa ke hipnoterapis biarlah jadi alternatif terakhir
karena masih belum populer, meski hasil kerjanya sangat efektif.
Pertanyaan selanjutkan, apakah memang data dari mesin
analisasi sidik jari itu memang selaras dengan rujukan yang diperlukan dokter,
psikiater, atau psikolog? Saya sebagai hipnoterapis, data utama yang sangat
diperlukan untuk mengatasi masalah klien adalah data yang ada di pikiran bawah
sadar. Karena itu, data analisa sidik jari itu tidak diperlukan. Sebab hipnoterapi
punya cara tersendiri mencabut akar masalah dengan tepat.
Psikolog senior Sarlito Wirawan Sarwono bahkan mengaku
secara khusus pernah mencari literatur soal sidik jari ini pada jurnal-jurnal
ilmiah keluaran luar negeri. Hasilnya ada 40 ribu lebih tulisan mengandung kata
“finger print”. Namun saat dicari judul yang kira-kira terkait sidik jari dalam
hubungannya dengan bakat, kepribadian, atau kecerdasan anak, hasilnya: NIHIL!
Dalam artikel yang sudah dimuat media nasional, Sarlito
Wirawan Sarwono sempat mempertanyakan, apakah orang tua bisa santai ongkang-ongkang
kaki setelah hasil tes sidik jari anaknya adalah anak pemberani, dan cerdas. Lantas
anak sama sekali tidak mendapat bimbingan, arahan dan kasih sayang orang
tuanya.
Intinya, dari semua uji yang sudah dilakukan, tes sidik jari
kurang efektif dan sama sekali tidak akan mengubah anak menjadi lebih baik.
Sebab sidik jari sifatnya permanen dari lahir sampai mati. Sementara jiwa atau kepribadian berubah terus dari bayi
sampai tua. Bagaimana sesuatu yang berubah bisa berkorelasi dengan sesuatu yang
tidak pernah berubah?
Post a Comment