Artikel soal bahasa cinta yang saya tulis sebelumnya,
mendapat tanggapan dari salah satu sahabat saya. Berikut email yang dia
kirimkan ke saya. Namun maaf jika saya ada lakukan sedikit koreksi, yakni dari
sisi tata bahasanya saja.
“Dear Endro,
Semalam
waktu kamu broadcast tentang artikel
bahasa cinta, kebetulan waktu itu agak bete dan kebetulan juga artikel kamu
agak ada koneksinya.
Beberapa
hari lalu suami bilang pengen banget nasi bakar tuna. Nah, akhirnya kemaren aku
pesan temanku. Terus, sore kemarin suamiku BBM nggak bisa pulang cepat karena lembur. Akhirnya aku pulang duluan.
Malamnya
aku BBM, pulang jam berapa? Terus mau makan nasbaktun-nya
nggak. Suami jawab, +/- jam 10 sampai
rumah, terus mau makan.
Ya
udah, aku panasin tuh nasi. Ternyata sampai rumah jam 10.30. Yang bikin
kesal kok nasinya nggak dimakan. Habis
mandi dia langsung tidur.
Walaupun
bukan aku yang masak nasinya, tapi kan aku juga sudah bela-belain pesan dan
menghangatkan nasi. Pas aku tanya kenapa nggak
dimakan, ternyata dia tadi ditraktir sama owner
yang punya proyek dan sudah kekenyangan.
Jengkel
banget. Tapi mau marah-marah kok ya nggak tega. Ya sudahlah, tarik nafas dalam-dalam
terus tidur.
Tadi
pagi sempat aku lanjutin protesnya. Tapi sebenarnya sudah nggak jengkel. Aku hanya ingin dia tahu kalau semalam aku sempat
sakit hati sedikit.
Dari
kejadian ini, hikmah yang aku ambil adalah, memang nggak bisa tiap saat suami harus mengerti
kita. Ngga bisa juga bahwa suami harus terus buat kita senang. Kadang memang
ada hal-hal di luar ekspektasi kita, he he.”
Sahabat
saya ini benar-benar sudah membuang rasa tidak nyamannya. Sebelumnya, memang
sudah saya beri teknik khusus untuk melepas rasa tidak nyaman jika diperlukan.
Terbukti, ketika dia praktikkan, langsung plong dan nyaman. Dia pun bisa
menerima kenyataan dengan tenang dan damai.
Bagaimana
menurut Anda?
Post a Comment