Mengajarkan
anak disiplin tidak bisa dilakukan sambil lalu. Harus dilakukan secara terus
menerus dan tidak kenal lelah. Kenapa? Karena ini ibarat pondasi yang perlu
ketelitian dalam mendirikannya. Jika pondasinya kokoh, maka apa pun bentuk
bangunan yang akan dibuat, akan kuat dan cantik. Karakter apa pun yang akan
ditanamkan kepada anak, akan tertanam dengan baik jika mentalnya sudah
terbentuk.
Lantas
bagaimana cara mengajak anak kerja sama agar kelak bisa disiplin? Pertama, katakan
dengan jelas masalah atau hal yang ingin disampaikan. Sebagai contoh,
membiasakan anak meletakkan sepatu di rak sepulang sekolah. Maka, berikan penjelasan
pada anak dengan kalimat tegas dan tepat.
“Kok
ada sepatu berserakan di ruang tamu ya?” Kalimat ini akan memberikan penegasan
pada anak, bahwa perilakunya sudah membuat orang lain tidak nyaman.
Selanjutnya
kedua, berikan informasi yang jelas atas apa yang sudah dilakukan anak tersebut.
“Sepatu
yang berserakan seperti ini, membuat lantai ruang tamu kotor. Saat melewati
ruang tamu, kaki jadi kurang nyaman melangkah.”
Kalimat
tersebut akan memberikan informasi yang lebih jelas kepada anak, bahwa akibat
perilakunya meletakkan sepatu sembarangan, ruang tamu menjadi kotor dan mengganggu
orang lain.
Langkah
ketiga, ungkapkan dengan sebuah kata yang tegas. Dalam contoh kasus ini,
ucapkan dengan tegas soal “sepatu”. Kenapa? Ini untuk menanamkan ke pikiran
bawah sadar, bahwa yang dibahas adalah sepatu. Penegasan akan sekaligus
memberikan informasi soal sepatu yang harus diletakkan pada tempatnya setelah
dipakai.
Kemudian
yang keempat, utarakan perasaan Anda kepada anak.
“Ibu/Mama/Umi
tidak suka melihat ruang tamu kotor karena sepatu yang berserakan.”
Menyampaikan
perasaan dengan jelas seperti ini sekaligus akan mengajarkan anak agar bersikap
terbuka. Dengan demikian, anak menjadi terbiasa menyampaikan perasaan ketika
ada sesuatu yang membuat dirinya tidak nyaman. Sikap saling terbuka seperti ini
akan mengembangkan jiwa egaliter dalam lingkungan keluarga, sehingga anak tidak
terbiasa memendam perasaan.
Meski
demikian, kalimat yang disampaikan pada langkah pertama sampai keempat harus
diucapkan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Tegas tentu bukan berarti membentak dan marah.
Ketegasan di sini adalah dalam hal menyampaikan maksud dan tujuan.
Tetap
sampaikan semua kalimat itu dengan tatapan mata yang tulus, diiringi dengan
usapan lembut di tubuhnya. Sehingga anak akan semakin merekam informasi yang
disampaikan, dan langsung menembus pikiran bawah sadarnya.
Selanjutnya
tahap kelima, yang perlu dilakukan adalah menuliskan pesan pada tempat yang
tepat. Misalnya di rak sepatu, tuliskan kalimat, “Simpan aku di sini. Supaya aku
mudah dicari kembali saat akan dipakai lagi, terima kasih.” Tertanda “sepatumu”.
Lakukan
kelima langkah di atas untuk mengajarkan disiplin pada anak. Misalnya
membiasakan meletakkan handuk basah di jemuran setelah mandi, atau membiasakan
meletakkan tas dan buku pelajaran di tempat yang sudah disiapkan.
Usia
anak-anak adalah masa yang sangat efektif untuk membentuk mental dan
katakternya. Jika sudah terbiasa, maka dewasa nanti akan tumbuh menjadi pribadi
yang disiplin dan peka terhadap lingkungan di sekitarnya.
Bagaimana
menurut Anda?
Post a Comment