“Sampean
luar biasa, Mas, bisa minta maaf sama anak. Saya belum bisa,” begitu kalimat
yang saya dapatkan dari seorang rekan, ketika berbincang-bincang ringan soal
perasaan dendam dan atau perasaan mengganjal di hati.
Ya,
setiap orang mungkin punya perasaan
mengganjal dan tidak nyaman di hati. Baik itu terhadap orang dekat, bahkan
dengan orang tua. Pembaca misalnya, tentu punya perasaan sakit hati atau
dongkol pada orangtua yang tertanam sejak kecil, hingga saat ini. Meski kadang
mengikhlaskan dan membiarkan perasaan itu berlalu, namun terkadang selalu
muncul ketika ada pemicu yang berkaitan dengan perasaan tersebut.
Karena
sudah pernah memiliki perasaan dongkol pada orang tua di masa lalu, maka kini
sebagai orang tua, tentu saya juga tidak ingin jika anak saya menyimpan rasa
dongkol pada saya hingga ia dewasa nanti. Itu sebabnya, saya secara berkala
mengecek dan meminta maaf pada anak, agar dia selalu ‘kosong’ dari persoalan
negatif pada orangtuanya.
Kedengarannya
mudah dan sepele, namun faktanya tak semua orang tua mau dan rela meminta maaf
pada anaknya. Seperti halnya rekan saya tadi, mengaku enggan meminta maaf pada
anaknya, karena hal itu dianggap janggal.
Saya
juga pernah berdiskusi dengan salah satu orangtua, yang memiliki 10 anak yang
sudah dewasa dan masing-masing sudah berkeluarga. Orangtua ini, saya beri nama
Bu Melati, selalu membanggakan dirinya, berhasil mengasuh 10 anaknya, dan
semuanya sudah berhasil. Tapi ketika saya coba tanyakan, adakah anaknya yang
menyimpan perasaan dongkol padanya? Dengan tegas Bu Melati memastikan, tidak
mungkin ada anaknya seperti itu. “Tidak mungkin anak saya dongkol begitu. Semua
baik kok sama saya,” ucapnya memastikan.
Paahal,
sebelum diskusi itu berlangsung, saya sudah menemui salah satu anak Bu Melati
ini. Anak Bu Melati yang sudah berkeluarga dan memiliki satu anak ini, mengaku
dirinya diperlakukan tidak adil oleh ibunya. “Ya mana berani saya membantah.
Ibu saya itu keras, tidak bisa dinasehati. Kalau ada yang membantah
kata-katanya, ya kena marah habis-habisan. Karena itu, ya pasrah aja,” ulasnya.
Anak
Bu Melati yang satu ini merasakan perlakuan ibunya pada dirinya dengan
perlakuan pada anaknya yang lain, berbeda. “Ibu saya mungkin tidak merasakan.
Beliau mungkin merasa biasa saja. Tapi saya yang merasakan perbedaan itu,”
katanya.
Berbekal
informasi ini pula, saya kemudian menyarankan kepada Bu Melati untuk meminta
maaf pada anaknya satu demi satu, untuk menetralisir kemungkinan perasaan
dongkol atau kecewa pada anak-anaknya. “Mana ada ceritanya orang tua minta maaf
sama anak. Yang ada mereka yang harus minta maaf sama saya,” tegas Bu Melati
tanpa ba bi bu.
Apakah
memang orang tua tidak boleh minta maaf? Apakah kalau orang tua minta maaf,
kemudian akan menurunkan derajat dan kedudukan orang tua? Atau apakah dengan
meminta maaf, orang tua akan bertukar posisi menjadi anak? Anggapan inilah yang
menurut saya perlu diluruskan. Dengan sabar dan kalimat yang hati-hati, saya
terus meyakinkan pada Bu Melati untuk meminta maaf pada anaknya, satu demi
satu, tidak bersamaan, agar menjaga hubungan di antara anak-anaknya tetap rukun
dan damai.
Dengan
negosiasi yang alot, Bu Melati pun bersedia, dan mau mengikuti saran saya.
Dalam waktu tidak terlalu lama, Bu Melati pun menyampaikan ada perubahan
drastis dari sikap semua anaknya. “Jauh lebih baik dan lebih damai. Saya juga
jadi lebih bahagia,” ucap Bu Melati.
Pembaca
yang budiman. Cerita di atas memang benar terjadi, hanya namanya saja yang saya
ganti. Kejadian di atas boleh jadi kita alami sebagai orang tua. Tidak sedikit
orang tua yang ‘keukeuh’ enggan meminta maaf pada anaknya. Karena menganggap
orang tua tidak boleh salah, dan tidak akan pernah salah. Meminta maaf bukan
hal yang memalukan, justru akan membuat hubungan antara sesama keluarga menjadi
lebih nyaman dan damai.
Lantas
bagaimana jika orang tua benar-benar tidak mau meminta maaf? Ya kalau Anda
kebetulan punya orang tus ‘keras’ seperti itu, mau tidak mau harus mengambil
peranan ‘memaafkan’ dan melepas dengan ikhlas perasaan dongkol dan kecewa yang
kita rasakan. Itu adalah cara tepat ketimbang berharap orang tua yang meminta
maaf. Berikutnya, jangan pula melakukan kesalahan yang sama ketika kita menjadi
orang tua, sering-seringlah meminta maaf pada anak. Sehingga hubungan dengan
keluarga akan semakin harmonis. Semoga.
Baca artikel lainnya di www.endrosefendi.com
Post a Comment