Kehadiran
Tawan, si pembuat tangan robot di belantara pemberitaan Tanah Air, jelas
menimbulkan pro dan kontra. Tak kurang beberapa ahli, profesor, bahkan
mahasiswa teknik yang paling jago, ikut unjuk suara, menyampaikan pendapatnya.
Pro
dan kontra, sudah pasti. Ada yang beranggapan, tangan robot ciptaan pria asal
Bali itu hanya isapan jempol belaka, demi sensasi. Buktinya, sampai menyiapkan
buku tamu segala, seperti tempat wisata baru.
“Omong
kosong. Saya ngga percaya!” sambung sahabat saya yang ahli elektronik ini,
ketika saya coba ajak diskusi.
Bagi
golongan manusia yang selalu apriori atau skeptis seperti ini, jelas tidak akan
pernah mengakui kebenaran yang dilakukan oleh orang lain. Kebenaran hanya bisa
diakui versi dirinya sendiri. Lha wong bom Sarinah yang jelas-jelas makan
korban jiwa saja masih dituding rekayasa. Edaan…
Meski
demikian, tak sedikit pula yang memuji dan menganggap karya yang dianggap
sederhana oleh Tawan sejatinya adalah sebuah mahakarya luar biasa di tengah
keterbatasan yang ada.
Sebagai
praktisi teknologi pikiran, apa yang diciptakan Tawan juga menjadi perbincangan
hangat di grup hipnoterapis lulusan Adi W. Gunawan Instute of Mind Technology.
Dalam grup ini, tidak murni hanya para hipnoterapis, melainkan ada juga yang
berlatarbelakang dokter, hingga ada yang background-nya polisi, pengacara,
serta wartawan seperti saya.
Saya
tentu menjadi penikmat yang luar biasa, karena bisa mengunyah materi diskusi
yang berlangsung melalui media sosial Telegram ini.
Kesimpulannya,
apa yang diciptakan Tawan, memang sangat mungkin dan memang sudah terbukti bisa
dilakukan. Kenapa? Ini karena otak manusia yang sangat luar biasa.
Saat
mempelajari hipnoterapi berbasis teknologi pikiran, di kelas 100 jam Scientific
EEG & Clinical Hypnotherapy (SECH) di Adi W. Gunawan Instute of Mind
Technology, salah satu alat yang digunakan adalah mesin EEG. Mesin canggih yang
bisa memonitor gelombang otak ini memang sangat akurat untuk mengetahui kondisi
pikiran seseorang.
Terbukti,
dalam kondisi pikiran yang berbeda, gelombang yang dihasilkan dan tergambar
pada layar monitor juga langsung berubah. Secara sederhana, alat yang digunakan
Tawan cara kerjanya sama persis dengan EEG ini.
Boleh
jadi, piranti yang digunakan Tawan adalah versi sederhana dari EEG ini. Sebab,
jika EEG yang digunakan, tentu harganya sangat mahal. Selain itu, diperlukan kemampuan tersendiri
untuk menerjemahkan gelombang otak yang ada menggunakan perangkat lunak khusus. Riset
dan pengembangan piranti lunak ini jelas membutuhkan waktu cukup lama.
“Karena
kalau kita melakukan penelitian di bidang penerapan EEG untuk aplikasi umum,
apalagi menggerakkan lengan seperti itu, tentu bermain dengan bagaimana
menghilangkan noise yang ada, dan bagaimana mengklasifikasikan data yang telah
kita terima," beber dr Liman Harijono MARS, hipnoterapis yang juga seorang
direktur Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta, dalam diskusi tersebut.
Liman kemudian melanjutkan, mestinya Tawan harus mampu membuat program yang
sangat bagus, agar benar-benar mampu menggerakkan pergelangan tangan dan jari
jemarinya.
"Kalau
hanya menggerakkan lengan atas bawah, oke itu masih bisa, karena tidak banyak.
Tapi lebih detilnya lagi saya tidak yakin kalau tidak dikembangkan dengan
pengembangan software atau peranti lunak yang memadai. Itu sangat sulit
sekali," katanya.
Di
sela diskusi, Liman pun menawarkan jika sejawat hipnoterapis ingin tahu lebih
detil alat ini, untuk berkunjung ke rumah sakit yang dia pimpin. “Supaya tahu
pemanfaatannya untuk dunia kesehatan. Banyak sekali fungsinya,” bebernya.
Dari
sisi hipnoterapi, mesin EEG akan sangat mudah mendeteksi aktivitas pikiran
seseorang. Apakah yang aktif pikiran sadar atau pikiran bawah sadar.
Ini
sekaligus sebagai konfirmasi bahwa Tawan pun memerlukan kondisi kedalaman pikiran
tertentu, agar tangan robotnya bisa berfungsi dengan baik. Lihat saja ketika
Tawan bekerja di bengkel lasnya, harus berkonsentrasi. Ini agar gelombang otak
yang dipancarkan, bisa dibaca oleh sensor dengan tepat.
Jimmy
Lokrond, hipnoterapis yang juga dikenal sebagai suhu pengobatan berbasis energi
menambahkan, pikiran bisa mengirim pesan melalui sinyal gelombang alfa dan beta
untuk menggerakan kursi roda dengan pantulan dari penerimaan pesan di papan
mikro kontroler yanh kemudian diteruskan ke motor driver kursi roda.
“Ini
pembuktian secara ilmiah di bidang software elektronik mekanik,” katanya.
Karena
itu, menurut dia, suatu saat dengan kekuatan pikiran yang full power, akan mampu menggerakkan mesin pesawat terbang. “Ini mungkin
dianggap mustahil. Tapi kenapa tidak? Yang penting tidak disalahgunakan untuk
hal negatif,” ujarnya di media diskusi itu.
Sebelumnya,
guru kami Dr Adi W. Gunawan CCH, pendiri Adi W. Gunawan Institute of Mind
Technology sering menyampaikan, bahwa otak memang memiliki kemampuan yang
dahsyat.
“Otak
manusia memiliki 1 triliun sel. Namun pemanfaatannya paling hanya 10 persen
saja,” katanya. Karena itu, dari fakta tersebut, manusia sangat terbuka peluang
menciptakan alat apa saja.
“Dulu
banyak hal yang dianggap tidak mungkin, nyatanya sekarang sudah terjadi,”
katanya.
Sama
halnya dengan hipnoterapi yang sedang saya geluti saat ini. Banyak yang
menganggap mustahil, aneh, bahkan dianggap sebagai ilmu gaib atau supranatural.
Padahal faktanya, hipnoterapi bisa dipelajari dengan benar dan tepat, asal
belajarnya juga di lembaga yang mumpuni.
Kalau
Tawan bisa menciptakan tangan robot, maka semua orang sejatinya juga bisa
menciptakan banyak alat canggih lainnya. Karena menciptakan sebuah karya tentu
bukan monopoli para profesor saja. Orang yang tidak sekolah pun boleh membuat
alat yang fenomenal. Seperti halnya pria lulusan SD yang bisa merakit televisi,
maka siapa pun juga bisa melakukannya.
Begitu
pula di bidang kesehatan. Mengatasi penyakit, bukan lagi dimonopoli oleh
dokter. Sebab, banyak aspek lain yang terkadang tidak mampu dijangkau oleh
dokter. Seperti psikosomatis, sakit yang disebabkan oleh pikiran, nyatanya
lebih efektif ditangani dengan metode hipnoterapi, ketimbang dengan medis atau
obat-obatan.
Karena
itu, sekarang pilihan tentu bergantung pada pembaca masing-masing. Tetap apriori
dengan sebuah kemajuan pikiran, atau justru memberikan dukungan pada perubahan
peradaban bangsa ini. Pilihan ada di tangan Anda. (*)
Post a Comment