Februari
2016, ketika menghadiri Hari Pers Nasional di Lombok – Nusa Tenggara Barat,
saya mendapat jamuan khusus dari Direktur Lombok Post Alfian Yusni. Jamuan itu
juga berlaku untuk rekan sesama pemimpin surat kabar lainnya yang bernaung di
bawah Jawa Pos Group, dari berbagai daerah di Indonesia.
Usai
makan malam, Alfian ditemani istrinya, membawa kami ke salah satu butik di
Lombok. Butik ini menjual kain tenun dan batik khas Lombok. Tentu saja,
kualitas dan coraknya berbeda dengan yang dijual di pasaran. Yang pasti, butik
ini sudah menjadi langganan lama bagi Alfian dan istrinya, Shinta. Tak heran,
ketika kami sampai lokasi, terlihat keduanya sudah sangat akrab dengan pemilik butik
tersebut.
Bahkan
Shinta, sudah bertindak layaknya pemilik butik itu sendiri. Dia mengenal baik
isi butik, hingga begitu lihai menawarkan apa saja yang dipajang di butik ini.
Tak hanya batik dan tenun, aneka dompet dan tas kulit dari kulit sapi dan ular
pun dijual di tempat ini.
“Bang,
tas itu bagus loh, dari kulit ular. Istrinya pasti suka. Saya dari dulu naksir.
Sayang saya takut ular. Ngga berani pegang tas itu,” sebut Shinta kepada pemimpin
redaksi salah satu koran yang ikut dalam kunjungan kami. Tangannya terlihat menunjuk
ke arah sebuah tas kulit ular warna merah. Kawan saya itu pun mencoba menelpon
istrinya, dan setuju. Maka tas warna merah itu pun dibeli.
“Bagus
banget loh tas itu, aku pengen dari dulu. Bahkan penjualnya sampai mau ngasih
ke saya, asal saya berani,” ujar Shinta kepada saya.
Olala,
ternyata istri sang direktur ini takut
sama ular. Akibatnya, tas yang berbahan ular pun sangat takut. Jangankan
memegang dan membawanya. Melihat dari kejauhan pun sudah merinding. Saya pun
memberikan tawaran, jika mau, rasa takut itu bisa dihilangkan.
“Beneran
kah bang,” ujarnya meyakinkan. Setelah saya yakinkan, Shinta akhirnya bersedia
saya lakukan hipnoterapi. Mengambil tempat di salah satu sudut yang terdapat
kursi, saya gunakan teknik tertentu yang cepat dan efektif, agar rasa takut
dengan ular itu bisa hilang. Keinginan Shinta yang sangat kuat, ikut mempercepat
proses dalam mengatasi masalah ketakutannya itu.
Benar
saja, dari skala ketakutan di angka maksimal 10, langsung turun drastis ke angka
3, kemudian saya bimbing lagi untuk dinetralkan di angka zero alias nol. “Ya
nih bang. Rasanya sudah biasa. Sudah ngga takut,” ujarnya. Segera dia bangkit
dari kursi, menuju ke rak yang berisi tas kulit ular di butik itu. Diambilnya
salah satu tas, dan dipakainya.
“Bang,
lihat bang. Bagus kan? Aku sudah berani nih bang,” ujarnya setengah teriak pada
sang suami yang sedang asyik ngobrol dengan rekan kami yang lain. Sang suami
tentu sempat bengong dan tak percaya. Bagaimana mungkin, istri yang selama ini tidak
berani memegang tas ular, kini sudah berani berpose dengan tas ini.
“Seharusnya,
tas merah tadi yang dibeli. Tapi sudah dibeli abang itu,” ujarnya, menunjuk tas
merah yang sudah dibeli dan dibungkus plastik. Si pembeli tas merah itu hanya
tersenyum saja.
Pemilik
butik pun ikut girang. “Tawaran gratis yang sebelumnya, tidak berlaku ya?
Soalnya sekarang sudah berani,” candanya.
Alhasil,
Shinta kini benar-benar berani memegang tas dari bahan kulit ular. Bahkan khabar
terakhir, kini sudah memiliki 2 tas yang terbuat dari kulit ular. Harganya
tentu lumayan, dan cukup menambah panjang daftar tagihan kartu kredit.
“Mas
Endro, bisa ngga dihipnoterapi ulang supaya takut lagi. Kalau dia berani
begini, bisa tekor bandar,” gurau sang suami. Shinta pun hanya tersenyum,
sekaligus puas karena keinginannya akhirnya bisa terwujud. (*)
Post a Comment