Bagi
sebagian besar warga Indonesia, mudik adalah sesuatu yang istimewa. Momen
Lebaran selalu menjadi saat yang spesial untuk kembali ke kampung halaman,
tanah kelahiran, atau berkunjung ke tempat yang memiliki makna tersendiri.
Coba
perhatikan saat Lebaran, orang tidak lagi menghitung nilai rupiah. Berapa pun
mahalnya tiket pesawat, tetap dibeli. Antre tiket kereta api sejak jauh-jauh
hari, tetap dilakukan. Berdesak-desakan di kapal laut, tidak dipersoalkan. Termasuk
naik motor menempuh ratusan kilometer dengan banyak barang bawaan pun tetap
dijalankan. Kenapa? Karena ada energi yang maha dahsyat, yaitu energi untuk
bertemu dengan sanak keluarga yang mungkin di hari-hari biasa, semua tersebar
mencari penghidupan masing-masing di berbagai tempat.
Tidak
sedikit orang yang menganggap bahwa pulang ke kampung halaman saat Lebaran adalah
sebuah ‘kewajiban’. Jika ini ditanamkan ke pikiran bawah sadar, maka program
inilah yang akan berjalan terus-menerus. Segala daya dan upaya pasti akan dilakukan
agar bisa mudik. Disadari atau tidak, inilah penyemangat bagi setiap orang
untuk bekerja dengan baik dan maksimal. Jika program mudik sudah diterima dan
dijalankan pikiran bawah sadar, maka energi dari dalam diri ini akan menarik
semua rezeki untuk menutupi semua kebutuhan saat Lebaran.
Maka
silakan perhatikan mereka yang merantau, baik mereka yang bekerja kantoran
maupun bekerja di sektor informal, setiap menjelang Lebaran pikiran dan
perasaannya sebenarnya sudah sampai kampung halaman. Fisiknya memang masih di
tempat kerja, namun pikiran dan perasaannya sudah sampai di tanah kelahiran.
Hal inilah yang kemudian mampu menarik rezeki dan kemudahan-kemudahan untuk
mewujudkannya.
Pikiran
bawah sadar selalu sampai lebih dulu ke tempat tujuan, sementara tubuh atau fisik
perlu waktu untuk mengikutinya. Namun, pastikan apakah ketika pikiran dan
perasaan sudah sampai tujuan tersebut, seluruh tubuh Anda merasa nyaman? Kalau
nyaman, berarti impian Anda dengan mudah bisa diwujudkan. Tapi bagaimana bila
merasa tidak nyaman? Maka Anda bisa cek, apa penyebab perasaan tidak nyaman
itu?
Jika
misalnya rasa tidak nyaman itu disebabkan oleh “dana yang kurang,” maka
tanyakan dalam diri Anda, bagaimana cara mengatasinya? Apa yang harus dilakukan?
Semua jawaban atas pertanyaan ini sebenarnya sudah ada di dalam diri Anda. Namun
jawaban yang muncul terkadang Anda abaikan sendiri.
Bagaimana
jika muncul perasaan tidak nyaman namun dipaksakan tetap mudik? Inilah mereka
yang berusaha memaksakan diri berlebaran dengan berbagai cara. Bahkan bila
perlu utang atau pinjam kesana kemari. Akibatnya, saat mudik pun sejatinya
sudah dengan perasaan tidak nyaman, ada perasaan bersalah atau membohongi diri
sendiri. Apalagi kalau punya prinsip, ‘biar tekor asal kesohor’, maka
sebenarnya orang seperti ini sedang menggali lubang untuk diri sendiri. Apa enaknya
Lebaran dengan dana hasil utang? Bukankah tidak ada satu pun dalil yang
mewajibkan seseorang mudik saat Lebaran?
Sekali
lagi, meski Anda memiliki energi yang sangat besar untuk mudik, tapi salah satu
tolok ukur yang pas adalah pikiran dan perasaan Anda. Pastikan semua nyaman.
Jika ada yang tidak nyaman, pastikan bisa diantisipasi atau tidak. Segala kemungkinan
juga tetap harus diperhitungkan dengan matang. Jangan sampai niat mudik
mendapat kebahagiaan, yang terjadi malah sebaliknya.
Saya
sejak dulu tidak pernah menanamkan program harus mudik saat Lebaran. Program
yang saya tanamkan adalah, berlebaran di mana saja, tetap menyenangkan dan
membahagiakan. Faktanya, untuk bertemu orang tua dan keluarga, tidak harus saat
Lebaran. Kapan pun bisa dilakukan, dan rasanya jauh lebih nyaman. Bagaimana
menurut Anda? (*)
Post a Comment