Sumber: Ekspresi Suara Remaja |
Salah satu ritual utama saat Idulfitri adalah, saling
maaf-memaafkan. Betapa Sang Maha Pencipta benar-benar sudah mendesain manusia
begitu sempurna, sehingga urusan maaf-memaafkan pun diatur sedemikian rupa.
Ibarat pabrik yang memproduksi mobil, setahun sekali dianjurkan untuk servis
lengkap, memperbaiki segala hal yang perlu penyempurnaan atau penggantian.
Begitu pula Sang Pembuat Hidup sebagai pencipta manusia,
memberikan panduan agar melakukan servis secara berkala, dari mulai proses
Ramadan, diakhiri dengan Lebaran dengan agenda utama saling maaf-memaafkan
tadi. Lalu, untuk apa sebenarnya prosesi saling memberi maaf tersebut?
Sejak saya menekuni dunia teknologi pikiran, maaf menjadi
kata kunci dalam setiap proses terapi yang saya lakukan. Kata maaf itu sangat
penting dalam membantu klien yang sedang dirundung masalah berkaitan dengan
emosi dan pikiran, dalam hal ini pikiran bawah sadar. Sejak memahami hal itu
pula, saya menjadi semakin meyakini, bahwa Alquran dengan segala isinya,
benar-benar sudah memberikan tuntunan yang lengkap, bahkan untuk urusan kata
maaf ini.
Seandainya, setiap orang benar-benar melakukan ritual saling
memaafkan diiringi dengan nilai-nilai spiritual yang penuh, maka saya berani
pastikan, tidak akan ada orang yang frustasi, stres, sakit hati, dan berbagai
emosi negatif lainnya. Kenapa, karena semua emosi negatif itu hanya bisa
dituntaskan dengan kata maaf.
Lantas, kenapa setelah Idulfitri masih ada saja orang yang
stres, sakit hati, kecewa, dendam, trauma, dan segala penyakit yang disebabkan
pikiran? Itu karena kata maaf hanya terjadi pada tataran pikiran sadar,
sementara pikiran bawah sadar sejatinya belum memaafkan. Umumnya orang saling
memaafkan hanya sebatas pada sebuah ritual, namun tanpa diikuti dengan nilai
spiritual.
Ingat, ritual dan spiritual itu tentu sangat berbeda.
Ritual, hanya menjalankan
kewajiban tapi tidak diikuti dengan pemahaman makna
atas apa yang dilakukan. Sementara spiritual, dimensinya lebih nyata dan
benar-benar merasuk ke seluruh tubuh baik fisik maupun psikis.
Untuk itu, di momen Lebaran yang sangat spesial ini, sudah
sepatutnya Anda menjalani ritual saling memaafkan dengan diikuti nilai-nilai
spiritual yang tinggi. Yakinkan dan pastikan, sudah memaafkan setiap orang yang
sudah berbuat salah kepada Anda, tidak hanya di pikiran sadar tapi juga di
pikiran bawah sadar.
Dari pengalaman di ruang praktik menangani ratusan klien,
persoalan terkait pikiran umumnya disebabkan oleh orang terdekat. Baik itu
ayah, ibu, adik, kakak, guru, rekan kerja, atau suami dan istri. Wajar jika
seorang anak tidak berani melawan dan membantah orang tuanya, pun suami atau
istri terkadang enggan membantah atau cari ribut dengan pasangannya. Namun
nyatanya, hal itu malah mengganggu pikiran dan memunculkan berbagai gangguan
yang merugikan.
Lalu bagaimana caranya memastikan bahwa Anda sudah
benar-benar memaafkan baik di pikiran sadar maupun pikiran bawah sadar?
Caranya, coba temui seseorang yang selama ini sudah membuat Anda sakit hati,
kecewa, dendam, trauma atau apa pun emosi negatif. Setelah itu, rasakan di
segenap diri Anda. Adakah perasaan tidak nyaman ketika bertemu orang ini? Jika
semua nyaman, tidak ada gangguan sedikit pun, berarti Anda sudah benar-benar
memaafkan dengan tulus dan ikhlas.
Tapi, bagaimana jika ada response atau perasaan tidak
nyaman? Kalau seperti itu yang dirasakan, coba tanyakan dalam diri Anda. Apa
perasaan tidak nyaman itu? Lalu, negosiasikan untuk benar-benar berdamai dan
memaafkan orang tersebut. Jika semua sudah benar-benar nyaman, itulah hakikat
Lebaran sesungguhnya, Anda sudah benar-benar fitrah.
Maka, mari cek perasaan Anda saat ini. Selami pikiran bawah
sadar Anda, hati nurani Anda, siapa saja sosok yang selama ini sudah mengganggu
hidup Anda? Buang semua perasaan tidak nyaman. Niatkan dan izinkan diri Anda
tidak melekat dengan semua perasaan itu. Biarlah semua perasaan negatif itu
hilang lenyap, seiring suara kumandang takbir yang menggema dengan seksama.
Demikianlah kenyataannya. (*)
Post a Comment