Apa yang terjadi jika
mulai 1 Januari 2018 mendatang, semua kekayaan di negeri ini dibagi rata? Setiap
penduduk di Indonesia, akan memiliki kekayaan yang sama besarnya. Apakah
kemudian Indonesia akan semakin makmur dan sejahtera?
Kondisi di atas
mungkin hanya akan terjadi dalam negeri dongeng. Kalau pun terjadi, yakinlah, kekayaan
yang sama rata itu tidak akan bertahan lama. Pada akhirnya, kondisi kekayaan
yang sama rata itu pasti akan berubah. Kondisinya akan segera kembali pada
posisi seperti sekarang ini, yakni kekayaan hanya akan dinikmati 20 persen penduduk,
dan sisanya 80 persen penduduk berada pada posisi menengah ke bawah.
Kenapa terjadi
seperti itu? Jika merujuk pada ekonom asal Italia, Vilfredo Pareto, kondisi
kestabilan ekonomi 20 persen dibanding 80 persen pasti akan selalu terbentuk.
Sesuai prinsip
Pareto, 80 persen pendapatan
dimiliki oleh 20 persen dari jumlah populasi. Dengan prinsip itulah, distribusi
kekayaan akan lebih besar dinikmati 20 persen penduduk, dan sisanya dinikmati oleh
80 persen populasi.
Dari sisi pola
pikir, setali tiga uang. Tak banyak penduduk yang memiliki pola pikir positif
dan selalu sukses. Hanya 20 persen populasi yang selalu berpikiran positif dan
bisa meraih sukses dengan maksimal.
Anggap saja mulai 1
Januari 2018 mendatang kekayaan yang sama rata pasti terjadi. Misalnya setiap
orang mendapat Rp 1 miliar. Maka pola pikir setiap orang akan mempengaruhi gaya
hidupnya. Bagi yang positif, pasti akan mempergunakan uang itu sebaik-baiknya.
Misalnya dengan meningkatkan aset, membangun bisnis, atau melakukan hal untuk
menjadikan dana itu berlipat.
Sementara, bagi
yang pola pikir kurang positif, pasti memanfaatkan dana Rp 1 miliar itu untuk
bersenang-senang. Kapan lagi bisa menikmati uang sebanyak itu dengan merasakan
semua fasilitas mewah yang selama ini belum pernah dicicipi? Dengan kondisi
seperti itu, bukankah hasilnya akan kembali seperti prinsip Pareto? Perlahan-lahan
20 persen penduduk pasti akan lebih kaya ketimbang 80 persen sisanya.
Contoh nyata, pria
asal Inggris, Roger Griffiths
pernah menang undian senilai
1,8 juta poundsterling
atau sekitar Rp 26 miliar. Pria ini memilih menikmati kekayaannya. Beli rumah dan
mobil mewah hingga berlibur keliling dunia dengan fasilitas nomor wahid. Kekayaannya
lama-lama habis dan hasil akhirnya pria 40 tahun itu tinggal
seorang diri di pinggiran kota. Selain tidak memiliki pekerjaan, dia hanya
mengantongi uang Rp 100
ribu. Istri dan anaknya
pun sudah meninggalkannya.
Apa yang terjadi
pada Griffiths karena pola pikir yang kurang tepat. Itu pula yang terjadi jika
anak hanya dibekali warisan harta berlimpah tanpa pola pikir positif. Tak sedikit
harta warisan orang tua habis begitu saja, tanpa memberikan manfaat maksimal.
Maka, untuk bisa
meraih keberhasilan, bagian penting yang harus dilakukan pertama kali adalah
mengubah pola pikir. Pola pikir positif
akan memunculkan perasaan dan hati yang selalu nyaman. Jika semua sudah nyaman,
maka energi akan positif. Jika energi semakin positif, bisa dipastikan daya
tarik yang dihasilkan tentu juga yang baik-baik saja. Bukankah sejatinya kita selalu
terhubung dengan semesta ini? Pola pikir positif juga akan menghasilkan
tindakan yang mengutamakan skala prioritas.
Jadi, tidak ada pilihan
lain, bangunlah pola pikir positif sekarang juga, saat ini juga. Demikianlah
kenyataannya. (*)
Post a Comment