Penghargaan diserahkan Adi W Gunawan (kiri) kepada putri almarhum Yan Nurindra, Nadya Ayu Riandini didampingi istri almarhum, Gayatri S. Rini. |
Almarhum Yan
Nurindra diberikan penghargaan sebagai Bapak Hipnoterapi Indonesia. Penghargaan
itu disematkan oleh keluarga besar Asosiasi Hipnoterapis Klinis Indonesia
(AHKI), dalam Kongres Nasional I yang digelar di Hotel Santika Jakarta, (14/1),
belum lama ini.
DR Adi W. Gunawan,
ketua umum AHKI menjelaskan, almarhum Yan Nurindra memiliki andil yang sangat
besar dalam menyebarkan ilmu hipnoterapi di Tanah Air.
Sebagai pecinta dan praktisi meditasi, energi, metafisika, dan hal-hal berhubungan
dengan kekuatan pikiran sejak muda, Adi mengaku bersyukur ketika mendapat kesempatan belajar Pak Yan Nurindra pertama kali, 10 Oktober 2004, di kelas "Alpha Power: Mind Over
Matter" di Surabaya.
“Saya akhirnya mengikuti kelas hipnoterapi yang beliau selenggarakan di Surabaya, 29-30 Mei
2005, dan saya mendapat sertifikasi sebagai hipnoterapis. Saat itu gelarnya certified
hypnotherapist,” bebernya.
Melalui dua pertemuan itu, ia mengaku semakin terbuka dengan dunia hipnosis, hipnoterapi, dan kekuatan pikiran bawah sadar. “Saya akhirnya paham bahwa hipnosis dan hipnoterapi bukan klenik dan sangat ilmiah,” lanjutnya.
Melalui dua pertemuan itu, ia mengaku semakin terbuka dengan dunia hipnosis, hipnoterapi, dan kekuatan pikiran bawah sadar. “Saya akhirnya paham bahwa hipnosis dan hipnoterapi bukan klenik dan sangat ilmiah,” lanjutnya.
Di akhir pelatihan hipnoterapi Adi sempat bertanya pada Yan Nurindra, “bila mau
belajar lebih lanjut, adakah kelas advanced?" Ternyata dijawab,
belum ada. Karena terdorong ingin terus belajar, Adi pun terus bertanya, kemana
jika ingin memperdalam hipnosis. Saat itulah, Yan Nurindra menyarankan agar Adi
membeli buku hipnosis atau hipnoterapi di toko buku online
luar negeri. “Saya disuruh cari yang dapat
rating bintang 4 atau 5," katanya.
Sejak itu, Adi
mengakui membeli banyak buku dengan topik
hipnosis, hipnoterapi, psikologi, intervensi klinis, dan sejenisnya. Total sudah lebih dari 1.300 judul buku yang dibeli.
“Itulah alasan kami memberikan penghargaan kepada almarhum, melalui keluarga beliau. Pak Yan Nurindra adalah guru saya. Beliau mencerahkan dan menghidupkan untuk mendalami dunia pikiran. Dari pertemuan singkat dengan beliau, saya belajar terus bahkan sampai ke luar negeri,” bebernya.
“Itulah alasan kami memberikan penghargaan kepada almarhum, melalui keluarga beliau. Pak Yan Nurindra adalah guru saya. Beliau mencerahkan dan menghidupkan untuk mendalami dunia pikiran. Dari pertemuan singkat dengan beliau, saya belajar terus bahkan sampai ke luar negeri,” bebernya.
Padahal, awalnya
Adi adalah seorang pebisnis sejak 1987, hingga sejak 2005 memutuskan serius menggeluti dunia pikiran, psikologi, hipnoterapi dan
intervensi klinis. “Semua yang saya capai saat ini bermula dari pencerahan yang saya dapatkan
dari Pak Yan Nurindra,” ulasnya.
Disampaikan, sejak 2004, Yan Nurindra adalah pelopor dan satu-satunya tokoh, trainer hipnosis dan hipnoterapi yang konsisten menyelenggarakan pelatihan hipnosis dan hipnoterapi ilmiah di Indonesia hingga akhir hayatnya.
Disampaikan, sejak 2004, Yan Nurindra adalah pelopor dan satu-satunya tokoh, trainer hipnosis dan hipnoterapi yang konsisten menyelenggarakan pelatihan hipnosis dan hipnoterapi ilmiah di Indonesia hingga akhir hayatnya.
“Melalui pelatihan yang beliau selenggarakan, masyarakat akhirnya
paham bahwa hipnosis dan hipnoterapi bukan klenik namun memiliki landasan teori
sahih dan adalah cabang ilmu psikologi,” urainya.
Yan Nurindra yang wafat pada 30 Agustus
2016 lalu adalah tokoh
yang babat alas, menerobos hutan lebat, angker,
dan membuka lahan agar murid-muridnya, dapat menggunakan lahan untuk membangun
rumah dengan aman dan nyaman. Hingga saat berpulang, Yan Nurindra memiliki
lebih dari 24.000 alumni. “Saya salah satu di antaranya,” katanya.
Lantas bagaimana perkembangan hipnoterapi di Tanah Air saat ini? Adi menyampaikan, sejak Yan Nurindra berpulang, greget pelatihan hipnosis dan hipnoterapi
menurun drastis.
“Belum ada satu pun alumni beliau yang bisa mengganti posisinya, baik sebagai
trainer andal maupun sebagai tokoh disegani dan mampu menyatukan banyak
kalangan dan kepentingan dalam dunia hipnosis dan hipnoterapi,” bebernya.
Menurut Adi, pergerakan dan perkembangan hipnosis dan hipnoterapi di Indonesia pasti
akan menjadi lambat karena tidak ada lagi tokoh mumpuni yang mampu menggerakkan
dunia pelatihan hipnosis seperti Yan Nurindra.
“Ini saya bicara dalam
konteks pelatihan yang berlangsung singkat, dua
atau tiga hari. Namun untuk pelatihan yang dilakukan trainer dengan kekhususan
tersendiri, yang mengajarkan materi hipnoterapi klinis selama 10 hari
pelatihan, ini akan terus jalan karena segmentasi pasar dan peminatnya beda,” urainya.
Maka, agar hipnoterapi
semakin diterima masyarakat, para praktisi di bidang ini perlu lebih serius mengembangkan diri, belajar, mengasah kemampuan mereka,
dan menaikkan standar lebih tinggi. “Apa yang telah Pak Yan Nurindra bangun dan berikan pada murid-muridnya perlu
dilestarikan dan terus dikembangkan,” pungkasnya. (endro s efendi)
Post a Comment