Setiap kali jumpa kawan dan sahabat, salah satu pertanyaan
yang kerap dilontarkan adalah, bagaimana agar orang tua ikhlas dan ringan
melepas anaknya melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren.
Beratnya melepas anak bersekolah di pondok pesantren adalah
persoalan yang sering terjadi. Ada anak yang sangat ingin, bahkan semangat bersekolah
di pondok pesantren. Tapi sebaliknya, orang tuanya malah merasa sangat berat
bahkan tidak rela jauh dengan buah hatinya.
Ini pernah dialami kerabat saya sendiri. Anaknya sangat
betah bahkan sangat semangat selama di pesantren. Namun orang tuanya yang
justru menangis setiap saat. Meski sudah anaknya melarang untuk menjenguk,
tetap saja si orang tua ini datang dan datang lagi. Puncaknya, si anak akhirnya
benar-benar dikeluarkan dari pondok pesantren tersebut.
Sebaliknya, ada juga yang orang tuanya sangat semangat, tapi
anaknya enggan ke pondok pesantren. Ada banyak alasan yang melatari. Namun yang
pasti, hal tersebut akhirnya menjadi kendala bagi orang tua yang ingin anaknya
bersekolah di pondok pesantren.
Agar anak betah di pondok pesantren, sejak dini, sejak
jauh-jauh hari harus sudah dikenalkan, diperdengarkan, bahkan diperlihatkan
aktivitas pondok pesantren. Sampaikan kelebihannya, keseruannya, serta apa saja
yang akan dipelajari.
Saat libur sekolah, tidak ada salahnya sekalian mampir di pondok
pesantren, agar anak melihat langsung suasananya. Bahkan bila ada kegiatan
pesantren kilat di salah satu pondok pesantren, bisa saja diikutsertakan. Semakin
banyak pondok pesantren yang dikunjungi, semakin banyak pula referensi dan
pilihan untuk anak. Sehingga anak bisa memilih sesuai dengan yang diharapkan.
Hindari menyekolahkan anak ke pondok pesantren dengan
paksaan atau bahkan dengan ancaman. Ingat, pesantren bukanlah tempat untuk
menghukum dan bukan pula tempat menakutkan. Terkadang orang tua tidak sadar
mengancam anak memasukkan ke pondok pesantren jika anaknya tidak bisa diatur. Padahal,
pondok pesantren bukanlah tempat ‘laundry’
atau tempat penampungan anak bermasalah.
Yang juga terjadi, orang tua menyekolahkan anak ke pondok
pesantren sebagai pilihan terakhir, bukan pilihan utama. Pola pikir ini yang
harus diubah. Justru sudah semestinya menyekolahkan anak ke pondok pesantren
atau boarding school sebagai pilihan
utama. Karena di sini anak akan belajar mandiri, belajar mengambil keputusan,
hingga belajar mengatur dirinya sendiri.
Tidak hanya anak, kedua orang tua pun sejak dini harus
mempersiapkan mental untuk melepas anaknya. Ingat, menyekolahkan anak ke pondok
pesantren bukan berarti mengabaikan atau bahkan dianggap ‘membuang’ anak. Ini harus
dilandasi niat untuk memberikan bekal pendidikan yang baik untuk masa depan
anak. Orang tua harus benar-benar tenang dan nyaman ketika anak berada di
pesantren.
Rasa khawatir atau cemas sekecil apa pun, akan dirasakan
anak dan bisa memberikan dampak negatif. Apalagi jika orang tua mengalami rasa
khawatir bahkan cemas berlebihan, maka anak pun akan merasa tidak nyaman. Ada ikatan
batin atau ikatan emosional yang tidak nyaman dan pasti akan dirasakan anak.
Selama ini coba perhatikan, ketika kedua orang tua ada
masalah dan energinya sedang tidak nyaman, biasanya anak pun akan cerewet
bahkan rewel. Ini karena vibrasi negatif dari kedua orang tuanya akan
dirasakan. Begitu pula anak yang sedang sekolah di pondok pesantren, akan
selalu merasakan energi kedua orang tuanya.
Ketika sedang makan, kadang ada orang tua yang ingat anaknya
di pesantren. Kalau sudah begini, yang muncul umumnya energi negatif. “Anakku
makan apa ya? Makanannya enak apa ngga ya? Apa dia sudah makan atau belum ya?” Kekhawatiran
seperti itu tidak perlu. Cukup doakan dan kirim gelombang positif, dengan
kalimat yang menyenangkan setiap saat. “Mudah-mudahan anakku juga makan enak di
sana. Semoga selalu sehat dan bisa belajar dengan baik,” begitu misalnya yang
bisa diucapkan.
Kirim energi kasih sayang yang positif. Bayangkan dan
rasakan anak ada di depan, dan peluk dia dengan sepenuh perasaan, serta ucapkan
kalimat positif. Setelah itu, pasrahkan kepada Allah, dan yakinlah semua akan
baik-baik saja.
Bagaimana menurut sahabat?
Post a Comment