Manusia memiliki salah satu perangkat keras
(hardware) yang sangat luar biasa.
Apalagi kalau bukan otak. Jumlah sel yang ada di otak ini bahkan terbanyak di
antara makhluk lain, yakni 1 triliun sel. Wajar karena manusia adalah makhluk
yang diciptakan paling sempurna. Sebagai contoh, lebah hanya punya 7 ribu sel.
Itu pun mampu memproduksi madu yang sangat bermanfaat, dan tidak pernah lupa
pulang. Bandingkan dengan manusia yang kadang-kadang lupa pulang, seperti Bang
Toyib.
Sementara tikus, mempunyai 5 juta sel.
Dengan jumlah sel sebanyak itu, tikus mampu memakan apa saja. Namun, karena
jumlah sel manusia lebih banyak, ternyata tetap bisa mengalahkan tikus.
Buktinya, kitab suci saja dimakan manusia, alias dikorupsi. Tikus sebenarnya
ingin protes, kenapa koruptor digambarkan seperti dirinya. Sementara,
serakus-rakusnya tikus, belum pernah memakan uang sampai miliaran rupiah.
Kembali ke masalah otak. Organ otak yang ada
di kepala manusia sungguh merupakan sebuah anugerah dari Sang Pencipta yang tak
ternilai harganya. Sistem kerja otak super canggih, mampu menciptakan apa saja
sesuai keinginan manusia.
Hal-hal yang dulu dianggap tidak mungkin,
nyatanya dari hasil imajinasi otak, hari ini sudah bisa diwujudkan dan
diciptakan. Begitu pula apa saja yang dirancang hari ini, bukan tidak mungkin
akan segera terwujud. Hanya waktu yang akan membuktikan dan bergantung seberapa
nyaman untuk mewujudkannya. Kecuali analisa bahwa bumi itu datar, entah kelak
akan terbukti atau tidak.
Sistem otak yang ada di dalam tubuh
masing-masing memiliki program serba digital dan otomatis. Sementara tubuh
masih analog dan manual. Perlu sinkronisasi antara otak dan tubuh, agar bisa
menghasilkan apa yang diinginkan.
Sebagai contoh, saat sedang berada di rumah
dan siap berangkat ke tempat kerja, siapa yang tiba lebih dulu di tempat kerja?
Betul. Yang lebih dulu sampai ke tempat kerja adalah pikiran, yang merupakan
hasil dari kerja otak. Begitu memutuskan berangkat kerja, maka pikiran langsung
membuat data tentang jalan mana saja yang akan dilalui dan segera menyiapkan
data tentang apa saja yang akan dikerjakan. Barulah kemudian, tubuh yang analog
dan manual, mengikuti arahan dari pikiran tadi.
Begitu pula ketika bersiap untuk makan
malam. Pikiran pasti lebih dahulu sampai di rumah makan yang dituju, termasuk sudah
menentukan menu apa saja yang akan dipilih. Barulah tubuh merespons dan perlu
sedikit waktu untuk sampai ke tempat tujuan.
Itu sebabnya, ketika bangun tidur,
disarankan untuk tidak buru-buru beranjak dari ranjang. Duduk sejenak, lakukan
sinkronisasi antara pikiran dan tubuh. Kalau tidak, biasanya kepala akan terasa
pusing karena proses sinkronisasi dipaksa berjalan cepat.
Apa pun yang ingin dilakukan, selalu
pikiran yang akan melakukannya lebih dahulu. Barulah kemudian tubuh mengikuti
jalur yang sudah dibuat pikiran tadi. Kecuali bagi yang tidak punya otak, maka
tubuh akan melakukan apa saja secara liar, karena tidak ada panduan yang jelas.
Maaf, bercanda. Masa sih ada yang
tidak punya otak?
Sementara bagi yang merasa punya otak
encer, juga diingatkan untuk menghindari tidur miring. Takut otaknya meleleh
keluar, karena saking encernya. Maaf,
bagian ini juga bercanda.
Lalu, kalau semua yang dilakukan merupakan
hasil dari ‘perjalanan’ pikiran, lantas kenapa tidak digunakan untuk merancang
masa depan? Inilah yang jarang dilakukan. Sebagian orang terjebak dengan
kalimat, “jalani saja apa adanya.” Akibatnya, pikiran tidak dirangsang untuk
membuat perjalanan masa depan yang nyaman dan menyenangkan. Pikiran tidak
dibiasakan membuat peta masa depan sebagai panduan untuk menjalani hidup. Bukankah
tidak sedikit impian yang sudah dirancang pada masa lalu, terbukti sudah
terwujud di masa sekarang?
Berani bermimpi. Itulah yang kerap
diucapkan para motivator dan inspirator di berbagai seminar dan buku. Begitu
pula yang disampaikan para vibrator dengan kalimat-kalimatnya yang mengandung
vibrasi positif. Termasuk sang provokator di tengah unjuk rasa.
Kalau mimpi saja tidak berani, maka sama
saja tidak memperbolehkan pikiran pergi ke masa depan. Karena pikiran tidak
dirangsang ‘move on’, maka jangan
heran jika di dalam kehidupan, hasilnya juga akan begitu-begitu saja.
“Saya sudah merancang masa depan. Saya juga
sudah punya daftar impian. Tapi kenapa tidak berhasil juga?” Di sinilah
pentingnya sinkronisasi. Perbedaan sistem digital dan analog antara otak dan
tubuh, memerlukan sinkronisasi yang pas. Saat memutuskan pergi ke sebuah rumah
makan, kenapa bisa terwujud dengan mudah? Karena otak dan tubuh sudah sinkron,
terasa nyaman dan tidak ada hambatan.
Untuk merancang masa depan, sinkronisasi pun
bisa dilakukan dengan melakukan pengecekan perasaan. Misalnya ingin membeli
mobil baru sekelas Toyota Alphard seharga Rp 1,6 miliar. Coba cek perasaan.
Pejamkan mata, letakkan telapak tangan kanan ke dada sebelah kiri. Rasakan
respons tubuh dan semua perasaan. Kalau terasa nyaman, ya sudah, tarik impian
untuk memiliki mobil ini. Yakinlah, suatu ketika impian ini akan terwujud.
Tapi jika kemudian ada perasaan yang
mengganjal atau tidak nyaman, ya ganti jenis mobilnya. Terus turunkan dan cari
mobil yang lebih tepat harganya, sampai benar-benar terasa nyaman. Kalau
perasaan sudah benar-benar nyaman, berarti sinkronisasi sudah jalan, dan
tinggal menunggu waktu hal itu bisa terealisasi.
“Ini rasanya sudah nyaman. Mobilnya saya
ganti dengan yang harga Rp 300-an juta.” Ya, sudah. Itu artinya tubuh dan
perasaan merasa lebih nyaman membeli mobil seharga itu. Kalau ini sudah
terwujud, tinggal membuat impian baru lagi. Yang penting, sinkronisasi tetap
harus dilakukan setiap kali ingin mencapai suatu impian.
Terus bagaimana jika tetap ingin memiliki
mobil mewah tadi, tapi perasaan tetap tidak nyaman? Bereskan dulu rasa tidak
nyamannya. Itulah yang disebut mental
block, alias penjara mental. Perasaan tidak nyaman inilah yang umumnya
menghambat seseorang mencapai sesuatu. Mental
block ini bisa berasal dari emosi negatif, konflik masa lalu yang belum
terselesaikan, trauma, dan berbagai masalah lain yang berhubungan dengan pikiran.
Kalau perasaan tidak nyaman ini sudah dibereskan, maka jemputlah impian itu
dengan mudah dan nyaman.
Di setiap pelatihan pengembangan diri,
menulis impian adalah momen yang paling saya tunggu. Medianya bisa
bermacam-macam. Ada yang dituliskan di kertas, kemudian diterbangkan
menggunakan balon gas. Ada pula yang ditulis pada balon, kemudian balon itu
ditiup sampai pecah.
Nah, dalam Camp Magnet Rezeki Angkatan 23
di Makassar, 21 – 23 Desember 2018 tadi, saya bersama puluhan peserta lainnya
dipandu membuat daftar impian. Impian itu dituliskan pada sekeping keramik
lantai ukuran 30 x 30 centimeter.
Lantas, sebagai perwujudan untuk sinkronisasi
antara tubuh dan pikiran, digunakan media lampu bohlam untuk memecahkan keramik
tersebut. Sempat beberapa kali, justru bohlamnya yang pecah. Ya, masih ada
perasaan khawatir dan belum pasrah. Namun, setelah dinetralisir dan benar-bena
nyaman, maka dengan sekejap bohlam itu mampu memecahkan keramik lantai.
Lantas,
menjelang 2019 ini, sudahkah Anda membuat daftar impian? (*)
Post a Comment