Belum
lama ini, saya jumpa dengan sahabat lama. Awalnya hanya bicara santai, namun
tak lama kemudian merembet ke urusan pekerjaannya di kantor. Ya, dia mengaku
sangat tidak nyaman di kantor karena sikap atasannya.
“Bos
saya itu suka marah, ngga jelas. Saya ngga tahu apa-apa pun kena marah. Sebel
pokoknya. Saya mau pindah dari tempat itu,” ujarnya dengan wajah serius. Seluruh
tubuhnya menunjukkan respons yang sangat tidak nyaman ketika menceritakan
atasannya itu.
Saya
terus menyimak semua keluhannya, dan semua ‘dosa’ bosnya itu menurut versi dan
sudut pandangnya. Pokoknya, apa pun yang dilakukan bosnya tidak ada yang benar.
Setelah
menceritakan semuanya, saya pun menawarkan untuk dibantu menggunakan teknik terbaik
ciptaan guru saya, Adi W. Gunawan. Saya menggunakan The Heart Technique (THT) untuk membantu menetralisir perasaan
tidak nyamannya terhadap atasannya itu.
Rasa
sebel yang awalnya di angka maksimal, turun ke angka 7, kemudian turun di angka
2, hingga kemudian nol, alias benar-benar netral. Bahkan, dia langsung tertawa
lepas, dan menyadari kekeliruannya sendiri. Bahwa selama ini, justru dia yang
merasa salah.
Sahabat
ini saya minta lagi untuk membayangkan atasannya. Kembali dia langsung tertawa
dan merasa lucu membayangkan atasannya yang sedang marah-marah.
“Iya
ya? Kok aneh? Malah lucu rasanya. Wah, ternyata selama ini saya yang salah.
Memendam perasaan yang justru merugikan diri sendiri,” ucapnya dengan wajah semringah.
Dia
pun mengakhiri pertemuan itu dengan wajah baru, sangat ceria. “Besok kerja
pasti beda, bisa senyum terus seharian,” katanya.
Sahabat
semua yang luar biasa, adakah yang pernah mengalami atau merasakan seperti
kisah di atas? Lantas, apa yang sudah dilakukan untuk menetralisir semua
perasaan tidak nyaman itu?
Selalu
ada saja yang mengalami hal serupa di atas. Umumnya, hanya bisa diam, memendam,
kemudian merugikan diri sendiri karena menyimpan semua emosi dan energi tidak
nyaman. Ada pula yang kemudian memilih keluar atau pindah mencari pekerjaan
lain. Pertanyaannya, apakah ketika pindah kerja di tempat lain, suasana
kerjanya sudah pasti nyaman? Apakah pimpinan atau atasan yang baru dijamin
sesuai harapan?
Sahabat,
kita tidak pernah bisa mengubah orang lain. Bahkan sampai dunia berhenti berputar,
tidak ada yang bisa mengubah orang lain. Yang bisa dilakukan adalah ubah diri
sendiri. Kalau diri sendiri sudah berubah, maka apa pun yang terjadi pada orang
lain, tidak akan berpengaruh pada diri sendiri.
Untuk
menetralisir semua perasaan tidak nyaman, ada banyak teknik yang bisa dilakukan.
Termasuk The Heart Technique yang saya lakukan di atas. Silakan belajar teknik
apa yang disukai. Pendek kata, netralisir semua perasaan tidak nyaman. Sehingga
diri Anda bisa mengontrol atau mengendalikan diri sendiri. Sebab, kendali hidup
sepenuhnya ada di tangan Anda, bukan oleh orang lain.
Lantas
bagaimana agar diri selalu nyaman? Ada salah satu kalimat ajaib yang bisa
selalu diterapkan. Kalimat ini saya dapatkan dari Ustaz Nasrullah, salah satu guru
saya juga yang menulis buku Rahasia Magnet Rezeki.
Kalimat
ajaibnya adalah, “saya salah, orang lain mungkin benar.” Nyatanya, kalimat ini
memang sangat efektif sebagai pengontrol ego diri sendiri. Pokoknya, ada
kejadian apa pun, gunakan kalimat ini. Dijamin, akan selalu menemukan solusi
dari setiap persoalan yang terjadi.
Belum
lama ini, saya juga pernah bertemu dengan tiga sahabat. Ketiganya adalah senior
saya di kampus. Masing-masing mereka, menyalahkan suaminya. Pokoknya, di mata
mereka bertiga, masing-masing suaminya salah, dan banyak sekali hal yang ingin
diubah dari suaminya masing-masing.
Dengan
prinsip “saya salah, orang lain mungkin benar,” saya minta ketiga sahabat ini
menuliskan daftar kesalahan yang dia lakukan terhadap suaminya.
“Loh,
yang salah suami saya. Kenapa saya yang menuliskan daftar kesalahan?” protes
salah satu sahabat. Saya katakan dengan tegas dan jelas, selama mereka tidak
bisa menemukan kesalahan diri sendiri, maka tidak akan terjadi perubahan apa
pun dalam kehidupan rumah tangganya.
Maka,
dengan perasaan yang terlihat dongkol, ketiganya membuat daftar kesalahannya
masing-masing. Terlihat ketiganya serius, bahkan ada yang mulai meneteskan air
matanya.
“Ya,
ternyata memang saya yang salah,” kata salah satu sahabat. Terlihat lainnya
juga mengangguk tanda setuju. Tak terasa, masing-masing mereka membuat daftar
kesalahan yang begitu panjang.
Selama
ini, mereka hanya fokus pada ‘kesalahan’ suami, sehingga lupa untuk menjadi ‘istri’
yang baik. Mereka fokus pada pasangannya, tapi tidak berupaya meningkatkan
kapasitas dirinya sendiri.
Ketiganya
kemudian berjanji, fokus untuk memperbaiki diri sendiri. Tidak peduli lagi
dengan ‘kesalahan’ suami. Hasilnya memang luar biasa. Hampir satu minggu
kemudian, jumpa kembali dengan mereka, wajahnya sudah berbeda.
“Bener
lho. Saat kita berubah, pasangan ternyata juga berubah. Rasanya beda banget,”
ucap sahabat saya. Mereka akhirnya semakin yakin, mengubah orang lain harus
diawali dari diri sendiri.
Bahkan,
perubahan juga terjadi pada anak mereka. “Saya pun jadi lebih sabar dan nyaman
menghadapi anak-anak,” tuturnya.
Saya
hanya bisa mengucapkan selamat atas perubahan yang mereka alami. Saya tegaskan
kepada mereka, bahwa perubahan itu terjadi karena mereka sendiri yang
melakukan. Bukan karena saya.
Semoga
para sahabat semua yang membaca artikel ini, juga selalu diberikan kenyamanan
hati, dan senantiasa sehat sempurna dan segar sepenuhnya.
Demikianlah
kenyataannya.
Post a Comment