Dapat rezeki agar orang terdekat bisa bahagia, atau
membahagiakan orang terdekat agar bisa mendapatkan rezeki. Mana yang seharusnya
dilakukan terlebih dahulu? Menjawab pertanyaan itu, sama seperti persoalan
lebih dahulu mana antara telur atau ayam. Maka, tak usah diperdebatkan mana
yang harus dilakukan terlebih dahulu. Paling utama dari konsep yang ingin
disampaikan dalam tulisan ini adalah, bagaimana bersikap dengan orang terdekat.
Selama ini, begitu banyak orang harus meninggalkan keluarga
terdekat, hanya untuk mencari rezeki. Alih-alih agar orang terdekat bisa
bahagia, nyatanya tak sedikit keluarga yang ditinggalkan justru merasa sangat
tidak nyaman.
Tengok saja, selalu ada saja tenaga kerja Indonesia yang
sedang mengais rezeki di negara tetangga, namun kemudian mendapat persoalan.
Entah yang menimpa keluarganya sendiri, atau bahkan dirinya sendiri. Lantas, ke
mana seharusnya mencari rezeki.
Begitu juga mereka yang harus bekerja berbulan-bulan
meninggalkan keluarga, terkadang ternyata hasilnya juga tidak sesuai harapan.
Secara rupiah, mungkin memang berlebihan. Namun, ada saja bagian yang kurang
nyaman atau bahagianya kurang maksimal. Lantas, seperti apa seharusnya?
Sahabat, pernahkah memperhatikan monyet yang tidak pernah
merusak pohon pisang, atau ikan yang tidak pernah merusak terumbu karang?
Kenapa seperti itu? Ya, Anda benar, baik monyet maupun ikan, tahu bahwa pohon
pisang dan terumbu karang itulah sumber rezekinya. Maka, keduanya justru ikut
menjaga dan merawat sumber rezekinya.
Lantas, manusia sumber rezekinya di mana? Ternyata, rezeki
manusia ada pada orang lain. Maka, mulai saat ini, marilah menjaga orang lain.
Sebab di orang lain itulah rezeki kita. Ketika membuat orang lain tersenyum
bahkan bahagia, maka sadarilah bahwa Anda sedang membuka pintu rezeki untuk
diri sendiri.
Orang lain saja seperti itu, bagaimana dengan keluarga.
Sudah pasti, senyum keluarga atau orang terdekat adalah sumber rezeki yang tak
ternilai harganya. Terkadang orang sibuk keluar rumah, jauh-jauh melanglang
buana, padahal sumber rezeki ada di dalam rumah, ada pada keluarga. Suami,
istri, anak, mertua, dan orang tua, kerabat, semuanya adalah sumber rezeki.
Ibarat taman, merekalah tanamannya yang harus dijaga dan dirawat. Jangan
biarkan ada tanaman yang layu, sakit, atau bahkan mati. Saat semua tanaman di
taman itu terjaga dan sangat indah, maka lihatlah, kupu-kupu akan datang dengan
sendirinya. Kupu-kupu itulah perlambang rezeki tadi.
Adalah benar, Allah menyuruh hambanya bertebaran di muka
bumi untuk mencari rezeki dan ridho Allah. Tapi, jika ada cara yang lebih
mudah, duduk, diam dan rezeki datang sendiri, kenapa tidak? Pilihan ada pada
diri sendiri, mau mengejar kupu-kupu, atau membuat dan merawat taman yang yang
indah.
Jika memahami konsep ini, yakinlah, bumi ini akan diisi oleh
orang-orang yang damai. Kenapa? Karena masing-masing orang akan menahan diri
bahkan tidak berani menyakiti orang lain atau mengecewakan orang lain. Sebab
jika itu terjadi, sama saja sedang merusak sumber rezeki.
Coba perhatikan, Anda yang sejak pagi sudah mengalami
persoalan tidak nyaman di rumah, maka bekerja menjadi kurang nyaman, bagi yang
dagang, ajaibnya dagangan pun tidak seramai biasanya. Sebaliknya, ketika sejak
pagi bahagia, sejak dari rumah sudah nyaman, sampai tempat kerja pun energi
berlimpah. Rezeki pun datang begitu deras tanpa upaya yang terlalu keras.
Jadi mulai sekarang, mari menjaga orang terdekat agar selalu
nyaman. Anda yang suami, saat ingin marah dengan istri, yuk berpikir ribuan
kali lipat. Untuk apa kemarahan itu? Coba perhatikan, bagaimana kerennya
pekerjaan seorang istri. Bangun sejak dini hari, tidur pun paling terakhir
karena harus mengerjakan semua pekerjaan rumah.
Anda yang istri, mari kendalikan diri ketika mau marah
dengan suami. Betapa pun, pasti ada kelebihan dan nilai tambah dari suami Anda.
Sebab, Anda memilihnya jadi suami pasti melihat ada nilai plus nya dibanding
dengan pria lain.
Begitu juga terhadap anak. Sadarilah bahwa kemarahan pada
anak yang katanya dianggap proses pembelajaran disiplin, nyatanya hanya akan
menumbuhkan trauma yang semakin dalam dan merugikan anak Anda sendiri. Setiap
kali terapi atau bahkan seminar, selalu ada saja anak yang merasa kecewa dengan
perlakuan kedua orang tuanya.
Seperti beberapa waktu lalu, saya menerima klian seorang
mahasiswi, juga anak masih di bangku SLTA. Keduanya adik kakak yang kata kedua
orang tuanya bermasalah. Tapi nyatanya, tepat seperti dugaan saya, yang
bermasalah adalah ibunya. Di rumah itu, ibaratnya tak pernah ada ketenangan. Dari
subuh sampai subuh lagi, isinya hanya kemarahan dan kemarahan dari ibunya.
Pokoknya bangun pagi sudah teriak. Anaknya dibentak keras.
Padahal, dikasih tahu pelan saja, anaknya mengaku pasti dengar dan akan melakukan
semuanya. “Ini karena selalu dimarahi, saya malah sengaja lambat-lambat,” kata
si anak.
Ya, terkadang, anak yang dianggap bermasalah hanya sebagai
bentuk protes dari kedua orang tuanya yang tidak bisa memahami anaknya. Sekali
lagi, anak dan semua keluarga dekat adalah sumber rezeki. Saat anak sudah tidak
nyaman, maka kedua orang tua juga pasti kurang nyaman bekerja. Hasilnya pun
bisa menjadi kurang maksimal.
Jadi, mari kita sadari bersama bahwa membahagiakan keluarga
terdekat merupakan pembuka pintu rezeki yang paling lebar untuk keluarga. Semua
anggota keluarga akan bahagia jika di dalam rumah tangga itu selalu dilandasi
dengan sikap positif.
Bagaimana menurut sahabat?
Post a Comment