Saat menilai orang lain, sejatinya Anda sedang menilai
diri sendiri. Suatu hari, Abu
Jahal melihat Rasulullah SAW, kemudian berkata, “melihatmu Muhammad,
meyakinkanku betapa buruknya keturunan Bani Hasyim.”
Rasulullah SAW pun menjawab, “sesungguhnya kamu telah
melewati batas, tapi apa yang kamu katakan adalah benar.”
Tak lama kemudian, datanglah Abu Bakar. Ketika melihat
Rasulullah, Abu Bakar pun berkata, “engkau adalah matahari ya Rasulullah.
Sinarmu kuat menyebar ke penjuru bumi.”
Rasulullah pun menjawab, “kamu telah berkata benar, ya
Abu Bakar.”
Para sahabat Nabi Muhammad yang menyaksikan kejadian itu
kemudian meminta penjelasan kepada Rasulullah. Rasulullah pun menerangkan, “aku
adalah sebuah cermin. Siapa yang melihatku, sebenarnya sedang melihat dirinya
sendiri.”
Kisah yang sama terjadi pada masa Nabi Isa. Semua orang
menghinanya, tapi Nabi Isa menjawab hinaan mereka dengan untaian kata yang
indah. Para hambanya yang taat pada Nabi Isa bertanya. Namun Nabi Isa menjawab,
“setiap orang, apa yang ada pada dirinya, itulah yang akan ia berikan.”
Jika menganggap setiap orang adalah sebuah cermin, maka
orang yang ada di depan kita adalah refleksi diri kita sendiri. Orang yang
mampu melihat kebaikan, maka baik pula pikirannya, dan hidupnya akan dipenuhi
kebahagiaan.
Sama halnya ketika dua orang sedang berada di sebuah
taman. Orang dengan pandangan baik, tentu akan menemukan sebuah taman yang
indah, bunga harum semerbak, kicauan burung, dan perasaan nyaman. Namun boleh
jadi orang dengan pandangan negatif, akan melihat taman yang sama sebagai
tumpukan tanah dan sampah tak berguna.
Dari kisah di atas, ada pelajaran penting yang bisa
diambil. Bahwa menilai baik, buruk, bagus atau jeleknya seseorang, tak bisa
hanya dilihat dari apa yang tampak kasat mata. Namun, perlu juga melihat
seseorang dari sudut pandang yang lain.
Dalam buku Terapi Masnawi karya Prof Dr Nevzat Tarhan
asal Turki yang mengupas cara berpikir Syekh Maulana Jalaluddin Rumi,
disebutkan bahwa Rumi selalu menggunakan berbagai hikayat agar setiap orang
mengambil hikmah atau makna yang terkandung dalam kisah tersebut.
Dalam kisah Abu Jahal dan Abu Bakar yang menilai
Rasulullah, tentu sudah jelas bahwa Rumi ingin memberikan gambaran bahwa setiap
orang adalah cermin bagi dirinya sendiri dan juga bagi orang lain.
Itulah mengapa seseorang harus selalu berprasangka baik
kepada teman, sahabat, dan lingkungan di sekitarnya. Sampai kapan, sampai teman
dan lingkungan itu sendiri yang merusaknya.
Paling utama adalah buang rasa curiga yang hanya akan
membuang energi, karena begitu muncul rasa curiga, seseorang akan semakin
mengawasi orang yang ada di sekitarnya. Akibatnya, rasa percaya akan terus
berkurang dan menimbulkan perasaan was-was yang semakin bertambah.
Lalu bagaimana jika ada yang bohong, menipu, bahkan
mencelakai diri Anda? Itulah risiko dalam hidup. Namun setidaknya hal itu jauh
lebih baik ketimbang hidup dalam kecurigaan yang menjadikan diri tidak tenang
dan jauh dari rasa bahagia. Sebab, rasa curiga hanya akan menciptakan jarak
dalam sebuah hubungan yang sedang dijalani.
Pilpres disambung dengan Pilkada yang terjadi di negeri
ini, boleh jadi juga menjadi sebuah cermin besar. Ketika masing-masing
pendukung sedang sibuk melakukan penilaian terhadap kubu lawan, sejatinya
mereka sedang bercermin dengan dirinya sendiri.
Sebagai contoh, saat menuduh kubu lawan melakukan kecurangan
atau menuding kubu lawan melakukan pelanggaran, sejatinya mereka ya sedang
bercermin. Benarkah tudingan dan tuduhan itu untuk kubu lawan? Yakinkah bahwa
tudingan dan tuduhan itu tidak berbalik pada diri sendiri?
Karena itu, tak heran jika seseorang yang membuat status
nyinyir atau menyindir, yang terjadi justru sindiran dan nyinyiran itu akan
kembali pada dirinya sendiri. Begitu pula ketika menuding orang lain tidak
toleran, bukankah sejatinya tudingan itu juga untuk diri sendiri. Pendek kata, ketika
menilai orang lain, sejatinya yang berlaku adalah sedang menilai dirinya
sendiri.
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kealpaan,
saya pun pernah melakukan hal seperti ini. Pandai menilai orang lain dengan
berbagai dalil dan pengetahuan yang saya tahu. Nyatanya, semakin saya melakukan
hal itu, saya sendiri tampak semakin bodoh.
Maka saat ini, setiap kali melihat orang lain, anggaplah
sedang bercermin dengan diri sendiri. Dengan cara ini, maka akan lebih mudah
memperbaiki diri sendiri, dan tidak lagi pusing dengan penilaian orang lain
terhadap diri Anda.
Bagaimana menurut Anda? (endrosefendi.com)
Post a Comment