Arif Subekti (kiri) dan penulis. |
“Bro, besok jadi kah mau diantar ke bandara? Jam berapa?” Demikian pesan masuk melalui whatsapp. Namanya tertulis jelas, Arif Subekti. Dia adalah sahabat saya sejak SD dan SMP di Surabaya. Tentu saja, saya sangat gembira mendapati dia bersedia mengantar ke bandara. Sebab sebelumnya, pernah janjian hal yang sama, tapi gagal, karena dia harus mengantar tamunya ke arah Bogor, sehingga waktunya kurang pas.
“Malam ini aku ke hotelmu dulu bro, kita ketemuan,”
sambungnya. Untuk bisa jumpa, sepanjang perjalanan menuju tempat saya menginap
di kawasan Blok M, dia rela menolak tamu yang ingin menggunakan jasanya.
Jadilah kami jumpa di sebuah hotel di kawasan Panglima
Polim, Blok M, Jakarta. Resto hotel sudah tutup. Terpaksa kami ngobrol tanpa
ditemani minuman. Namun obrolan mengalir santai, tak ubahnya dua sahabat yang
lama tak jumpa.
Terakhir, saya bertemu hampir 10 tahun silam, sehari setelah
ayahnya tutup usia. Saya sempat diantar ke makam ayahnya untuk ikut
menggantungkan doa untuk almarhum. Gara-gara mencari rumahnya di kawasan
Bojongsari, Depok itulah, saya jadi tahu Masjid Dian Al Mahri, alias masjid
kubah emas di kawasan Depok itu.
Ingin rasanya berlama-lama, namun saya paham dia harus
mencari tamu untuk mobilnya. Obrolan berlanjut ketika saya diantar ke Bandara
Soekarno Hatta, keesokan harinya. Cara membawa mobilnya sangat nyaman. Kami pun
sempat mampir di sebuah warung untuk sarapan, sebelum melintasi jalur tol
menuju bandara.
Izinkan saya menyebut sahabat satu ini sebagai pengemudi berlian.
Dia jelas bukan pengemudi biasa. Dia adalah satu di antara beberapa pengemudi
berlian yang dimiliki Blue Bird.
Pria kelahiran 21 November 1978 ini memiliki kemampuan bahasa
Inggris yang cukup mumpuni. Selain mengantongi ijazah sarjana hukum, juga
mengantongi sertifikat ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Meski lahir di Jakarta, masa pendidikannya banyak dihabiskan
di Surabaya karena mengikuti orang tuanya ketika itu. Dari mulai di SDN Dukuh
Kupang III/490 Surabaya, disusul SMP 33 Surabaya, dan SMA Trimurti Surabaya. Pernah
kuliah di Manajemen di STIESIA Surabaya dan disusul kuliah Psikologi di Universitas
Putra Bangsa. Namun pada akhirnya lulusnya di jurusan hukum Universitas Putra
Bangsa Surabaya.
Meski memiliki latar belakang pendidikan sarjana, namun Arif
sempat mengenang sulitnya masuk menjadi pengemudi burung biru itu. Dia harus melalui
rangkaian tes cukup rumit itu. Bahkan pernah satu kali tidak lulus hanya
gara-gara sempat melampirkan ijazah sarjana hukum dan sertifikasi kesehatan dan
keselamatan kerja (K3).
Dia baru dinyatakan lulus, ketika ijazah yang dilampirkan
hanya lembaran bukti lulus SLTA. Tak masalah. Baginya yang penting bisa kembali
bekerja, untuk menafkahi istri dan empat anaknya.
Lantas kenapa saya menyebutnya pengemudi berlian? Ya,
namanya berlian tetaplah berlian. Berada di mana saja, dia akan bersinar dan
menjadi berlian sesungguhnya. Secara kapasitas, dia memang berlian. Pernah
menjadi General Affair di Lion Air. Pernah juga menjadi manajer pemasaran dan
komunikasi. Juga pernah menjadi manajer di perusahaan. Baik PT Gandum Mas Kencana dan PT Mucoindo
Prakasa di Tangerang.
Namun,
badai krisis di tempatnya bekerja, membuatnya mau tidak mau ikut dirumahkan.
Tapi berlian satu ini tidak putus asa. Dia tetap bergerak. Bekerja. Pilihan cepat, bekerja
menjadi pengemudi Taksiku.
Ketika itu,
perusahaan taksi berwarna kuning itu masih moncer. Perusahaan sedang
bagus-bagusnya. Namun tidak lama. Saat taksi daring bermunculan, perusahaan itu
kolaps, tutup. Maka dia pindah haluan ke burung biru.
Sebuah pilihan yang tidak mudah. Bahkan bagi orang lain,
boleh jadi pilihannya kurang tepat. Tapi baginya, hidup adalah kenyataan yang
harus dijalaninya dengan yakin dan bersungguh-sungguh. Maka, saat berada di
balik kemudi mobil bernomor lambung LL 2066 itu, dia tetap optimistis bisa
meraih yang terbaik.
Sebagai pengemudi, energinya tetap maksimal. Setiap tamu
yang dibawa oleh mobilnya, sekaligus dijadikan gurunya. Guru dengan berbagai
latar belakang berbeda. Dengan begitu dia bisa belajar setiap saat, setiap
hari, kapan saja, di rute mana saja.
“Alhamdulillah, saya selalu berusaha melakukan yang
terbaik,” sebut alumnus Universitas Putra Bangsa Surabaya, yang kini
almamaternya pun sudah ‘almarhum’, karena sudah diambil alih oleh universitas lain.
Bagi saya pribadi, Arif bukan sekadar sahabat ketika di SD
atau SMP. Dia adalah guru saya terhadap banyak hal. Saya bisa belajar komputer
di rumahnya. Pun bisa membaca banyak majalah dan buku pengetahuan dari
perpustakaan miliknya. Tak kalah pentingnya, saya belajar kesederhanaan dari
keluarganya yang luar biasa.
Berkat kebersahajaannya itu pula, kini Arif sedang
dipersiapkan menjadi trainer alias
pelatih bagi pengemudi Blue Bird lainnya. Saat ini, sembari rutin mengantarkan tamu,
dia sedang menjalani training for trainer
(TFT) di lembaga pendidikan milik Blue Bird.
Selesai menjalani pelatihan itu, dialah nantinya yang akan
membimbing dan memberikan pelatihan kepada pengemudi baru di perusahaan ini.
Tak terasa, obrolan harus terhenti. Terminal 2E sudah ada di
sisi kiri. Saya harus melanjutkan perjalanan dengan Batik Air menuju Samarinda.
Tentu kami sama-sama berharap, bisa bertemu lagi di lain waktu.
Baru saja saya beranjak turun, tiba-tiba ada seorang ibu
membawa kopernya, segera merangsek masuk ke taksi yang dikemudikan Arif. “Maaf
bu, saya tidak boleh menerima penumpang di sini,” ujar Arif.
“Saya salah bandara mas. Saya buru-buru. Antarkan saya ke Bandara
Halim (Perdana Kusuma),” ibu itu ngotot. Petugas bandara pun sempat mencegat.
Tapi sang penumpang lebih galak, dengan alasan buru-buru. Jadilah sang petugas
mengalah, dan membiarkan pengemudi berlian itu segera tancap gas mengantarkan
penumpangnya.
“Selamat ya bro, kamu sudah dikejar rezeki. Dipaksa mendapat
rezeki dari ibu itu. Semoga selamat sampai tujuan,” begitu pesan pendek yang
saya kirimkan. Hampir 40 menit berikutnya baru saya mendapat balasan.
“Alhamdulillah, sudah sampai bro. Ibu itu masih bisa ngejar
pesawatnya. Lumayan, jurus pembalap keluar,” ujarnya melalui pesan suara,
disertai tertawanya yang khas.
Saya pun harus boarding,
menyudahi obrolan itu.
Semoga pengemudi berlian itu, tetap mengilap di mana
saja dia berada.
Demikianlah kenyataannya.
Post a Comment