Sempat takut, Mitha kini gembira bisa memegang bawang. |
Sebuah pesan di aplikasi WhatsApp (WA) tiba-tiba masuk. “Boleh minta tolong? Ada anggota nah fobia bawang. Ini wartawan di Balikpapan. Gara-gara fobia bawang, jadi ngga bisa masak,” sebut sahabat saya, Sumarsono, ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Balikpapan, yang juga penanggung jawab redaksi Surat Kabar Harian Tribun Kaltim.
Takut bawang? Mendengar keluhan itu, bagi orang pada
umumnya, rasanya pasti janggal. Bagaimana mungkin, bawang yang nyata-nyata
selalu ada di setiap dapur, kok ditakuti. Tapi itulah hebatnya cara kerja
pikiran bawah sadar. Bagi orang lain aneh, tapi nyatanya itu terjadi.
Kebetulan, Selasa (15/12/2020) tadi, saya bertolak dari
Berau ke Banjarmasin, karena diminta PWI Kalimantan Selatan, menjadi salah satu
penguji dalam uji kompetensi wartawan (UKW) di kota seribu sungai itu. Pesawat
yang saya tumpangi dari Berau, sempat transit di Balikpapan.
Tidak tanggung-tanggung, transitnya lebih 5 jam. Maka saya
pun memanfaatkan momen transit itu untuk bertemu dengan wartawan Tribun Kaltim
ini. “Ketemu di bandara saja ya,” kata
Sumarsono.
Sayangnya, pas di hari-H, Sumarsono tidak bisa mendampingi.
Ada kesibukan lain. Ia pun meminta wartawannya langsung menjumpai saya.
Wartawan itu biasa disapa Mitha.
Begitu transit di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman
Sepinggan Balikpapan, ternyata Mitha sudah menunggu di salah satu resto cepat
saji berinisial KFC, yang ada di lantai kedatangan bandara terbesar di
Kalimantan itu.
Ngobrol santai sejenak, Mitha ternyata berada di resto cepat
saji itu bersama rekannya, Cipto, wartawan Kompas di Balikpapan. Mereka
sepertinya akrab dan mengaku sering berkumpul dengan sesama wartawan untuk
sekadar bercengkerama.
“Masalahnya, kalau sudah pas kumpul masak-masak, dan ada Mitha, kami harus memastikan jangan sampai ada bawang. Kalau ada makanan yang bentuk bawangnya terlihat, bisa gagal acara makan-makannya,” beber Cipto.
Seingat Mitha, ia tidak suka bawang sejak kecil. “Bahkan
sebelum TK,” sebut pemilik nama lengkap Miftah Aulia Anggraini ini. Ia menduga,
takut bawang terjadi sejak usia 4 tahun. Dari sejak usia itulah, Mitha tidak
pernah menginjak dapur.
“Kalau pun harus ke dapur, terpaksa berjinjit,” ulas wanita
23 tahun ini. Maka jangan heran, Mitha menjadi istimewa dibandingkan wanita
lain. Dia menjadi salah satu wanita yang tidak pernah memasak. “Masuk dapur
saja jarang. Mau dapur bersih atau ngga, tetap saja masuk dapur berjinjit,”
sambungnya.
Efek dari fobia bawang itu, Mitha mengaku sering mual,
bahkan kepala pusing jika melihat bumbu dapur yang satu itu. “Pokoknya semua
jenis bawang saya ngga suka. Bawang merah, bawang putih, bombay,” urainya.
Karena tidak memungkinkan melakukan terapi dengan teknik
hipnoterapi klinis, saya membantu Mitha dengan teknik instan dan efektif yakni
The Heart Technique (THT), ciptaan guru saya DR Adi W. Gunawan CCH.
Dengan teknik tersebut, sembari duduk santai di pelataran
KFC itu, Mitha saya bimbing untuk melakukan terapi mandiri. Dengan pasrah dan
ikhlas, wanita berkaca mata ini mengikuti semua arahan dan bimbingan.
Secara bertahap, skala fobianya mengalami penurunan secara
drastis. Dengan sentuhan akhir yakni teknik momen menyenangkan, rasa takut
Mitha terhadap bawang akhirnya benar-benar bisa dinetralisir.
Tahap awal, untuk mencoba, sengaja saya munculkan gambar
bawang di telepon seluler. Dia melihat gambar dan menyentuh layar HP dengan
tenang. “Sudah biasa saja,” katanya. Setelah saya lakukan pengecekan terakhir,
Mitha akhirnya benar-benar sudah melepas rasa takut itu.
Sedikit ngobrol dan diskusi tentang beberapa hal, Mitha dan
rekannya pamit undur diri. Saya pun masih bertahan di lokasi itu sembari
menunggu penerbangan lanjutan.
Tak sampai satu jam kemudian, melalui WA, Mitha mengirimkan
pesan berisi foto dirinya yang memegang bawang merah dan bawang putih dengan
senyumnya yang semringah. “Makasih banyak ya om, sudah membantu menolong,”
tulisnya.
Ia pun, menyebarkan foto itu ke rekan-rekannya. “Semua pada
heboh, pada senang soalnya tidak menyangka. Mereka mengucapkan selamat,”
katanya. Apalagi mamanya, yang tentu sangat senang, karena harapan dirinya bisa
memasak, kini sudah terbuka lebar.
“Pokoknya, luar biasa, seneng. Awal mau megang sempat
gemetar, tapi pas sudah dipegang ga ada apa-apa.”
Semakin hari, Mitha semakin terbiasa melihat bawang.
“Pikiran kaya mencari rasa yang dulu ngga suka sama bawang, tapi ngga ketemu.
Kalau lihat jadi biasa saja,” ujarnya.
Ia pun mengaku semakin bersemangat, terutama ingin
menghabiskan akhir pekan bersama teman-temannya untuk masak-masak bareng.
“Kalau dulu, lihat gambar bawang, atau membayangkan bawang saja sudah mual,” pungkasnya.
(*)
Post a Comment