SELAMA dua tahun, terhitung sejak pandemi Covid 19 melanda
bangsa ini, setiap hari selalu muncul berita pasien yang meninggal dunia akibat
virus menjengkelkan itu. Kini pandemi sudah mereda. Presiden Bapak Jokowi
bahkan sudah melonggarkan ketentuan boleh buka masker di luar ruangan, serta
tanpa antigen dan PCR asal sudah dua kali vaksin. Sebagai gantinya, pemberitaan
berganti dengan banyaknya korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas.
Rupanya, begitu keran perjalanan dibuka lebar, hasrat untuk
liburan seketika membuncah. Sayangnya, boleh jadi menyebabkan ada saja oknum
pengemudi yang kejar tayang. Aji mumpung, tak lagi memikirkan keselamatan
penumpang.
Pengemudi bus yang kecelakaan di jalur tol Surabaya –
Mojokerto misalnya, diduga menggunakan sabu. Sementara kasus kecelakaan lainnya
diduga akibat sopir mengantuk. Baik yang diduga menggunakan sabu serta yang
mengantuk, sejatinya sama-sama memaksakan diri. Yang menggunakan sabu, memaksa
agar bisa terus jos saat mengemudi. Yang mengantuk, juga memaksakan diri agar
bisa terus melaju sampai tujuan.
Mengantuk memang menjadi musuh utama mengemudi. Hanya dalam
hitungan detik, kendaraan yang sedang melaju, bisa oleng seketika. Karena itu,
kondisi ini benar-benar membutuhkan kesadaran diri yang mumpuni.
Di Kalimantan, jarak antar kabupaten atau antarprovinsi
tidaklah dekat. Dari Samarinda ke Berau misalnya, yang berjarak 550 kilometer,
memerlukan waktu tempuh rata-rata 14 sampai 16 jam. Ketika jalan mulus, bisa ditempuh
12 jam. Bisa dibayangkan, jika tanpa istirahat yang cukup, jelas sangat membahayakan.
Belum lagi jalurnya yang berkelok-kelok, tanjakan dan turunan curam, hingga
jurang di kiri dan kanan jalan.
Lantas bagaimana cara mengatasi serangan kantuk>? Saya,
biasanya melakukan relaksasi singkat. Seperti beberapa waktu lalu ketika melakukan
perjalanan Surabaya – Semarang pulang pergi, via jalur tol. Ketika kecepatan dan
kemudi mobil sudah kurang stabil, begitu ada rest area segera menepi. Rebahkan
sandaran kursi dalam posisi nyaman, kemudian tarik nafas panjang dan dalam dari
hidung, embuskan melalui mulut. Lakukan terus perlahan-lahan. Kemudian, niatkan
dalam diri, “izinkan saya relaksasi yang dalam dan menyenangkan selama 15 menit.”
Biasanya, saya langsung bablas. Karena ketika itu seorang
diri, tak lupa buka sedikit kaca jendela mobil agar tidak menghirup karbon monoksida
hasil buangan knalpot. Kalau mau lebih aman, matikan mesin mobil, buka sedikit
kaca jendela. Relaksasi yang dalam dan menyenangkan selama 15 menit itu, ibarat
fast charger. Pas 15 menit, biasanya benar-benar terbangun. Begitu fit, bisa
langsung melanjutkan perjalanan.
Lalu bagaimana jika sebagai penumpang? Sebagai penumpang,
terutama yang duduk dekat sopir, wajib sering-sering mengecek kondisi
pengemudi. Jika kecepatan mobil sudah kurang stabil, serta posisi tubuh sopir
juga terlihat lelah. Misalnya berkali-kali menggelengkan kepala. Posisi kepala
sering mendekatkan ke kaca mobil depan, atau bahkan sampai menguap, maka sebaiknya
ingatkan untuk istirahat. Tentu yang menjadi persoalan jika semua penumpang
tidur, pengemudi tidak ada yang mengingatkan. Saat itulah, rawan terjadinya
kecelakaan.
Jadi, sebagai pengemudi, harus memahami kondisi diri
sendiri. Sebagai penumpang, bantu juga mengawasi kondisi sekeliling. Bagaimana
menurut sahabat?
Contoh relaksasi bisa dilihat di sini.
https://youtu.be/U2QSGyJsBcE
Post a Comment